Главная / Romansa / Anak Rahasia Sang Presdir / Perjodohan yang Tidak Diinginkan

Share

Perjodohan yang Tidak Diinginkan

Aвтор: Missia
last update Последнее обновление: 2024-05-21 19:32:59

“Mama, teleponmu bunyi,” ucap Felix yang mengalihkan tatapannya dari piring berisi sereal bintang rasa madu menuju telepon Ariana yang berada di atas meja. 

Sementara itu, Ariana tampak sibuk di dapur untuk memasak makanan untuknya dan bekal untuk Felix nanti. Mata Ariana fokus pada masakan di depannya. Tangannya dengan cepat mengambil bumbu-bumbu dan mencampurkannya ke dalam teflon. Ia terlalu sibuk untuk bisa mengambil ponselnya yang berdering.

“Benarkah? Apa kamu bisa ambilkan ponsel Mama, Felix?” ucap Ariana sembari menoleh ke arah Felix yang ada di meja makan.

Felix pun mengambil ponsel Ariana yang ada di atas meja dan turun menuju mamanya. Ariana mengecilkan panas pada kompor tanamnya. Ia mengusap tangannya ke apron bergambar bunga mataharinya, lalu ia pun mengambil ponsel dari tangan Felix.

“Terima kasih, Felix,” ucap Ariana sembari mengusap kepala Felix.

“Paman Jake yang menelpon,” ujar Felix. Anak itu tadi melihat foto pria yang tidak asing di layar ponsel Ariana.

Ariana sendiri melihat tulisan ‘Jake’ dan segera mengangkat telepon itu sebelum mati. Senyumnya melebar membayangkan pria yang sudah akrab dengannya itu. “Halo, Jake! Maaf membuatmu menunggu lama, aku sedang memasak.”

"Halo juga, Ariana! Tidak apa-apa. Salahku sendiri menelpon jam segini. Di sana masih pagi, ya? Di sini sudah siang. Oh, iya! Bagaimana kabarmu dan Felix? Bagaimana rumah barunya? Lebih enak di sini atau di sana? Sudah lama kita tidak bertemu, aku jadi kangen sama kalian."

Ariana tertawa. “Apaan, sih, Jake? Kita kan baru bertemu minggu lalu. Aku dan Felix baik-baik saja. Felix juga tidak rewel di tempat barunya ini. Kamu sendiri bagaimana? Masih sibuk seperti biasanya?”

"Dasar, Ariana. Aku baik-baik saja dan sudah tidak sesibuk bulan lalu. Aku punya rencana untuk mengunjungi rumah baru kalian. Hampir dua bulan aku bekerja keras tanpa istirahat, sekarang aku mau liburan dan bermain di negara baru kalian berdua selama satu bulan penuh! Kamu tidak keberatan, kan?"

Felix yang mendengar suara Jake melalui speaker itu pun berbinar. “Paman Jake mau ke sini? Yeay! Aku enggak sabar ketemu sama Paman Jake lagi! Kapan Paman Jake datang?” Felix melompat-lompat kegirangan di sekitar Ariana.

"Wah, apa ada Felix di sana?" tanya Jake yang mendengar teriakan Felix.

“Mama, aku mau ngomong sama Paman Jake juga!” ucap Felix bersemangat.

Ariana tersenyum melihat tingkah Felix dan memutuskan untuk memberikan ponselnya pada anak itu. “Kamu saja yang bicara dengan Paman Jake. Mama mau lanjutkan masaknya, kalau dibiarkan terus nanti gosong, nih.”

Dengan ponsel di tangannya, Felix berlari kecil ke arah sofa dan duduk di sana. Ia mengganti mode telepon menjadi panggilan video sehingga bisa melihat wajah Jake dengan sangat jelas. Keduanya berbincang panjang lebar. Felix menanyakan berbagai macam pertanyaan dan Jake pun menimpalinya. Mereka berdiskusi tentang apa saja yang akan mereka lakukan ketika Jake sudah berada di sana nantinya.

“Aku enggak sabar main sama Paman Jake!”

***

Di sebuah laboratorium sains yang terlihat cukup berantakan, seorang pria tua dengan rambut yang mulai memutih terlihat sibuk dengan kegiatannya. Matanya fokus dan berusaha untuk tidak ada yang terlewatkan dari pekerjaannya. Ia juga tidak boleh sembarangan dalam membuat hasil dari penelitiannya tersebut. 

Salah satu pria mendekatinya. Mereka berdua sama-sama mengenakan sneli putih. “Profesor Harry, sejauh ini hasilnya sudah mencapai delapan puluh persen identik.”

Pria itu memberikan hasil penelitiannya pada Harry, pria yang mulai beruban itu.

Harry pun dengan segera menerimanya dan memperhatikan dengan teliti. Kepalanya mengangguk-angguk sembari membaca kertas itu. 

‘Hanya tinggal selangkah lagi, maka semuanya akan selesai,’ batin Harry.

“Kurasa hasilnya memang tidak akan berbeda setelah ini.” Harry menyeringai. “Aku sepertinya sudah bisa menebak hasilnya. Sudahlah, ayo kita lanjutkan bagian akhirnya,” ucap Harry pada asistennya.

***

“Presdir, apa Anda benar-benar mau membatalkan pertemuan besok?” tanya Nichole dengan dahi mengerut. Ia berharap Saka akan menarik kembali keputusannya untuk membatalkan pertemuan di akhir pekan besok.

“Iya. Aku tidak punya pilihan lain selain menunda pertemuan ini.” keputusan Saka sudah bulat. Ia tidak bisa menolak permintaan ibunya dan terpaksa harus berbohong jika ia tidak punya pekerjaan, padahal sebenarnya sangat sibuk.

“Anda yakin?” tanya Nichole sekali lagi untuk memastikan.

Urat dahi Saka berkedut. Ia memijat keningnya. “Iya. Bukankah sudah aku katakan? Pindahkan jadwalnya ke minggu depan. Katakan saja ada urusan mendadak yang tidak bisa kutinggalkan. Biasanya juga aku tidak seperti ini.”

Saka harus segera sampai di mansion orang tuanya. Jika telat sebentar saja, pasti Diana akan mengomel dan memberikannya rentetan pertanyaan yang tidak jauh berbeda seperti saat di ruang investigasi. 

“Apa Presdir baik-baik saja?” tanya Nichole khawatir saat melihat raut wajah susah Saka. 

Saka menggeleng kecil. “Tidak, aku tidak apa-apa, cuma agak pusing saja.”

Masih dengan tatapan khawatir, Nichole berkata, “Ya sudah, kalau begitu akan aku sampaikan pada klien kita. Kalau Presdir butuh sesuatu, katakan saja pada saya.”

Saka mengangguk dan pergi menuju mobilnya yang berada di garasi. 

***

Dua orang pria dan wanita saling bertatapan, seolah saling terpana akan keberadaan satu sama lain. Dalam skenario, ini adalah pertemuan pertama antara pemeran utama pria dan wanita.

“Cut! Cut!” 

Sutradara berteriak dengan pengeras suara yang ada di tangannya. Seketika, kegiatan syuting pun berhenti. Orang-orang bernapas lega dan meletakkan beban yang ada di pundak mereka. Beberapa kru segera menghampiri aktris dan aktor dengan membawa payung dan minuman di tangan mereka.

“Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini,” ucap Alano dengan ramah. Rambutnya sedikit bergerak karena kipas angin kecil yang dipegang oleh salah satu kru yang mengarah kepadanya.

“Iya, kamu juga,” balas Luna yang memperbaiki rambutnya. 

“Syuting hari ini bagus! Semuanya berjalan lancar dan hanya ada sedikit kesalahan saja! Memang, ya, kalau bekerja dengan profesional pekerjaan jadi lebih mudah,” ucap Sutradara dan disetujui oleh orang-orang yang ada di sana. “Malam ini, kita akan makan-makan! Jadi, jangan ada yang pulang dulu, ya! Makanannya sudah aku pesankan, sebentar lagi akan datang!” 

“Wah, Pak Sutradara baik sekali!”

“Sepertinya biaya produksi kali ini memang cukup besar, jadi kita bisa sering makan-makan.”

Luna menyisir rambutnya dan berjalan mendekati Sutradara. “Pak Sutradara, maaf, kali ini aku tidak bisa ikut makan-makan. Aku sedang ada acara penting.”

“Yah, masa pemeran utamanya tidak bisa hadir? Ya sudah, tidak apa-apa. Aku tahu kalau kamu orang sibuk dan penting. Pergilah!” ucap Sutradara dengan wajah pura-pura sedih.

“Kamu tidak ikut makan bersama?” ucap Alano yang ikut bergabung. “Sayang sekali, Ariana juga tidak bisa ikut karena ada urusan.”

Luna tertawa kecil. Tawanya membuat semua orang lupa akan kesalahan yang ia perbuat. “Aku usahakan untuk bisa hadir ke acara makan-makan kita lain kali. Terima kasih sudah mengundangku, Pak Sutradara. Lain kali kita bisa makan bersama Kak Alano!”

***

Setelah beberapa menit mengemudi, mobil merah Saka pun berhenti di sebuah mansion mewah. Sudah lama Saka tidak datang ke mansion itu, padahal dulu ia besar di sini.  Beberapa pelayan menyambut kedatangannya dan berkata jika Diana sudah menunggunya.

Belum juga masuk ke ruang tengah, wanita dengan rambut disanggul itu muncul dengan senyum cerah. Kedua tangannya terentang untuk menyambut Saka. “Anakku! Akhirnya kamu pulang juga, Nak!”

Diana menarik Saka ke dalam pelukannya. Saka pun membalas pelukan ibunya. Meski ia terkadang kesal dengan wanita itu, bukan berarti Saka membenci Diana. Anak dan ibu itu berpelukan selama beberapa detik. Lalu, Diana menarik tangan Saka untuk masuk ke dalam.

“Bagaimana hari-harimu, hmm? Kamu makan dengan benar, kan? Jangan melewatkan makan! Mama akan menangis kalau kamu sakit,” omel Diana masih dengan menarik lengan Saka.

“Tidak, Ma. Aku selalu makan tepat waktu,” jawab Saka. Berbohong sedikit tidak masalah asal Diana senang.

“Oh, iya! Mama punya kejutan buat kamu! Kamu pasti tidak akan bisa menebaknya!” seru Diana bersemangat.

Alis Saka mengerut. “Kejutan?” tidak biasanya Diana memberikannya kejutan. Bukannya merasa senang, perasaan Saka justru menjadi tidak enak.

‘Apa keputusanku ke sini adalah hal yang salah?’ batin Saka. Ia ingin kembali, tetapi ia sudah masuk ke perangkap mamanya dan tidak akan bisa keluar sampai Diana yang melepaskannya sendiri.

Diana dan Saka pun sampai di ruang makan. Saka bisa melihat ayahnya, Arnold, sedang duduk di kursinya. Pria itu terlihat sedang berbincang dengan seseorang. Senyum lembut tercetak di wajah Arnold. Saka pun sadar jika itu bukanlah raut wajah yang biasanya dipasang Arnold ketika berbicara dengan pekerja di rumahnya.

Rasa penasaran Saka pun terjawab ketika ia benar-benar memasuki ruangan makan tersebut. Matanya melebar saat melihat seorang wanita tengah berbincang akrab dengan Arnold.

“Akhirnya, Saka sudah datang!” seru Diana senang. 

Dua orang yang tengah berbincang itu menghentikan dialog mereka dan menoleh ke arah Saka dengan senyum lebar. Sementara itu, Saka justru tertegun di tempatnya.

“Selamat datang, Saka,” sambut Arnold.

“Kak Saka! Sudah lama tidak bertemu, ya?” ucap wanita itu. Karena terlalu senang, ia sampai berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Saka.

“Luna, bagaimana kamu bisa ada di sini?!”

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Hari Pernikahan

    “Mama cantik sekali …. seperti putri yang ada di film-film!”Ariana menoleh pada Felix yang tidak mengalihkan tatapannya darinya. Wajah anak empat tahun itu masih terlihat polos, ditambah ketika mulutnya menganga kecil membuat Felix terlihat menggemaskan.“Masa, sih?” Ariana menyentuh wajahnya. “Iya! Mama yang paling cantik! Mama cocok sekali pakai gaun putihnya!”Alice yang berada di antara kedua orang itu mendengkus. “Tentu saja! Kan Mami yang desain bajunya!”Ariana tertawa melihat respon Alice. “Kamu benar. Terima kasih sudah mau menuruti permintaan egoisku, Alice. Karena Saka minta tanggal pernikahannya harus cepat, kamu jadi tidak bisa tidur demi mengerjakan gaunnya.”Alice menggeleng. Ia menatap Ariana yang terlihat menawan dalam balutan gaun putih dengan rok yang mengembang seperti bunga mawar putih yang mekar. Riasan Ariana tidaklah berlebihan, sangat pas untuk acara pernikahan. Rambutnya yang panjang itu dikepang dan disanggul, lalu dihias dengan tiara sederhana tetapi terl

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Lamaran Saka

    Setelah itu, kelima orang itu pun berkumpul di belakang mansion. Sebelum acara dimulai, mereka mempersiapkan beberapa perlengkapan. Saka dan Arnold menyiapkan alat masak, sedangkan Ariana, Diana, Grace, dan Felix mulai menyiapkan bahan-bahannya.“Hmm … kenapa mereka tidak datang juga, ya?” gumam Diana yang terlihat khawatir.“Eh? Mereka siapa, Ma? Bukannya sudah lengkap?” tanya Ariana heran.“Itu, teman—”“Kami datang! Maaf ya menunggu lama!”Tiba-tiba, terdengar seruan dari belakang Ariana. Ariana yang mendengar suara yang tidak asing pun dengan cepat menoleh ke asal sumber suara. Matanya melebar dan senyumnya mengembang.“Kalian?!” Ariana berseru tidak percaya saat melihat Alano, Alice, dan Nichole datang. Ariana berjalan ke arah Alice dan memeluknya sejenak. “Kalian juga diundang?”Alano dan Alice mengangguk mantap. Diana yang ikut bergabung pun berkata, “Iya, Mama juga mengundang mereka. Mereka teman-temanmu, kan? Nichole juga datang karena dia sudah seperti anakku sendiri, hihi.

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Sangat Cantik

    Brak! Brak! Brak!Hari ini rasanya sama sekali tidak menenangkan seperti biasanya. Felix yang sejak tadi menunggu Ariana itu menggedor-gedor pintu kamar Ariana dengan bersemangat.“Mama! Mama! Cepatlah! Apa masih lama ganti bajunya?!” teriak Felix tidak sabaran.“Sebentar, Sayang!” teriak Ariana dari dalam kamar.Wanita itu sebenarnya sudah memakai gaunnya, hanya saja ia masih perlu menata rambut dan memasang anting-antingnya. Belum lagi ia harus memakai make up. Meski Ariana tetap cantik tanpa menggunakan make up, tetapi rasanya akan sangat kurang jika ia tidak merias wajahnya saat pergi ke luar. “Ma, aku masuk, ya!” teriak Felix lagi. Kali ini, ia menggapai gagang pintu kamar Ariana dan mendorongnya.“Eh, Felix?!” seru Ariana terkejut. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan Felix untuk masuk.“Duh, Mama ini padahal udah cantik, apa masih perlu pakai make up?” protes Felix.Ariana menggembungkan pipinya dan menatap anaknya yang sudah tampan itu. Ia menatap Felix dengan

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Ariana Bertemu Pembunuh Ayahnya

    “Apa? Siapa?” Ariana sebenarnya masih belum paham dengan apa yang dikatakan oleh Saka kepadanya. Pria itu seperti ingin memberitahukan sesuatu pada Ariana, tetapi di sisi lain, dia juga tidak mau. Ariana pun bingung dan penasaran di saat yang sama.“Bukankah Ayah saya meninggal karena sakit, Tuan?” tanya Ariana sekali lagi. Ia mulai tertarik dengan topik pembicaraan Saka yang tiba-tiba.Saka terdiam mendengar rentetan pertanyaan dari Ariana. Sayangnya, ada satu hal yang lebih menarik perhatiannya daripada topik pembicaraan yang baru saja ia angkat itu. Saka tersenyum kecil dan berkata, “Aku baru sadar kalau selama ini kamu memanggilku dengan embel-embel ‘Tuan’. Aku kan bukan majikanmu. Kamu bisa panggil aku Saka atau panggilan apapun yang kamu suka. Kamu juga bisa bicara dengan santai, tidak perlu kaku dan formal begitu.”Ariana tergagap. Sebenarnya ia terbiasa memanggil Saka dengan sebutan Tuan karena Saka menjadi atasannya di agensi tempatnya bermain drama terakhir kali. Ia jadi ket

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Balasan Luna dan Morgan

    ‘Kenapa dia ada di sini? Bukannya semalam dia ada di atas sofa?’ batin Ariana kelabakan. Ini memang bukan pertama kalinya dia dan Saka berada di ranjang yang sama. Setiap kali Felix meminta mereka tidur bersama, selalu saja hal seperti ini terjadi.Akan tetapi, Ariana tidak mendorong Saka untuk menjauh. Ia justru diam dan menata wajah tampan Saka yang tertidur dengan pulas. Dia tampak tenang setelah semalam terjaga membantunya merawat Felix yang terus menangis kesakitan.Yang tidak Ariana ketahui adalah, Saka sebenarnya juga kurang tidur selama sebulan terakhir. Banyak hal yang harus ia urus. Apalagi ia juga disibukkan dengan Felix dan pikirannya yang terus berputar tentang Ariana yang tidak ada di sisinya.‘Ternyata dia juga bisa memasang wajah polos seperti ini. Padahal biasanya dia selalu mengernyitkan alisnya tajam dan punya aura wibawa yang luar biasa,’ batin Ariana lagi. ‘Tapi sekarang dia seperti anak kecil.’‘Kalau dilihat-lihat, Felix mirip sekali dengannya,’ batin Ariana cem

  • Anak Rahasia Sang Presdir   Felix Sakit

    “Alice! Alice!”Begitu mendapatkan panggilan dari Saka yang mengatakan bahwa Felix tengah sakit, Ariana langsung bangkit menuju Alice yang sedang bersantai di kamarnya.“Ada apa, Ariana? Kenapa panik begitu?” tanya Alice keheranan.Ariana melompat ke atas kasur Alice sambil menjawab, “Felix sakit, Alice! Kita harus pergi ke mansion Tuan Saka sekarang!” Alice berseru mendengarnya, “Hah? Felix sakit? Kalau begitu kita harus cepat ke sana!”. Dengan cepat ia pun mengambil kunci mobilnya dan menarik lengan Ariana untuk berlari bersama menuju basemant apartemennya.Alice tentu saja dengan senang hati membantu Ariana untuk bertemu dengan Felix. Alice tahu betapa rindunya Ariana pada anaknya itu, apalagi akhir-akhir ini mereka juga merasakan duka mendalam setelah kepergian Jake. Dengan adanya kesempatan untuk bertemu dengan Felix, maka Alice tidak akan menyia-nyiakannya.“Terima kasih banyak sudah mengantarkanku kemari, Alice,” ucap Ariana ketika mereka sudah berada di depan gerbang mansion

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status