Share

bab 5

Penulis: Azzhura_Nia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-23 15:41:10

Sementara itu, setelah mendapat telepon dari sang nenek, pria misterius itu pergi meninggalkan Vania sendirian di kamar tersebut.

Sekitar 1 jam kemudian, pria tersebut sampai di rumah neneknya dengan membawa beberapa hadiah yang sempat ia beli sewaktu perjalanan menuju rumah sang nenek.

"Nek," panggil pria tersebut.

"Ah Xander, rupanya cucuku sudah pulang," ucap sang nenek sembari berjalan menuju kearah cucunya dan langsung memeluknya.

Malam itu, Vania ditemani oleh seorang lelaki yang tidak lain adalah Xander Abraham Bernett, pengusaha muda yang namanya tersohor seantero jagat. Xander, yang masuk dalam daftar lima besar pengusaha terkaya di dunia, memiliki kekayaan yang belum pernah tertandingi di negeri ini. Dengan sikap yang elegan, Xander mencium punggung tangan neneknya, sebuah gestur yang menggambarkan hormat mendalam kepada sosok yang lebih tua.

"Kamu kemana saja Xander? Kenapa tak ingat rumah? Apa kamu sudah lupa dengan nenekmu ini?" Ucap nenek Sania Bernett sendu, tapi biasa dipanggil nenek Bernett.

"Nek, nenek kan tahu aku sangat sibuk. Maafkan aku ya nek, nanti jika ada waktu aku akan berkunjung kembali kesini," ujar Xander sembari tersenyum manis.

"Sekalian bawa cucu menantu untuk nenek ya Xander. Nenek ingin sekali menggendong cicit. Sejak kepergian kedua orang tuamu dan kamu jadi pebisnis besar, kamu sekarang begitu sibuk dan jarang sekali mengunjungi nenek, nenek kesepian dirumah ini," kembali nenek Bernett terlihat sedih. Ia memang begitu kesepian walau banyak sekali para pelayan dan pengawal di rumah besar miliknya itu.

Pada usia 13 tahun, nasib Xander dilanda badai hebat ketika kedua orang tuanya menjadi korban dalam tragedi mengerikan. Pesawat yang mereka tumpangi, dengan putus asa mencoba bertahan di angkasa, akhirnya menyerah pada kerusakan fatal di bagian mesin. Dengan pilu, tak satu pun dari awak kapal selamat dalam kejadian yang mencekam itu. Seluruh dunia yang mengenal kedua orang tua Xander, yang dikenal akan kemurahan hati mereka, terguncang dan bersatu dalam belasungkawa.

Dalam kesendirian yang mendalam setelah tragedi itu, Xander dibimbing oleh neneknya, Sania, yang menganugerahi semua kasih sayangnya pada cucu tunggalnya itu. Di bawah naungan sang nenek yang penuh kasih dan peduli, Xander tidak hanya melanjutkan pendidikan formal di sekolah, tetapi juga dirintis untuk menguasai ilmu manajemen dan bisnis, pelajaran yang mengisi banyak sorenya di rumah neneknya yang penuh kenangan. Meski diliputi kesedihan, Xander berkilau dalam studinya, selalu berada di puncak kelasnya, memastikan bahwa setiap pelajaran tambahan dari neneknya bukan hanya sebatas kewajiban, melainkan pijakan untuk masa depan yang lebih cerah.

"Aku masih belum memikirkan hal itu nek. Usiaku saja baru 28 tahun, aku masih ingin bersenang-senang," ucap Xander dengan entengnya dan itu membuat sang nenek geram dan sampai menjewer telinganya.

"Apa nenek harus menyusul kedua orang tuamu dulu baru kamu mau menikah hah?" Kesal nenek Bernett pada sang cucu.

"Aduh sakit nek. Aku kan hanya bercanda, lepaskan nek sakit," ucap Xander sembari memegangi tangan sang nenek yang menempel di telinganya.

Nenek Bernett pun melepaskan tangannya dan membiarkan sang cucu kesakitan. Seketika para anak buah Xander pun tertawa namun tak bersuara.

"Kalian mentertawakanku hah? Awas ya kalian, gaji bulan ini aku tahan," ujar Xander.

Sontak, semuanya pun langsung diam. Nenek Bernett yang melihat hal itupun hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah laku sang cucu.

"Mau sampai kapan kamu sendiri Xander? Sebelum nenek pergi, nenek ingin melihat kamu menikah dan menggendong anakmu," ucap nenek Bernett sendu.

"Jangan bicara seperti itu nek. Aku jadi sedih, tapi aku tak bisa hanya sembarang mengambil perempuan dan menjadikannya istri. Pernikahan bagiku bukan sekedar mainan dan candaan belaka." Ucap Xander sembari bersimpuh di kaki sang nenek.

Ia sebenarnya tak ingin membuat sang nenek sedih, namun ia juga tak bisa asal memilih pasangan. Xander memang tak menginginkan neneknya sedih, tapi untuk yang satu ini, ia tak bisa asal memilih.

"Bukankah banyak wanita di dekatmu?" Tanya nenek Bernett.

"Mereka hanya haus uangku nek, tak ada yang benar-benar tulus dan menerimaku apa adanya," ucap Xander lagi dan itu membuat nenek Bernett terdiam.

"Maafkan Xander nek jika Xander belum bisa memenuhi keinginan nenek yang satu ini," ucap Xander sedih.

"Sudah sudah, daripada sedih lebih baik kita makan siang bersama. Sepertinya makanan sudah siap di meja," ucap nenek Bernett dan mengajak sang cucu untuk makan siang bersamanya.

Sorot mata Nenek Bernett berbinar seraya senyuman menghias wajahnya yang penuh keriput itu. Bagi Xander, pertemuan kali ini terasa seperti berada di pelukan yang hangat, tidak ada tekanan, tidak ada tuntutan. Jarang-jarang sekali ia mendapatkan kesempatan seperti ini, karena biasanya pertemuan dengan neneknya selalu diwarnai dengan diskusi tentang pernikahan yang selalu ia hindari.

Xander sendiri memiliki pandangan yang cukup pesimis terhadap wanita, menganggap mereka terlalu rumit dan manja, gemar memboroskan uang dan tidak pernah puas dengan satu pria saja. Namun, di momen langka ini, ia bisa bernapas lega, merasakan kedamaian dalam diam tanpa prasangka atau paksaan, menyelami kedalaman ikatan keluarga yang terjalin melalui senyum tulus dari nenek yang begitu ia kasihi.

"Maaf tuan, informasi tentang wanita yang anda cari sudah kami dapatkan," bisik salah satu anak buahnya.

Xander pun mengangguk dan memberi kode untuk tak membahasnya kali ini karena takut sang nenek curiga padanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 9

    Tanpa menunggu lama, ia memanggil salah satu anak buahnya, menyusun rencana licik dengan senyum tipis penuh rencana di bibirnya."Pergilah ke kantor VL, pesan sebuah kalung berlian, katakan itu untuk nenekmu. Katakan dia mencintai keindahan, tapi kamu belum punya desain yang pas," ucap Xander dengan suara dingin yang tak meninggalkan ruang untuk protes.Dalam hati, hatinya bergemuruh, "Aku harus tahu, bagaimana sebenarnya kerja ibu tiri Vania."Sebelum rencana ini lahir, Xander sudah menyusuri jejak digital perusahaan itu, menelusuri setiap desain dan penghargaan yang dipajang. Rancangan-rancangan Vania, penuh estetika dan keindahan, bukan sekadar perhiasan biasa. Mereka adalah mahakarya yang memikat pelanggan-pelanggan elite hingga rela merogoh kocek dalam-dalam.Selain itu, ia juga ingin menghadiahkan kalung tersebut pada sang nenek, meski ia tahu bukan Vania yang mendesign kalung tersebut, jadi sudah pasti hasilnya akan berbeda dari ekspektasi

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 8

    "Ayo kita masuk ke dalam," ucap dokter Willy sebelum ia menjawab pertanyaan dari Vania.Setelah mereka masuk ke dalam ruangan pak Widodo, bukannya menjawab pertanyaan Vania, justru dokter Willy balik bertanya."Vania, apakah kamu tahu obat yang di konsumsi pak Widodo selama ini?" Tanya dokter Willy."Tidak dok. Tapi yang ku tahu, dokter yang biasa menangani ayah saya itu memberikan beberapa obat yang dia klaim bisa menyembuhkan penyakit vegetatif ayah saya, walaupun dalam jangka waktu yang cukup lama karena katanya sarafnya rusak." Jawab Vania dengan jujur. Ia masih ingat betul apa perkataan dokter yang menangani kesembuhan sang ayah selama ini, jadi dia percaya saja."Sepertinya kamu telah dibodohi oleh dokter tersebut. Lihatlah hasilnya," ucap dokter Willy sembari menyerahkan kertas selembar berisi data hasil lab pak Widodo yang baru saja keluar."Apa maksudnya ini dok?" Tanya Vania yang tak faham dengan bahasa kedokteran."Dis

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 7

    "Untuk informasi itu, saya belum menemukannya tuan. Para tetangga pun tak melihat kemana nona Vania pergi. Yang saya tahu, nona Vania pergi ke luar negeri untuk mengobati penyakit ayahnya yang tak kunjung sembuh sejak kecelakaan itu terjadi," ucap anak buah Xander lagi."Baiklah, informasi ini saya terima. Ingat, jangan bocorkan pada siapapun tentang informasi ini. Jika sampai kamu melakukannya, maka kamu tahu sendiri akibatnya," ucap Xander penuh dengan penegasan."Baik tuan. Ucapan anda adalah perintah bagi saya," ucap anak buahnya itu."Kamu keluarlah!" Titah Xander dan anak buahnya itu langsung menunduk patuh dan berjalan keluar pintu.Xander tenggelam dalam lamunan berat di ruangannya, pergulatan batin yang tak terbendung menghantui setiap detik waktu luangnya. Ketidakmampuannya untuk hanya diam dan terus-menerus dihantui oleh kenyataan bahwa ia telah merenggut kesucian Vania, membebani hatinya dengan rasa bersalah yang mendalam. Bagi Xander, momen itu mungkin juga baru bagi diri

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 6

    "Xander," panggil nenek Bernett. "Iya nek," sahut Xander dengan penuh semangat, mulutnya penuh sesak dengan lahap menikmati setiap gigitan masakan lezat di hadapannya. "Benar-benar kangen masakan rumah!" Ucap Xander sembari tersenyum. Nenek Bernett tersenyum lembut ke arahnya, mengelus kepala Xander dengan sayang. "Puas ya, Nak? Rasanya seperti pelukan ibumu, kan?" Tanya nenek Bernett. Xander mengangguk, matanya berkaca-kaca, "Iya Nek, tiap suapan dari tangan Nenek seperti mendapat pelukan hangat dari ibu. Meski tak ada yang bisa menggantikan Ibu, tapi Nenek... Nenek buat hati ini begitu hangat." Ucapnya. Nenek Bernett memeluk cucunya itu, merapatkan dekapannya. "Nenek selalu di sini buat kamu, Nak. Cinta Nenek juga nggak akan berkurang sedikit pun Untukmu." Ucap nenek Bernett. "Terimakasih banyak Nek. Hiduplah lebih lama lagi Nek. Aku masih ingin merasakan ini lebih lama di hidupku," ujar Xander. "Tentu Xander. Nenek akan berusaha yang terbaik untuk kesehatan nene

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 5

    Sementara itu, setelah mendapat telepon dari sang nenek, pria misterius itu pergi meninggalkan Vania sendirian di kamar tersebut. Sekitar 1 jam kemudian, pria tersebut sampai di rumah neneknya dengan membawa beberapa hadiah yang sempat ia beli sewaktu perjalanan menuju rumah sang nenek. "Nek," panggil pria tersebut. "Ah Xander, rupanya cucuku sudah pulang," ucap sang nenek sembari berjalan menuju kearah cucunya dan langsung memeluknya. Malam itu, Vania ditemani oleh seorang lelaki yang tidak lain adalah Xander Abraham Bernett, pengusaha muda yang namanya tersohor seantero jagat. Xander, yang masuk dalam daftar lima besar pengusaha terkaya di dunia, memiliki kekayaan yang belum pernah tertandingi di negeri ini. Dengan sikap yang elegan, Xander mencium punggung tangan neneknya, sebuah gestur yang menggambarkan hormat mendalam kepada sosok yang lebih tua. "Kamu kemana saja Xander? Kenapa tak ingat rumah? Apa kamu sudah lupa dengan nenekmu ini?" Ucap nenek Sania Bernett sendu, t

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 4

    Aldo ke rumah Vania dengan membawa temannya yang seorang dokter ahli saraf. Mereka pun kemudian masuk kedalam tanpa memperdulikan ocehan bu Lina. "Heeeh awas kalian ya," kesal Bu Lina. Bu Lina juga ikut masuk kedalam sembari memperhatikan mereka. Sesaat setelah sampai di kamar pak Widodo, "Tolong periksa ayah saya dok," ucap Vania. Teman Aldo yang bernama Willy itu pun segera memeriksa keadaan ayah Vania yang hanya bisa terbaring lemah tak berdaya diatas tempat tidur. "Lebih baik kita segera membawa beliau kesana. Disana alat-alat kesehatannya sudah sangat canggih. Saya yakin ayahmu akan sembuh jika ditangani dengan baik disana," ucap teman Aldo tersebut. Vania pun menatap Aldo sesaat dan terlihat Aldo langsung mengangguk. Vania pun ikut mengangguk dan menyetujui keputusan dokter. Baginya, kesehatan sang ayah amatlah penting dari apapun. "Baiklah saya setuju," Vania segera mengambil koper miliknya dan milik sang ayah yang memang sudah ia persiapkan sebelumnya. "Tungg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status