Share

Bab 3

Author: Ratu As
last update Last Updated: 2025-03-07 13:39:18

 

Elvis sudah bersiap, dia memakai kemeja seperempat lengan berwarna coklat tua. Wajahnya terlihat lebih segar apalagi rambutnya yang sudah rapi makin membuat Elvis tampil gagah. Dia keluar dari kamarnya bertepatan dengan Amna yang mendorong kursi roda ibunya. 

Mereka bertemu tepat di depan pintu yang berhadapan. Elvis terpaku melihat penampilan Amna yang tampak anggun dan cantik memakai gamis berwarna coklat tua juga dengan kerudung berwarna lebih terang. 

Lain Elvis, Amna justru terbengong melihat baju yang Elvis pakai. Meski tampak cocok untuk lelaki berwajah tegas dengan sorot mata tajam itu, tapi sungguh membuat Amna jadi kikuk. 

Amna menoleh ke bawah melihat gamis yang dia pakai lalu kembali menatap pada Elvis. 

'Lah, kok, malah jadi kayak orang couple-an? Hadeh!' batin Amna merasa sungkan.

Elvis mendekat, niatnya ingin membantu mendorong kursi roda ibunya. 

"Sebentar, Den! Aku mau ganti gamis dulu!"  ujar Amna melangkah mundur lalu ingin balik ke kamar. 

Tidak mengerti dengan jalan pikiran Amna, kenapa harus ganti gamis lain padahal yang itu sudah sangat cocok untuknya. Dia makin terlihat cantik.

"Amna tunggu!" cegah Elvis menahan langkah Amna, Elvis menghadang dengan tangannya. 

"Kenapa, Den El?" 

"Tidak usah ganti!" kata Elvis dengan nada datar. "Baju itu bagus!" puji Elvis dengan memalingkan wajahnya yang berubah merah. Dia sadar sudah salah bicara, niatnya ingin memuji Amna dia justru memuji bajunya.

"Tapi warna baju kita sama, Den. Nanti ada yang ngira couple-an. Nanti Den El malu lagi, masa dipasangin sama pembantu!" Amna mengusap lengannya, dengan senyum cengengesan dan berniat kembali berganti baju. Dia tidak ingin ada yang berpikir macam-macam, soalnya sudah sering ada yang mengira kalau Amna istrinya Elvis. 

"Tidak apa-apa, Mas Aldi dan keluarganya sudah datang. Ibu harus menyambutnya sekarang. Jadi, tidak usah ganti!" Elvis mendorong kursi roda ibunya. 

Mau tidak mau Amna membuntut, tidak ada waktu lagi untuk berganti. 

***

Sampai di ruang tamu, Elvis menghentikan langkahnya. Dia menyuruh Amna untuk menemani ibunya, sementara  Elvis ingin menyambut ke depan pintu. Yasmin tidak bisa menggerakan kakinya, tangannya pun biasanya gemetaran jika bergerak. Bibirnya agak miring jadi susah untuk berbicara ditambah suara yang tidak lagi jelas. 

Baru saja membuka pintu, dua remaja wanita langsung masuk menghambur ke pelukkan Elvis. 

Ghina dan Ghea memeluk Elvis dari samping kanan dan kiri. Mereka sangat rindu, kebiasaan dua kembar itu selalu heboh. Baru bertemu dan mereka disuguhi dengan penampilan yang berbeda dari Elvis.

Tidak menyangka jika pamannya akan memangkas rambut yang biasanya dibiarkan gondrong, sependek-pendeknya sebawah telinga. Tapi kali ini sedikit cepak.

"Wah, siapa lelaki tampan ini?" Ghea mendongak dengan memeluk makin erat.

"Paman kita!" jawab Ghina dengan nada ceria. Dia pun sangat antusias dengan gaya Elvis yang sekarang.

"Siapa lelaki gagah, menawan, dan rupawan ini?"

"Paman kita!" Ghina makin riang.

"Oh oh oh, siapa lelaki karismatik ini?" 

"Tentu saja paman kita!" 

"Astagaaaa, siapaaaa lelaki ...."

Hap!

Elvis mencapit bibir Ghina dan Ghea yang dari tadi sangat heboh memujinya, namun lebih mirip seperti meledek. Mereka berdua begitu gemas bahkan pelukannya sampai membuat Elvis merasa sesak napas.

Ghea menepis tangan Elvis agar tidak menahannya bicara. "Ih, Paman El! Kenapa cubit bibir kita!" 

Elvis terkekeh-kekeh dengan ekspresi keponakannya yang manyun-manyun persis monyet.

 "Abis kalian berisik sekali, ngalah-ngalahin berisiknya anak bebek!" kata Elvis yang terdengar oleh Amna. 

Amna ikut ngikik dengan interaksi bersaudara itu. Ternyata Elvis yang kaku dan datar bisa juga tertawa seceria itu.

"Mana Abang kalian?" Elvis tidak sabaran ingin melihat keponakan lelakinya yang usianya hanya beda tiga tahun darinya.

"Tuh!" Tunjuk si kembar ke arah pintu.

Diaz baru saja masuk, dia berjalan menghampiri adik-adiknya dan melotot saat melihat penampilan Elvis.

"Widiw, siapa lelaki berambut baru ini?" sambut Diaz seperti adik-adiknya tadi.

"Paman kitaaa!" jawab si kembar bersamaan.

"Siapa ...."

"Stop!" Kini giliran Diaz yang Elvis tahan. Dia mengacungkan telunjuknya ke bibir Diaz agar berhenti dan tidak meledeknya lagi.

"Kamu ikut-ikutan seperti adikmu!" Elvis berkacak pinggang. 

"Hahaha, Paman ini! Dengan rambut seperti ini Paman terlihat tampan dan lebih muda dariku!" Diaz memeluk pamannya.

Elvis menyambut dengan pelukan hangat, sudah sangat lama mereka tidak bertemu.

"Tentu saja! Dari dulu juga begitu! Saya selalu lebih tampan dan awet muda!" Elvis memuji dirinya sendiri dengan kepedean tingkat dewa. 

'Kak Ardiaz?' 

Bagai mimpi, Amna terpaku melihat lelaki yang baru saja datang. Meski sepuluh tahun berlalu, tidak membuat Amna melupakan wajah lelaki itu. Sekali pun kini tampak sedikit berbeda. Diaz terlihat lebih jangkung dengan lengan yang berisi, tubuhnya juga tegap atletis. Gaya rambutnya masih sama, sedikit panjang di bagian poni. Namun, tidak membuat Amna pangling.

Tidak habis pikir, bagaimana bisa Elvis bersaudara dengan Diaz?

Tangan Amna meremas kuat ujung kerudungnya. Matanyanya berkaca-kaca dengan kristal bening yang seakan ingin tumpah tanpa sebab. Melihat wajah Diaz membuat dada Amna bergemuruh, mengingatkan kembali masa kelam yang pernah menimpa Amna. 

Senyum lelaki itu, ibarat petaka yang sampai kini masih sering Amna rutuki kenapa pernah terbuai. Kenapa dengan bodohnya dia terjebak, dan kenapa, harus Amna yang mengalami semua itu?

"Oiya, di mana Nenek?" 

Mendengar pertanyaan itu spontan Amna membalik badan dan berjalan cepat mengambil sesuatu. Dia belum siap jika Diaz bertemu dengannya di saat seperti ini.

"Di sana!" Elvis menunjuk ke arah Yasmin, namun tidak dilihatnya Amna ada di sana. 

"Neneeek!" Ketiga cucu Yasmin menghambur ke kursi roda, sementara Elvis  celingak-celinguk mencari keberadaan Amna.

Tidak lama, dari arah pintu Aldi dan Zila menyusul. Mereka pun tak kalah heboh dari yang tadi. 

***

"Amna, kenapa kamu pakai masker?" Elvis mengernyit heran ketika melihat Amna yang kembali dengan wajah tertutup masker. 

"Maaf, Den El, aku sedikit flu. Jadi, pake masker untuk ... haciiim! Haciiim! Haciiim!" 

Amna pura-pura bersin agar Elvis tidak curiga dengan penampilannya yang tiba-tiba berubah. Tapi tetap saja, Elvis mengernyit, dia kira sejak tadi Amna baik-baik saja lalu sekarang kena flu mendadak? Rasanya aneh, sayangnya Elvis tidak punya banyak waktu untuk berdebat.

"Ah, baiklah. Tapi sekarang Ibu akan makan malam bersama. Apa kamu sakit?" Elvis sedikit tidak tega, ada rasa khawatir pada wanita di depannya.

"Tidak apa-apa, Den. Aku bisa menyuapi Ibu. Tenang saja, toh sudah pake masker!" ujar Amna tak ingin membuat Yasmin kesusahan nanti. 

Akhirnya dengan bertutupkan masker, Amna menyusul ke meja makan. Dia berjalan di belakang Elvis, sementara Yasmin sudah dituntun cucu-cucunya tadi. 

Baru sampai di meja makan, Amna menjadi sorotan. Apalagi kalau bukan dengan warna baju yang sama dan Amna berjalan tepat di belakang Elvis seperti seorang makmum saja. 

"Paman, kamu sama siapa? Wah, jangan-jangan Paman sudah menikah?" Ghina langsung berantusias ingin berkenalan. 

"Bu--bukan!" Amna buru-buru mengibaskan tangan. "A--ku hanya pembantu, Nona. Aku yang menjaga Nyonya Yasmin!" terang Amna tak ingin membuat salah paham.

"Oh, tapi baju kalian couple! Sangat serasi!" ledek Ghina dengan senyum meringis.

"Mm, ini ...." Amna jadi salah tingkah, berbeda dengan Elvis yang sudah biasa dengan tingkah rendom ponakannya.

 "Kebetulan semua gamisku warnanya seperti ini. Hehe!" Amna beralasan, alasan yang makin membuat Ghina terkekeh geli. Gadis itu bisa melihat gestur salah tingkahnya Amna.

Diaz tidak terlalu memerhatikan, dia juga belum sadar dengan suara Amna. Dia sempat menoleh pada Amna sekilas lalu perhatiannya kembali terlihkan karena Ghea mengajaknya bicara.

Sementara Elvis langsung duduk dengan santai. 

Bentuk meja makan persegi panjang, posisi duduk Elvis dan Aldi berada di ujung barat dan timur. Yasmin berada di samping kanan Elvis, dan Amna berdiri di dekat Yasmin. 

Zila duduk di sisi kanan Aldi, dan ketiga anaknya berada di sisi kiri Aldi. 

Makan malam dimulai, mereka makan dengan nikmat dengan tangannya sendiri-sendiri. Berbeda dengan Yasmin yang harus disuapi Amna. 

Dengan telaten, Amna menyuapi Yasmin dengan bubur yang sudah dimasak khusus. Sesekali Amna juga mengelap bibir yang belepotan. Semua itu tidak terlepas dari perhatian Elvis. Dan saking fokusnya tatapan Elvis membuat sekelilingnya bisa menebak kalau Elvis memiliki rasa pada pengasuh ibunya itu. 

"Elvis, usiamu sudah menginjak tiga puluh kan?" Zila yang hampir menghabiskan makanannya memulai perbincangan. 

"Iya, memang kenapa, Kak?" jawab Elvis dengan enggan.

"Belum ingin menikah?"

Masalah pernikahan sebenarnya sesuatu yang sedikit sensitif untuk Elvis. Dia kurang nyaman dengan pertanyaan itu.

"Masih nyaman begini,"balas Elvis sekenanya. 

"Duh, kamu ini! Sudah mapan dan matang harusnya carilah pendamping. Tuh sepeti Diaz, dia sudah punya pekerjaan juga calon tunangan. Pokoknya dalam waktu dekat ini mereka akan meresmikan hubungan." 

Suasana jadi hening, Ghea dan Ghina saling lirik. Amna pun tak kalah kaget mendengar Diaz akan tunangan. Sebenarnya wajar saja, usia Diaz sudah dewasa dia pasti sudah punya kekasih. Namun, tetap saja mendengar itu ada yang terasa diremas di dada Amna. 

Amna dan Diaz memang tidak memiliki hubungan, tapi mereka memiliki anak. Amna teringat kedua anak kembarnya, dia bahkan belum memberi tahu siapa ayahnya. Tidak ingin terbawa suasana Amna menyibukan diri dengan melayani Yasmin. Dia menuangkan air ke dalam gelas karena sebelumnya sudah habis.

Ehem!

Aldi berdeham agar Zila tidak melanjutkan ucapannya dan membuat Elvis merasa tersinggung, tapi istrinya itu seakan sengaja ingin sesumbar dan sengaja pamer. 

"Calonnya Diaz wanita cantik dan berpendidikan. Anak dari keluarga terpandang juga! Mereka akan jadi pasangan yang sangat serasi!"  lanjut Zila. 

Napas Amna tertahan, mendengar itu dadanya serasa panas. Sungguh bukan cemburu tapi Amna lebih ke merasa iri.

Sepuluh tahu berlalu, Amna melewatinya dengan susah payah, perjuangan yang tiada henti, dan cobaan yang terus menerus datang membuatnya harus lebih kuat dan tangguh. Namun apa ini? Kenapa lelaki yang menghancurkannya justru hidup tenang dan damai sejak dulu, dia bisa melnjutkan pendidikan dan meraih masa depannya dengan gemilang, seakan tidak ada karma apa pun?

Pikiran yang kacau membuat Amna tak lagi fokus dengan apa yang sedang dia lakukan. Air di gelas sudah penuh dan Amna masih saja menuangkannya dari teko. Hal itu membuat Elvis menegurnya. 

"Amna! Kamu melamun?" 

Sontak Amna menjadi pusat perhatian sekarang, terlebih karena meja yang basah dengan tumpahan air. 

'Amna?' batin Diaz merasa tidak asing dengan nama itu. Kini dia memerhatikan Amna lebih lekat, terutama sorot mata yang bisa dia lihat jelas. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 77 Extra Part

    *** Beberapa bulan kemudian .... "Sayang, kamu baik, kan?" Tangan kiri Diaz mengusap perut Amna yang membuncit, baru lima bulan tapi sudah sebesar itu karena ada dua janin di dalamnya. "Iya, Ayah ... udah berapa kali tanya, hm?" jawab Adelia mendahului mamahnya dari belakang lalu cekikikan dengan Adelio. "Ayahmu sangat khawatir sama Mamah!" Amna ikut tertawa. "Enggak papa, kok, Mas. Kamu nyetirnya pelan banget dari tadi. Aku enggak ngerasain ada goncangan. Si utun juga anteng-anteng ajah," jawab Amna lalu menyuruh suaminya untuk kembali fokus menyetir. Setelah beberapa bulan tinggal di kampung, mereka memutuskan pindah ke kota setelah Adelia dan Adelio menyelesaikan tes kenaikkan kelas. Jalanan kampung ada beberapa yang belum teraspal, Diaz sangat hati-hati dalam menyetir karena takut ibu hamil di sampingnya akan sakit. *** Sampai di rumah, Amna merebahkan diri di sofa. Meski ditinggalkan cukup lama tapi rumah ini bersih dan terawat karena Bi Karti pembantunya Elvis, sesek

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 76 Extra Part

    Suasana kamar pengantin baru hawanya emang beda! Amna sudah menempatkan diri di ranjang, bahkan dia sudah berbaring dan menutup mata ketika Diaz baru saja masuk. Karena gerogi, Amna memilih pura-pura tidur dan memakai selimut sampai sebatas leher. Tidak jauh beda dengan Diaz, dia mau masuk ke kamar saja berkali-kali cek baju juga ketek takutnya kurang wangi. Diaz menyugar rambutnya lalu mengetuk pintu dengan lirih membukanya pelan. Saat masuk suasana kamar sudah temaram hanya lampu tidur yang menyala. "Amna Zakia, sudah tidur?" Diaz berdiri di samping ranjang lalu membungkukkan badan untuk melihat Amna. Saking seriusnya melihat, Diaz sampai mendekatkan wajahnya begitu dekat. Amna bisa merasakan embusan napas Diaz, sontak saja dia terkaget dan buru-buru membuka mata lalu memundurkan kepalanya."Kak Diaz, mau ngapain?" Wajah Amna terlihat gugup dan salah tingkah, dia bahkan merasa konyol karena menanyakan hal konyol. Diaz jadi tertawa geli. "Kok, mau ngapain? Mau nemenin kamu tidur!

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 75

    "Bi An ...." Amna yang berdiri di samping Andini langsung merangkul pundak bibinya yang merosot hampir saja jatuh karena syok dan lemas. "Bibi duduk dulu!" Amna memepahnya ke tempat duduk. Sementara Laila masih diam terpaku, kabar ini mungkin membuatnya juga sangat syok dan kecewa. Bagaimana mungkin mempelai lelakinya pergi di saat akad akan dimulai?"Apa Mas Jaya memang berniat mempermainkanku?" gumam Laila terduduk lesu di tepi ranjang. Air matanya langsung berjatuhan menimpa pipi yang awalnya sudah dilapisi make up. "Mereka pasti akan datang, mungkin Jaya cuma pergi sebentar. Nanti pasti ke sini!" ucap Amna untuk menenangkan mereka. Dari awal keluarga Jaya lah yang meminta Laila untuk menjadi menantu mereka, tentu saja karena miskomunikasi. Wanita yang Jaya inginkan itu Amna, tapi orang tuanya justru melamar Laila sebagai gadis yang mengembalikan kambing Moly. Jaya tidak tahu jika saat itu Laila yang mengantar, bukannya Amna. Namun karena terlanjur melamar dan kedua orang tuany

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 74

    "Maaf ya, tapi memaksaku memang terniat. Tolong jangan lepaskan, nanti kalo kita nikah baru deh pasang ulang. Aku pengen saat kamu melihat sesuatu yang tertempel di ragamu ... kamu akan ingat aku!" Tidak heran, Diaz dan Elvis begitu mirip! Mereka sebelas dua belas dalam hal lamar melamar, Amna jadi geleng-geleng."Ayo bangun!" Diaz mengulurkan tangannya, Amna masih menunduk dengan mengusap sisa air mata di pipi lalu menerima uluran tangan dengan menarik ujung lengan baju Diaz. Kini mereka berdua berdiri bersama lalu saling tatap kemudian berjalan menyusuri jalanan di sinari cahaya bulan yang belum utuh purnama. Mereka berdua terus berjalan menuju ke rumah, hanya berdua karena si kembar sudah lebih dulu pulang bersama Laila. "Kak, aku mau jujur ... mungkin setelah kamu dengar ini, kamu akan menganggapku wanita tidak baik. Tapi setidaknya aku akan lega karena tidak membohongimu," ucap Amna dengan berjalan pelan, bersisian dengan Diaz. Sudut bibir Diaz tertarik membentuk seulas seny

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 73

    "Amna, aku tahu ... tidak bisa menghapus semua luka di masa lalu, tapi aku janji akan berusaha memperbaiki di masa depan." Diaz berganti berjongkok di depan Amna lalu merogoh saku jaket dan mengeluarkan kotak kecil. "Kak Diaz, apa yang kamu lakukan? Jangan begini, aku jadi malu!" Amna menoleh ke sekitar, ada beberapa orang yang mulai memerhatikan. Momen melamar seperti ini sering Amna lihat di TV tapi saat mengalaminya langsung ternyata sangat deg-degan, malu, sekaligus salah tingkah. "Kak Diaz, ayo duduk saja, Please!" Amna panik sendiri dengan pipi memerah. "Tidak, Amna. Aku tidak akan bangkit atau bergeser sedikit pun sebelum kamu menerimanya." Amna menggeleng, baginya lamaran Diaz terlalu terburu dan tidak masuk akal. Dia tidak ingin kedua anaknya melihat ini, Amna belum siap. "Enggak, Kak. Tidak sekarang, cepatlah bergeser. Aku tidak mau anak-anak liat!" Amna memohon sambil menarik-narik lengan Diaz. "Baiklah!" Situasi seakan tidak mendukung, ekspresi Amna sangat jauh dari

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 72

    "Haduh, Moly iki, kok, makin ayu ya? Wangi, seneng kamu, Mol?" Marni menggendong anak kambing kesayangan keluarga masuk. Juragan Mulyo mengikuti langkah istrinya dengan senyum semringah. Dari pintu kamar, Jaya berdiri sambil mengamati kedua orang tuanya."Moly sudah pulang, Buk?" tanyanya basa-basi. "Sudah. Nih!" Marni menunjukkan kambing berwarna putih itu. "Sama siapa, Buk?" "Loh, kan sama calon mantu? Tadi Ibuk sudah lihat pacar kamu itu," balas Marni mesem-mesem"Wah, Ibuk sudah ketemu? Cantik, Buk?" "Iyo, ayu! Kamu pinter milihnya. Piye, kamu maunya kapan Ibuk sama Bapak lamarkan?" Jaya mesem sambil mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa panas dingin. Respon kedua orang tuanya yang terlihat pro membuat Jaya makin kepedean dan deg-degan."Secepatnya, Buk!" jawab Jaya lalu membalik badan dan kembali masuk ke kamar. Dia menutup pintu dan duduk di tepi ranjang, kedua tangannya menutupi wajah yang kini sedang tersenyum tanpa henti. "Yeeeeeesss!" ucap Jaya kemudian sambil men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status