공유

5. menangis

작가: Ria Abdullah
last update 최신 업데이트: 2025-07-03 09:42:46

Dalam keadaan menangis pilu, ribuan pertanyaan dan rasa sesal bergelayut dalam hatiku, mengapa dulu aku begitu yakin dan percaya pada suamiku. Ketika menelpon, dan menanyakan tentang anak, kanga Gus selalu mengatakan semuanya baik baik saja, anak sedang sibuk sekolah, main, mengaji, dan lain sebagainya. Jika aku ingin bicara sesekali, dengan desakan kuat dan perdebatan panjang Kang Agus  mengizinkan, namun aku tak pernah mendengar curahan hati atau cerita buruk tentang ayah mereka dan penyiksaan apa yang dialami anak anakku.

Mungkin Dimas dan Tari  ingin cerita, tapi takut dan tertekan, sementara itu polosnya aku, mengapa aku tak bertanya pada orang lain. Ah, benar, akses nomor keluarga lain yang tak kumiliki, tidak pernah menelusuri kabar,  tidak mengerti bersosial media, dan terlampau sibuk mencari uang menjadi kesalahanku. Ah, sungguh sesak dada ini.

Ketika ingin bicara pada orang tua, pun reaksi suami tetap sama, alasan terlaku dibuk, di sawah, pergi ke tetangga desa dan lain sebagainya menjadi alasan yang ia suguhkan agar segala dalihnya terdengar masuk akal.

Suasana mulai gaduh, keluargaku emosi dan langsung mendekat lalu memukul Kang Agus bergantian, ditinju dan ditendang.

"Kurang ajar, penipu, biadab!" Gerombolan keluargaku menyerang, ketua RT dan polisi kelimpungan.

Bugh! Bugh! 

"Ah, tolong  ... to-tolong, dengar dulu!"  Seketika  wajah Kang Agus berubah lebam, bibir dan hidungnya berdarah, berikut juga pelipisnya.

"Apa lagi yang didengarkan!"  Anggota keluargaku meradang tidak terkira hingga tak mau mendengarkan penjelasan Kang Agus 

Bugh!  Bugh!

Situasi makin tegang, anakku syok dan takut, dia menangis sambil mencengkram bajuku, tubuhnya bergetar hebat, dan nampak makin lemas, situasi memanas, hingga Polisi Keamanan Masyarakat langsung datang dan menarik baju Kang Agus menjauh.

"Ini betul anak kandung kamu? Kenapa bisa begini kamu perlakukan!" tanya polisi itu keras.

"Iya, pak. Sa-saya terpaksa, se-sengaja bawa ke sini untuk mengasingkan dia karena bau badannya," ucapnya.

"Astaghfirullah hallazim, Aguuuus ... kenapa gak dibawa ke rumah sakit, enam bulan kami pikir dia baik baik aja, ternyata kamu jadikan dia penunggu kebun ini, Allahu Akbar, ya Allah hu Robbi, pengen saya cekik kamu!" ungkap seorang sepupuku yang turut geram bukan main namun masih menahan diri.

"Pak Polisi ini tidak adil buat suami saya, kami difitnah ini Pak, kami sudah baik kok sama anaknya si Ratna," ucap wanita itu berdusta untuk membela Kang Agus.

"Anda diam dulu, biar kami tanya suami Anda!" bentak polisi itu.

"Coba, coba, lihatkan, apa yang ada di atas sana!" perintah Pak RT kampung mekar sari yang kebetulan juga ikut dengan kami.

Seorang sepupuku berinisiatif naik dan membawa senter, menuju rumah reot yang terbuat dari papan ukuran 1×1,5 meter itu. Bahkan rumah pohon itu terlihat miring dan nyaris jatuh, sementara di bawahnya batu batu alam bertumpuk banyak sekali.

"Ya Allah, andai rumah itu jatuh, tentu putraku akan meregang nyawa seketika." Membayangkan saja membuat hatiku ngilu.

"Ya ampun ...." Sepupuku bergumam dan langsung mengambil semua barang yang ada di dalam gubuk itu dan dibawanya turun 

Ada sebuah mangkuk aluminium bengkok yang masih ada sisa nasi yang telah kering berkerak lengkap dengan sepotong tempe, nampaknya Dimas tak memakannya, 

Ada botol air  yang terlihat kotor  dan tak berisi apapun, serta sebuah kain sarung usang yang telah banyak tambalan dan robek.

"Ya Allah, beginilah tingkah pola kalian selama ini, beginilah kamu terhadap anak kandungmu Kang!" Air mataku kembali jatuh, tergugu diri ini menyentuh kain sarung masing tersisa hangat tubuh anakku, baunya sangat menyengat, tapi bagi seorang ibu, sebusuk apapun anak tetaplah harta paling berharga.

"Kang Agus ya Allah hu Robbi, Akang, teganya kamu, anak kita lapar, sakit dan kedinginan sementara kamu asyik bermesraan dengan wanita ini di dalam rumah yang nyaman, ya Allah, aku gak akan ampuni kami Kang!"

"Iya, bawa aja Pak polisi, kurang ajar manusia ini?" ujar keluargaku menanggapi. Sementara Kang Agus dan gundiknya gemetar saling memeluk.

"Eh, gak bisa gitu, kami juga bisa bela diri, Anak ini teh, sudah gak diterima sama keluarga dia di Sukamaju sana, untung saya yang pungut!" ucap Ibunya Rina membela diri.

"Jangan bohong kamu, ingat umur sudah tua! Keterlaluan sekali ini, tidak manusiawi, biar kamu panggil Bupati buat bela kamu, kalo buktinya begini kamu juga tetap masuk penjara," jawab salah seorang sepupuku.

Aku yang sudah kosong pikiran, tak tahu harus apa apa lagi, selain hanya bisa menangis dan mendekatkan wajah ke tubuh anakku. Geram, dendam, sesal, murka, dan ingin melenyapkan Kang Agus dari muka bumi ini seakan menggumpal dalam dada. Tapi saat ini bukan waktunya, karena menyaksikan buah hatiku dalam penderitaan yang begitu menyakitkan ini, badanku langsung lemas seakan tulang tak mampu menopang bobot tubuh ini. 

"Maafin Ibu, ya,  maaf," bisikku dan air mata ini meleleh ke wajah anakku  yang malang.

"Bu, ha-haaus," bisiknya.

"Ya Allah, iya. Bentar ya," jawabku sembari meminta segelas air. Keluarga yang turut serta tadi ternyata membawa air, dan mereka menyodorkan botol yang kebetulan mereka bawa.

Kuarahkan botol ke mulut putraku, perlahan dia meneguknya namun tak lama kemudian bocahku muntah muntah, aku panik dan segera meminta keluarga untuk mengantarku ke rumah sakit.

"Ayo antar saya dulu, ini sudah parah," ucapku berurai air mata.

"Ayo ayo,  Teh."

"Kamu jangan senang dulu, Agus, aku akan cari kamu dan membuat kami membayar semua ini," ujarku geram.

"Hei, aku kan enggak ngapa-ngapain," ujarnya santai.

"Dengan senangnya kamu saling memeluk dan main bersama anak tirimu sedangkan anak kandung kau buat seperti ini,  jangan khawatir, kini polisi akan membuatmu bertukar posisi dengan Dimas," ujarku sambil membawa putraku ke atas motor.

"Ayo pulang," ujarnya pada istrinya.

"Hei, tidak bisa, kalian harus ikut kami ke kantor!" cegah pak polisi.

Rasakan kau binatang! Aku akan membuatmu membayar semua ini.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   12

    Setelah adzan berkumandang, aku langsung menunaikan salat Subuh dan memeriksa sisa infus anakku. Fajar mulai menyingsing ketika seorang suster datang dan memeriksa Dimas."Suster apa anak saya sudah bisa dikeluarkan hari ini?""Kita tunggu dokternya ya, Bu," jawab suster itu sambil tersenyum."Ok, sus, terima kasih."Akhirnya pukul 9 pagi dokter dokter datang dan langsung memeriksa Dimas. Dia mematikan keadaan anakku sebelum benar-benar dikeluarkan dari Rumah sakit."Nantinya setelah sampai di rumah mohon agar diperhatikan kebersihannya, minum obat yang teratur dan oleskan salep sehabis mandi," uca dokter dengan ramah padaku."Iya, Dok, siap.""Dijaga dengan baik ya Bu anaknya.""Insya Allah, Dok, Terima kasih telah merawat dan membuat keadaan anak saya menjadi lebih baik," balasku."Sama sama, Mbak, kami senang membantu."*Tepat pukul 10 kami menaiki motor dan pulang ke rumah. Tiba-tiba terbersit niat dalam benakku untuk mampir di kantor polisi dan memperlihatkan kepada para petu

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   11

    Setelah kumpulan pria-pria itu pergi dari rumah aku dan pamanku langsung berangkat ke rumah sakit untuk menjaga Dimas.Sepanjang hari ini aku telah begitu sibuk sehingga belum bertemu dengannkua sejak pagi tadi.Ketika sampai di pertigaan dekat rumah sakit, ada sebuah toko kue yang memajang aneka kue tart dan manisan menggiurkan di dalam etalasenya. Kupikir untuk menyenangkan hati Dimas, aku berencana untuk membeli sepotong, dia mungkin akan menyukainya."Mang, ke pinggir bentar, aku mau beli kue untuk Dimas," ungkapku."Oh iya," jawab si Mamang."Tunggu ya, Mang, sebentar."Kususuri trotoar lalu masuk dan membeli kue untuk Dimas dan sepupu yang kebetulan datang juga ke rumah sakit. Usai dari sana kulanjutkan perjalanan masuk ke rumah sakit.Ketika sampai kudapati anak tengah duduk dan bercanda bersama tante dan omnya, terlihat Dimas sudah mulai mau tersenyum dan terbuka."Gimana kabarnya sekarang, Nak?" tanyaku sambil mengecup keningnya."Baik," jawabnya masih menunduk malu.Waj

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   10

    Malam hari aku dan keluargaku berkumpul, menggelar tikar lalu makan bersama habis salat isya. Banyak hal yang menjadi pokok bahasan dan cerita tentang peristiwa yang terjadi selama aku tidak berada di rumah.Cerita tentang Emak yang pernah kepepet meminjam uang Kang Agus untuk membayar obat bapak, atau penuturan bapak yang suatu ketika hampir dibacok menantunya sendiri karena pernah melarang Kang Agus untuk menikah lagi.Bapak menentang dengan keras hubungan suamiku dengan Rina karena beliau tahu bahwa di luar negeri aku bekerja sekuat tenaga demi kehidupan rumah tanggaku yang lebih baik. Bapak mencegah semua itu terjadi karena dia tahu bahwa itu akan melukaiku dan anak-anak."Sebenarnya kami semua ingin menghubungi kamu tapi sudah beberapa kali ditelusuri kami tidak mendapatkan nomor teleponmu," ucap Mamangku."Iya, kami geram sekali dengan tingkah Agus ingin mengadukan hal itu padamu tapi sayang mungkin Tuhan tidak mengizinkannya," timpal si Bibi."Mungkin Tuhan merancang kejadian

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   9

    Di saat yang sama aku melihat polisi menggiring Rina menuju ruang pemeriksaan. Ingin rasanya mengintip atau menguping interogasi polisi namun ruang itu tertutup, pun jendelanya juga diberi gorden yang tak bisa dilihat dari luar."Mungkin wanita itu meminta diperiksa secara pribadi atau entahlah ... aku tak tahu," gumamku sambil berlalu.Kuajak Tari kembali, kugenggam tangannya keluar dari kantor polisi, hati ini berdoa dengan penuh harapan semoga polisi tidak akan melepaskan ketiga manusia laknat itu.Ketika menunggu Eman mengambil motor, aku berpapasan dengan ibunya Rina yang dibawa oleh dua orang polwan menuju ruang pemeriksaan yang berhadapan dengan ruangan Rina tadi."Ini semua gara gara kamu ya, andai kamu bisa mengendalikan mulut dan tingkahmu, keadaan kami tidak akan sesulit ini," desisnya mendelik, langkahnya terpaksa berhenti karena dia sedang bicara padaku."Maaf, Bu, saya bersikap sesuai dengan apa yang saya lihat di kenyataan. Andai ibu telah memperlakukan anak saya deng

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   8

    Kupanggil tari yang sejak tadi bersama Eman, dan menunjukkan pada polisi bekas luka dan cambukan panjang di tangan dan punggung putriku yang serupa bekas luka gosong."Halo Dik, namanya siapa?""T-tari, Om," jawabnya lirih."Kelas berapa Adik?""Mau naik kelas empat, Om," jawab anakku menunduk."Kamu tinggal sama siapa di rumah?""Sama Nenek," balasnya."Ayah kamu gak di rumah?"Kelihatannya anakku ragu menjawab, namun polisi itu tersenyum ramah dan meyakinkan bahwa apapun yang dikatakan Tari tidak akan membahayakannya."Ja-jarang, Om.""Boleh tahu, luka di tangan adik bekas apa?""Anu ... uhm, ja-jatuh, Om."Mendapati bahwa anakku tengah berbohong, aku langsung membisikinya agar dia jujur dan mengatakan yang sebenarnya."Ayo Sayang, katakan pada Om itu siapa pelakunya."Tiba tiba bola mata anakku berkaca-kaca, bibirnya gemetar dan air mata itu meleleh dari mata kecilnya yang penuh derita, dia menggigil, takut dan terlihat ngeri."Apa kamu diancam, agar tak memberi tahu siapa-siapa?"

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   7

    Aku pulang kerumah dengan berboncengan bersama Eman. Baju yang kukenakan masih baju yang kupakai di bandara kemarin dan sudah berubah aroma, tubuhku juga gerah dan lengket, ditingkahi pula oleh rasa lapar sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi pada anakku yang sulung.Ucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah dan anakku terlihat sedang menyapu,"Assalamualaikum Tari ini Ibu," ucapku ramah.Anakku yang disapa tiba tiba seperti itu terlihat langsung kaget dan terkesiap, dia nyaris terlonjak dan jatuh, pun gagang sapu yang dia pegang langsung terlontar ke lantai."Astaga ada apa Nak?""A-aku gak apa apa," jawabnya gugup."Kok takut?" Kuraih bahu anakku dan kulihat dia menggigil ngeri, kutangkap anakku seakan-akan memiliki trauma berkepanjangan."Saya kaget," jawabnya."Kenapa kamu takut?""Eng-enggak ada," jawabku gugup lantas beranjak ke dalam rumah."Dengar, Nak, ini Ibu, ibu yang sayang sama kamu, kamu bebas utarakan isi hati dan bebanmu selama ini, ada ibu, Insya Allah ibu ak

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status