Berhasil melancarkan serangan penuh wibawa terhadap Fenesya, Jeceline menarik tangan Kevin, melanjutkan kembali perjalanan mereka dan membiarkan Fenesya membatu di belakang. Senyum kemenangan terukir di sudut bibirnya ketika menoleh sedikit ke belakang, meninggalkan kesan ledekkan terhadap Fenesya. “Kalian berdua, kenapa lama sekali?” sapa Leanora yang berpapasan dengan mereka begitu memasuki salah satu ruangan di rumah besar itu. Jeceline segera melepaskan rangkulan tangannya dari Kevin dan segera mendekati Leanora, dia memberikan kecupan bergantian di kedua pipi mertuanya sambil mengucapkan ucapan selamat ulang tahun. “Hari ini Ibu adalah bintang utamanya, kenapa repot-repot mencari kami?” canda Jeceline memandang dalam senyum. “Salahkan kalian berdua yang lama datang. Para tamu di luar sana sangat menantikan kehadiran kalian berdua di hari spesialku,” balas Leanora memasang wajah kecut bersamaan menyilangkan kedua tangan di depan dada. Jeceline mengerutkan k
Ruangan yang penuh dengan orang-orang penting dan berpengaruh, termasuk pebisnis-pebisnis menjadi satu tantangan bagi Jeceline untuk menahan perasaan sebenarnya. Begitu mereka berdua membaur bersama tamu undangan, banyak sapaan berlanjut pertanyaan ditujukan hanya untuk menanyakan gosip seperti yang dikatakan Leanora. Namun Jeceline sama sekali tidak terpengaruh sebab dia sudah menyiapkan jawaban tepat untuk menepis semua hal buruk tentang hubungannya dengan Kevin. “Tidak, itu sama sekali tidak benar. Mungkin ada pihak yang sengaja ingin menghancurkan nama baik suamiku dengan cara seperti itu. Jika itu benar, tidak mungkin kami berdua akan berdiri di sini,” jawab Jeceline tersenyum ramah di depan beberapa undangan yang menunggu pertanyaan mereka terjawab. Tak lama kemudian acara dibuka dengan peribadatan yang memakan waktu sekitar satu jam setengah, dan akhirnya tiba di ramah-tamah serta pelayanan dari keluarga. Semua tamu undangan dipersilahkan menyantap bersama sajian
“Maaf,” bisik Kevin sembari mengecup kepala Jeceline dengan lembut. Setelah beberapa menit mencari di semua ruangan akhirnya dia berhasil menemukan Jeceline. Dugaan Kevin benar kalau saat ini Jeceline pasti diam-diam sedang melepaskan semua kesedihan dan kekecewaan di dalam hati. Sebenarnya sejak hari di mana Hillary mengungkapkan hubungan gelap mereka kepada Jeceline, Kevin benar-benar merasa bersalah dan takut jika dia benar-benar ditinggalkan oleh istri yang sangat dia cintai. Mungkin hal ini terdengar egois karena jika mencintai tentu tak akan mengkhianati, tapi dalam kasus hubungan gelap bersama Hillary benar-benar di luar dugaan dan tak pernah terpikirkan. Saat itu dia hanya tertarik dengan kepribadian Hillary yang mirip dengan Jeceline hingga tanpa sadar telah terbawa suasana dengan kenikmatan unik di balik hubungan sembunyi-sembunyi. Namun hal itu tidak berlangsung begitu lama sebab kasih sayang dan kesabaran Jeceline telah berhasil menyadarkan Kevin kalau sudah saatn
Mendengar hal itu, Jeceline segera membukakan pintu dan mendapati Julius yang berdiri di depannya dengan memasang wajah kaku bercampur cemas. “Bu Selin, ma-maaf ... aku tak bisa menghentikan Pak Kevin minum alkohol,” ucap Julius terbata-bata. Jeceline melotot, tubuhnya merespon cepat dengan melangkahkan kaki, berjalan menuju koridor kecil di samping kanan. “Dasar! Kenapa juga harus menggunakan cara seperti ini untuk menarik perhatianku?!” gumamnya menggerutu kesal. Begitu membuka pintu ruang kerja Kevin, Jeceline masuk ke dalam. Tak ada bayangan Kevin di sana, hanya sambutan aroma alkohol yang kuat masuk ke indera penciumannya dan beberapa botol minuman berserakan di lantai. Jeceline mengerutkan kedua alis kening bersamaan meletakkan jemari tangan menutupi hidung, lalu berjalan ke arah pintu balkon begitu pandangan matanya tertuju ke sana. “Julius, kenapa kau lama sekali? Cepat berikan padaku!” Kevin menengadah pelan ke arah pintu koridor. Dia tersenyum kecil begitu
Jauh di dalam lubuk hati Jeceline tidak pernah terpikirkan untuk membalas Kevin dengan cara yang sama, tapi karena emosi dan rasa sakit sudah tak tertahankan lagi hingga akhirnya kalimat kasar itu terucap begitu saja dan berhasil membungkam Kevin. Melihat ekspresi Kevin yang terpaku dalam diam, Jeceline memilih pergi meninggalkan Kevin. Perkataan yang baru terlontarkan membuatnya merasa bersalah juga, sebab baru kali ini dia lepas kendali di depan Kevin. Namun mau bagaimana lagi, Jeceline juga manusia biasa, tak mungkin akan tetap bersabar di saat kebahagiaannya dirusak oleh orang yang dia cintai sendiri. *** “Ada urusan apa kau memintaku kemari?” Jeceline duduk berhadapan dengan Fenesya di antara meja. Sebelumnya, saat dia terbangun Fenesya menghubungi dan mengajaknya bertemu karena ada hal penting yang ingin dikatakan. Kebetulan saat itu Kevin sudah pergi, jadi dia memiliki kesempatan untuk menemui Fenesya. Rasa penasarannya begitu tinggi sebab sangat jarang Fenesya memin
“Kalau aku jadi kamu, tidak akan kuterima pengkhianatan ini. Untuk apa menyembunyikan hal buruk Kevin di depan semua orang dan berpura-pura bahagia? Dasar wanita bodoh!” lanjut Feneysa mendengus kesal. “Sejak kapan kau mengetahui hal ini, Fenesya? Kenapa kau selalu membuntuti kehidupan rumah tanggaku?!” Jeceline menatap Fenesya, sementara berusaha membendung bening yang mulai menumpuk di kelopak matanya. “Aku sudah memperingatimu sebelumnya, hanya saja kau tidak waspada, malah memarahiku karena sengaja memprovokasi hubungan kalian berdua.” Jeceline terdiam memikirkan masalah lain yang akan datang jika Fenesya memberitahukan tentang keturunan Kevin yang dikandung Hillary. Leanora pasti akan senang dan sangat menerima cucu pertamanya meski status anak yang akan lahir itu hasil dari hubungan gelap Kevin. Tentu garis keturunan dari Kevin tak mungkin dibuang begitu saja. Air mata Jeceline mengalir di pipi. Meski ingin menahan karena tak mau jika Fenesya tertawa dalam kem
Jeceline segera bersiap. Sekretaris kantor menghubunginya tepat waktu, dengan begini dia bisa melupakan sejenak perbuatan Kevin dengan menyibukkan diri mengatasi masalah perusahaan. Begitu sampai di depan bangunan besar bertingkat, Jeceline memarkirkan mobilnya dan keluar dari dalam sana. Dia memperhatikan sekeliling, memastikan tidak ada bayangan para wartawan. Bukannya berpikir terlalu jauh, tapi dia hanya mencoba untuk mewaspadai keadaan karena sejak dulu ada beberapa orang yang tak suka dengan keberhasilan Kevin di usia muda sehingga berbagai cara selalu datang untuk mencemarkan nama baiknya. Di tambah lagi persaingan politik membuat mereka berdua harus ekstra hati-hati dalam bertindak. “Tolong parkirkan mobilku, dan pastikan tidak ada wartawan di sekitar sini,” ucap Jeceline saat salah satu karyawan laki-laki menyambutnya. Begitu masuk ke dalam gedung, beberapa karyawan yang berpapasan menyapa dengan memasang wajah cemas. Hal ini membuat Jeceline semakin penasaran
“Julius, apa Bu Selin menitipkan pesan padamu? Maksudku, apa dia memberitahumu ke mana dia akan pergi?” Pagi ini Kevin kembali ke rumah dan mendapati kamar Jeceline kosong. Pikirnya mungkin saja dia berada di taman atau di kolam, tapi setelah mencari di seluruh rumah tetap tak menemukan bayangan Jeceline. Nomor ponselnya juga tidak aktif setelah berkali-kali dihubungi, bahkan sms darinya pun tidak ada. Kevin semakin terbeban sebab setelah Hillary datang mengganggu, keharmonisan mereka berdua hilang. Biasanya Jeceline akan meninggalkan pesan sms atau menitipkan pesan pada Julius ke mana dia akan pergi, tapi kali ini tidak lagi seperti dulu. Mendengar pertanyaan Kevin, Julius menghentikan pergerakkan tangannya yang menggosok mobil dengan spons. Dia menengok ke arah Kevin lalu menggelengkan kepala, “Pak Kevin, wanita kalau terlanjur sakit hati harus segera dibujuk. Apalagi kesalahan Pak Kevin sangat fatal di mata semua wanita. Lebih baik Pak Kevin menghubungi Bu Selin saja da