Share

Bab VI. Kehilangan Kesadaran

Arisha merasa kepalanya sedikit pusing. Namun, ia tidak mau lagi mengecewakan kedua anaknya yang sudah ia janjikan untuk makan malam di luar malam ini. Ia berdiri di depan wastafel ruang kerjanya, melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin dan bisa ia lihat betapa pucat wajahnya.

Untuk menutupi hal itu, Arisha mengambil beberapa alat rias di sebuah tas kecil miliknya. Ia memilih menutup wajah pucatnya itu dengan riasan yang sedikit lebih tebal dari biasanya agar bisa menutupi betapa pucat wajahnya. Terakhir, Arisha memoleskan sebuah lipstik berwarna merah bata di bibirnya.

“Momi!” Arisha terperanjat saat mendengar suara anak perempuannya yang memanggilnya cukup kencang dari ruang kerjanya. Untung saja, lipstiknya itu tidak mencoret bagian wajah yang lain selain bibirnya.

“Iya, sebentar, Sayang,” balas Arisha sambil membereskan semua alat riasnya kembali.

“Ih, Mama lama banget. Tya udah laper!” keluh Tya yang terlihat cemberut.

“Mama dandan dulu? Mama ‘kan udah cantik walaupun gak dandan,” imbuh Tara saat melihat riasan wajah sang ibu terlihat lebih mencolok dari biasanya.

“Dikit doang kok, Sayang,” balas Arisha yang kini sudah tampak siap untuk berangkat. “Udah yuk, katanya laper? Mama udah pesen taksi, katanya udah deket,” imbuh Arisha mengalihkan pembicaraan.

Arisha menggandeng tangan kedua anaknya di sisi kanan dan diri. Rasa pusing di kepalanya masih terasa tetapi ia coba untuk menahannya. Ia harus kuat, hanya untuk malam ini saja karena ia benar-benar tidak mau membuat kedua anaknya kembali kecewa untuk kedua kalinya.

“Tapi Momi emang cantik kok walaupun gak dandan,” ujar Tya yang semangat berjalan dengan tangan yang memegang kuat pada sang ibu.

“Iya Sayang, makasih ya. Tya ‘kan anak Mama, jadi Tya pasti lebih cantik dari Mama,” balas Arisha lembut.

“Iya cantik, kayak Mama,” balas Tara singkat.

Arisha hanya tertawa kecil mendengar obrolan kedua anaknya yang terdengar menggemaskan. Sebuah hal yang paling Arisha sukai saat bisa menghabiskan waktu bersama keduanya. Ia berharap suasana menyenangkan seperti ini selalu terjadi dengannya dan kedua anak kembarnya.

***

Tara dan Tya memakan makanan mereka dengan begitu lahap. Arisha memperhatikan kedua anaknya yang memakan makanan mereka seraya bercanda ria, hatinya selalu menghangat dibuatnya. Selalu seperti itu saat Arisha bersama keduanya. Kedua anak kembarnya itu menjadi self healing terbaik untuk Arisha saat Arisha lelah oleh hirup pikuk pekerjaan atau masalah lainnya.

“Mama gak makan?” tanya Tara saat melihat Arisha yang hanya tersenyum menatap keduanya.

“Mama seneng liat kalian makan, sampe lupa kalau Mama juga harus makan,” jawab Arisha tersenyum.

“Momi liatin kitanya sambil makan!” seru Tya mengambil sesendok makanannya lalu menyodorkannya pada Arisha.

Arisha kembali tersenyum, dengan senang ia membuka mulutnya menerima satu suapan dari anak gadisnya itu. Tak mau kalah, Tara juga mengambil sesendok makanan miliknya lalu menyodorkannya pada Arisha. “Ini punya Tara juga, Mah,” ujar Tara.

Dengan mulut yang penuh karena baru saja menerima suapan dari Tya, Arisha tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Tangannya mengangkat lalu menunjuk mulutnya sendiri seakan memberi isyarat kalau mulutnya masih penuh. Setelah ia selesai mengunyah, Arisha kembali membuka mulutnya menerima suapan dari Tara.

“Udah ya, kalian lanjut makan makanan kalian. Biar Mama makan makanan punya Mama sendiri,” ujar Arisha membuat Tara dan Tya yang tadinya berniat menyuapinya lagi kini mengurungkan niat mereka.

Senyum Arisha samar-samar memudar. Rasa mual, juga sakit dan pusing di kepalanya kini mulai terasa lebih dari sebelumnya. Arisha menghentikan makannya, ia memijat kepalanya sesaat berharap rasa sakit itu segera hilang.

Si kembar masih tidak begitu menyadari kalau Arisha sedang menahan sakit di kepalanya. Mereka masih melahap makanannya sambil bercanda ria membicarakan hal-hal konyol yang mereka lalui saat di taman kanak-kanak tadi siang. Hingga akhirnya Tara dan Tya terkejut saat suara gebrakan kursi yang jatuh disertai Arisha yang tidak sadarkan diri menghantam lantai.

“MAMA!” seru Tara dan Tya bersamaan.

Mereka segera melepas genggaman mereka terhadap alat makan yang mereka pegang. Setelah itu, Tara dan Tya segera turun dari kursi mereka dan menghampiri sang ibu yang sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Teriakan mereka sebelumnya cukup bisa membuat para pengunjung restoran yang tidak begitu banyak itu memperhatikan mereka.

“Mah! Mama kenapa, Mah!?” tanya Tya yang mulai menangis. Sementara Tara tampak cemas, ia hanya bisa celingak-celinguk berharap ada orang yang mau membantu mereka.

Salah satu pelayan restoran datang menghampiri mereka dan menanyakan bagaimana kondisi ibunya bisa sampai seperti ini.Tentu saja kedua anak kembar berusia empat tahun itu sama sekali tidak tau dan tidak mengerti. Karena sebelumnya sang ibu terlihat baik-baik saja.

Pelayan restoran itu sendiri bingung harus bagaimana menanganinya. Sementara Tya dan Tara hanya bisa menangis sambil berusaha membangunkan Arisha. Tidak ada pengunjung lain yang memedulikan tangisan si kembar, mereka hanya menonton adegan itu.

“Tunggu ya, kalian jangan nangis. Saya telepon ambulans,” ujar sang pelayan yang segera bergegas pergi.

Belum sempat pelayan itu mencapai telepon yang ada di meja kasir, ia menghentikan langkahnya saat hampir saja ia menabrak seorang pria jangkung yang baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. Seorang pria dengan pakaian yang rapi menatap datar ke arah pelayan tersebut membuat sang pelayan menunduk dan meminta maaf. Namun, laki-laki itu mengalihkan pandangannya ada sumber suara di mana ia mendengar dua anak kecil yang sedang menangis memanggil ibunya.

“Ada apa?” tanya laki-laki itu sang pelayan.

“Seorang wanita muda tiba-tiba tidak sadarkan diri, Pak,” jawab pelayan itu dengan raut wajah cemas.

“Kenapa?”

“Saya kurang tau, Pak. Kedua anak kecil yang sepertinya anaknya juga hanya bisa menangis memanggil mamanya. Saya berniat untuk menelepon ambulans,” jelas sang pelayan.

Laki-laki itu segera menghampiri Arisha diikuti dengan seorang laki-laki lainnya di belakangnya. Dahinya mengkerut saat melihat samar siapa wanita yang tengah tak sadarkan diri itu. Langkahnya semakin cepat mendekat, matanya membelalak.

“Arisha?” gumamnya pelan sambil semakin mendekatkan diri kepada Arisha dan kedua anaknya.

“Mama, bangun, Mah!” seru Tya sambil menangis.

“Ma ... ma?” ulang laki-laki itu semakin dibuat terkejut. “Ini mama kalian?” tanyanya tidak percaya.

“Om, bantu Mama, Om!” mohon Tara sambil menangis memegang tangan laki-laki itu.

Laki-laki segera menganggukkan kepalanya lalu berbalik menatap laki-laki yang sedari tadi membuntutinya. “Cepat siapkan mobil, Haerul. Dan bilang pada pelayan untuk tidak usah memanggil ambulans!” tegasnya pada sang asisten.

“Baik, Pak Ilham. Saya akan tunggu tepat di depan pintu keluar restoran. Apa Anda perlu saya untuk bantu mengangkatnya juga?” tanya Haerul.

Ilham menggelengkan kepalanya. “Hanya mobil, Haerul. Cepat!” seru Ilham membuat Haerul segera bergegas.

Ilham segera menggendong Arisha dalam pelukannya, satu tangan di bawah kakinya dan tangan lainnya menopang punggungnya. Ilham segera bergegas berjalan ke arah pintu keluar restoran dan menghampiri mobil miliknya yang sudah disiapkan berada tepat di depan pintu restoran tersebut dengan si kembar yang tentu saja mengikutinya di belakang sambil menangis. Ada perasaan marah saat melihat beberapa pengunjung yang hanya bisa terdiam menjadikan Arisha dan kedua anak kembarnya yang menangis menjadi tontonan semata dan bukannya membantunya.

Dan lagi, ia tidak mengira kalau ia akan bertemu dengan Arisha kembali setelah bertahun-tahun dirinya menghilang. Ilham menatap lagi ke arah si kembar, melihat kedua anak kembar yang menangis itu, Ilham jadi menduga-duga. Apakah mereka adalah darah dagingnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status