Ucapan Ruslan benar-benar membuat pemuda itu merasa jika dia memang bodoh. Kesalahan yang dia perbuat memanglah fatal. Dia telah membuat ayahnya sekarang ini berada dalam keadaan antara hidup dan mati.
Valentino Araya koma. Dia memang telah melewati masa kritis dan bahkan peluru yang bersarang di perutnya sudah berhasil diambil. Beruntung peluru itu tidak mengenai organ dalam vital Valentino. Namun sayang, sampai delapan jam usai operasi itu dilangsungkan, Valentino belum mau membuka matanya.Vesa hanya bisa meratapi segalanya. Penyesalan sudah tak bisa dia bendung lagi. Dia terlalu larut dalam kesedihan hingga mengabaikan ketiga temannya sepenuhnya. Vesa hanya tetep berada di depan ruang inap rawatnya dan tak mau beranjak dari sana meskipun Ruslan sudah membujuknya berulang kali.Keadaan itu berlangsung hingga hari keempat Valentino dirawat. Pemuda itu tak beranjak dari rumah sakit sekalipun. Dia hanya ke kamar mandi saja dan tak keluar dari ruang rawat i"Vesa, jangan seperti ini terus!" ujar Derrick White yang tak tahan melihat sahabatnya yang sudah hampir mirip seperti zombie.Pria muda itu sudah tak pernah mengurus dirinya hingga membuat sahabatnya itu cemas luar biasa.Vesa tak merespon ucapan Derrick."Vesa Araya, jika kau seperti ini terus, apa menurutmu ayahmu akan berterima kasih padamu? Apa ayahmu akan bangun hanya karena kau bertingkah seperti orang bodoh begini?" teriak Derrick.Vesa menatap kaget, ini pertama kalinya Derrick berteriak marah kepadanya seperti ini. Derrick White yang dia kenal adalah teman yang konyol dan sering membuatnya tak habis dengan tingkah anehnya. Namun, Derrick White yang sekarang sedang marah terhadapnya ini bukanlah Derrick yang seperti itu, melainkan Derrick yang tegas dan siap mengeluarkan taringnya saat dia marah.Derrick melihat wajah Vesa yang tampak kaget dan kemudian dia merendahkan suaranya, "Maaf. Aku hanya ingin kau bangkit. Ayahmu sudah m
"Astaga, kupingku." Derrick begitu kaget hingga kupingnya berdengung."Derrick, apa maksudmu tadi?" tanya Vesa syok."Ya itu, mereka merengek pada orang tua mereka untuk ikut berkuliah di sini. Orang tua mereka sudah mengizinkan tapi mereka harus pulang dulu. Pak Ruslan sebenarnya sudah mau mengurusnya tapi orang tua bersikeras ingin mereka kembali dulu. Ya, mereka kan tak pernah tinggal jauh dari orang tua mereka," jelas Derrick."Memangnya kau pernah?" cibir Vesa."Tidak, tapi kan aku beda," kilah Derrick."Apanya yang beda? Kau kan selalu... Hm... Bagaimana mengatakannya ya, kau itu selalu dimanja oleh orang tuamu,' ujar Vesa.Derrick menatap jengkel temannya itu dan membalas, "Bukan mauku. Salahkan mereka yang selalu menuruti semua keinginanku."Telinga Derrick kembali memerah, Vesa tiba-tiba saja ingin menjahili Derrick tapi tak jadi lantaran Ruslan mendatangai mereka."Tuan Muda, saya..."
"Kenapa? Apa aku terlihat aneh dengan setelan semacam ini?" Vesa melirik dirinya sendiri lewat cermin dan bayangan seorang pemuda tampan berbalut satu set pakaian kerja yang begitu menawan terpantul jelas di sana.Derrick akhirnya mendapatkan suaranya kembali, "Kau bercanda? Aneh? Justru sebaliknya. Kau terlihat hm... Keren meskipun tentu saja aku jauh lebih keren."Lay menatap malas sedangkan Lucas menanggapi, "Kau terlihat sangat mirip dengan ayahmu."Vesa tersenyum sedih. Andai saja dia tak berbuat kesalahan bodoh, ayahnya pasti akan ada di sisinya sekarang. Namun, dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa tak ada gunanya menyesal. Kejadian itu sudah terjadi dan tugasnya saat ini adalah menjaga dan mengelola perusahaan ayahnya sampai ayahnya bangun."Hei, tak usah sedih begitu. Dia pasti bangga sekali padamu, sekarang bagaimana kalau kita sarapan dulu? Perutku sudah keroncongan minta diisi," ujar Derrick dengan polos.Vesa memutar bola ma
Vesa masuk ke ruangannya dengan tergesa-gesa. Dia sedang dilanda kekesalan yang membuatnya tercekik. Dia lalau melonggarkan dasinya dan ketika matanya menangkap sebuah kulkas di dekat meja kerjanya. Dia segera mengambil air mineral dari sana dan meminumnya sampai tandas.Ketiga temannya menyusulnya tak lama kemudian bersama dengan Ruslan, Lusi dan juga Verlyta.Vesa segera berkata, "Maafkan aku. Aku tidak bisa menahan emosiku. Mereka keterlaluan, mereka sama saja menghina ayahku karena telah mempercayakan semua perusahaannya kepadaku."Ruslan mendekatinya dan menepuk pundaknya dengan pelan, "Kerja bagus, Tuan Muda." Ruslan menampilkan senyum tulusnya.Lusi bahkan ikut tersenyum, "Itu tadi luar biasa. Saya senang Anda melakukannya. Anda memang sudah seharusnya melakukan itu.""Bu Lusi benar, apakah Anda lihat bagaimana wajah para petinggi itu? Mereka kaget dan si Andre, manager playboy itu bahkan langsung pucat," celoteh Verlyta.
"Ayah, ini hari pertama aku menggantikan Ayah. Apa aku terlihat tampan seperti Ayah?" Vesa tertawa kecil.Ayahnya masih memejamkan matanya dan tak tahu kapan akan bangun. Namun, Vesa tak akan pernah berhenti menjenguknya. Segala macam cara sudah dicoba tapi belum juga menunjukkan hasil. Valentino Araya belum sadar. Keadaannya memang sudah stabil tapi tetap saja dia masih dalam koma."Ayah tahu orang-orang bilang aku sangat mirip Ayah. Yah, tapi mereka tidak salah. Aku juga merasa aku sedikit mirip Ayah." Jeda sebentar, dia mengolah napasnya dan mencoba menyimpan kesedihan yang dalam sebelum akhirnya melanjutkan acara curahan hatinya pada sang ayah."Secara fisik, kita mirip, tak bisa dibantah. Namun, setelah mendengar cerita Ruslan mengenai ibu, sifatku sedikit mirip dia. Iya kan, Yah?" ucapnya."Ibu. Aku banyak mendengar ceritanya dari Ruslan tapi aku masih belum puas. Aku ingin mendengar lebih banyak tentang ibu. Apakah Ayah tak ingin menceritak
"Kapan kita mulai kuliah?" tanya Lay pada Derrick yang sekarang ini sedang bermain game di bagian balcony."Lusa," jawab Derrick tanpa menoleh."Oh, baguslah. Kita akan mulai sibuk sekarang," ucap Lucas."Oh iya, apa aku sudah cerita pada kalian tentang ayah Vesa?" tanya Lay.Lucas menoleh, "Tentang apa?""Tentang bisnisnya," jawab Lay bersemangat."Tell me about it. Hello, kita semua sudah tahu. Tadi siang kan kita semua mempelajarinya," ucap Derick malas."Ah, bukan itu. Bukan bisnis yang di sini," ucap Lay."Kan memang bisnisnya tidak hanya ada di kota ini, Gardenia Hills saja tersebar di berbagai kota di negeri ini," sahut Derrick.Lay mulai tampak kesal dan melempar bantal pada Derrick. Derrick langsung mengeluarkan sumpah serapahnya.Mereka pun kembali bermain-main seperti anak TK hingga suara Vesa mengangetkan mereka, "Apa kalian tidak lelah?"Ketiganya menoleh, "Tidak."
"Kakekku," jawab Vesa.Mendengar jawaban itu, Derrick langsung memilih menyingkir dan mengajak si kembar ikut dengannya. Dia tidak ingin mengganggu privasi Vesa dengan kakek dan neneknya. Sudah tentu, Vesa membutuhkan waktu untuk berbicara dengan keluarganya.Vesa menarik napasnya dalam-dalam dan kemudian mengembuskannya perlahan. Dia menempelkan benda pipih dengan lancar 7 inch itu di sebelah telinga kanannya."Ha-halo, Opa. Apa kabar?" sapa pemuda itu."Apa katamu, Nak? Apa kabar?" ucap Thomas tak percaya."Hah!?"Vesa terdiam."Kau sudah membohongi kami dan nekad ke sana menyusul ayahmu dan sekarang kau bertanya tentang kabar kami?" ketus Thomas."Ehm, Opa itu... Aku...""Kau mau tahu kabar kami? Baiklah, akan aku beritahu. Aku hampir terkena serangan jantung saat Ruslan mengatakan jika kau sudah ada di Indonesia. Yang benar saja. Jika kau memang sangat ingin pergi ke sana dan berkuliah di
"Maaf, Tuan Muda. Ini sanga berbahaya untuk Nyonya dan Tuan Miller. Kita tidak bisa membahayakan keselamatan mereka, Tuan Muda."Vesa tak bisa berbuat apa-apa. Hal ini lantaran memang Vesa sendiri tahu bagaimana kondisi keduanya yang memang tak memungkinkan untuk terbang menggunakan pesawat. Ruslan meyakinkan Vesa jika sekarang Hera Adnan dan juga Thomas Miller telah diawasi oleh anak buahnya yang ada di sana sehingga Vesa tak perlu mencemaskan mereka. Maaf, Oma, Opa. Setelah ayah membaik, aku janji akan ke sana, batin Vesa dalam hatinya.Vesa menjalani hari-harinya sebagai seorang pebisnis muda yang cukup susah diterima. Tak jarang mereka secara terang-terangan menunjukkan wajah tak suka atau bahkan sedikit meremehkan setiap Vesa datang ke perusahaan milik sang ayah. Vesa tahu dirinya belum bisa membuktikan apa-apa karena saat ini dia baru saja terjun. Dia bahkan masih mempelajari jenis-jenis bisnis sang ayah, lebih tepatnya hanya per