Share

Bab 8

Keluar dari ruangan Handoko, Anggraini langsung disambut oleh Sophia.

"Nggre, gimana?" tanya Sophia harap-harap cemas.

Anggraini tidak langsung menjawab melainkan mengajak Sophia pergi dari sana. Ia merasa tidak enak jika menceritakan pembicaraannya dengan Handoko sementara banyak orang berpapasan dan berlalu-lalang di sekitar mereka.

Setelah mereka tiba di dalam mobil Sophia kembali, barulah ia menceritakan pada sahabatnya itu tentang bagaimana ia merayu seorang Handoko untuk menerimanya bekerja di gymnasium itu.

"Wah, gila! Kamu belum apa-apa sudah berani menyuap orang itu? Ckckck … Anggre, ini sisi gelapmu yang selama ini aku tidak tahu. Ngomong-ngomong darimana dan sejak kapan kamu punya sikap buruk seperti ini?" Sophia berdecak tak percaya kalau Anggraini ternyata bisa melakukan hal sejauh ini.

Sepertinya Anggraini sudah memikirkan matang-matang segalanya hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat.

Anggraini mengangkat pundak.

"Serius, Anggre. Kamu akan melakukan apa jika kamu sudah diterima bekerja di gymnasium ini? Jangan bilang kalau kamu ingin menjadi pelatih senam untuk perempuan itu?" tebak Sophia cemas.

Masalahnya bukan apa-apa jika hanya menjadi pelatih senam kebugaran biasa, tetapi wanita itu sedang hamil. Bagaimana kalau Anggraini sedang berupaya mencelakai wanita itu dengan teknik-teknik gerakan senam yang berbahaya? 

Astaga …

"Kita jemput mobilku dulu, Phi. Aku mau balik ke Jakarta sekarang. Kamu gimana? Masih mau di sini atau ikut pulang?" tanya Anggraini mencoba mengabaikan pertanyaan sahabatnya itu.

Sophia memang sering berada di Bandung, karena ia memiliki cabang usaha butik di sini. Ditambah lagi ia memiliki kakak yang bertempat tinggal di kota ini.

"Ck!" decak kesal Sophia.

Ia lantas mendorong lengan Anggraini untuk mendesak wanita itu menjawab pertanyaannya. 

"Nggak usah mengallihkan pembicaraan. Katakan saja apa rencanamu sebenarnya! Jangan bilang kamu berniat mencelakakan wanita itu dan janin dalam kandungannya. Kekhawatiranku nggak benar kan, Nggre?" tukas Sophia untuk mendesak Anggraini.

Anggraini menghela napas panjang. Dia tadinya tidak ingin ada seorangpun yang mengetahui apa yang sedang direncanakannya meskipun itu Sophia. Namun mengingat Sophia bukanlah orang yang bisa disuruh diam ketika dia penasaran, maka Anggraini tak punya pilihan lain selain menjawab dengan gamblang pertanyaan sohibnya itu. 

Anggraini mengangkat dagunya dengan tegas lalu menatap wajah Sophia dengan mimik serius.

"Kalau memang benar, kenapa? Janin itu tak seharusnya ada. Selama ini Mas Teguh juga inginnya childfree kan? Ya, kamu dugaanmu benar. Aku akan melakukan sesuatu yang tidak akan pernah terpikirkan oleh kamu atau Mas Teguh sekalipun. 

Aku akan wujudkan keinginannya itu. kalau Bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan anak dari rahim perempuan manapun itu. Termasuk wanita itu!" jawab Anggraini tajam.

 

Sophia merasa lehernya tercekat mendengar jawaban lugas tanpa keraguan dari mulut seorang Anggraini.

"Anggre!!" seru Sophia hampir menjerit.

Ia tak menyangka kalau Anggraini bisa memiliki niat dan pemikiran sejahat itu.

"Jangan melarangku, Phi. Ini tidak adil untukku. Jika Mas Teguh tidak ingin memiliki anak dariku, kenapa aku harus mengijinkan dia memiliki anak dari wanita lain? Tidak akan! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!" kecam Anggraini.

Sophia merasa speechless menghadapi kemarahan Anggraini saat ini. Dia tahu Anggraini sebenarnya tak sejahat itu. Suaminya yang brengsek itulah yang membuat  Anggraini bisa berpikir seburuk itu.

Sophia geleng-geleng kepala berusaha menepis pikirannya yang sebagian mulai menghakimi Anggraini. Sophia masih optimis kalau Anggraini masih bisa terselamatkan oleh rencana jahatnya sendiri. 

 

Huffft … Sophia menarik napas dalam dan mengusap-usap punggung sahabatnya itu.

"Anggre, aku tahu ini tidak adil ditambah lagi karena aku tidak pernah mengalaminya sendiri. Kau pasti berpikir aku mengatakan ini karena tidak pernah berada di posisimu. Tapi, Nggre. Orang yang ingin kau celakai itu adalah manusia, makhluk bernyawa. Dia bahkan belum terlahir ke dunia, masa kamu sudah merencanakan untuk mengakhirinya? Kasihan, Anggre," bujuk Sophia dengan nada memelas.

 

"Justru karena dia masih belum terlahir ke dunia, aku bermaksud menyelamatkannya dari persoalan hidup yang rumit. Garis bawahi kata-kataku. Dia masih janin. Kau pikir enak menjadi seorang anak dari ayah bajingan dan ibu pelakor? Tidak, Phi! Aku sudah merasakannya sendiri. Jadi jangan mencoba menghalangiku!" kata Anggraini memberi ultimatum.

Sophia mendengus. Anggraini saat ini benar-benar tidak bisa dinasehati. Mungkin pikirannya belum jernih. Baiklah, mungkin Sophia akan coba membujuk Anggraini di lain waktu jika logikanya sudah berfungsit sebagaimana mestinya.

"Aku tidak memintamu untuk ikut-ikutan dengan masalahku, Phi. Sebisa mungkin aku akan berusaha agar tidak melibatkanmu dalam hal ini. Aku juga sadar akan resikonya. Tapi itu semua tidak ada apa-apanya dibandingkan sakit hatiku. Jadi anggap saja kau tidak pernah mengetahui apa yang aku rencanakan. Aku juga tidak akan meminta bantuanmu lagi," ujar Anggraini.

Sophia tersenyum kecut. Dia mana bisa membiarkan Anggraini menghadapi masa sulitnya sendirian? Mereka adalah sahabat selamanya. Jika memang harus melompat ke jurang bersama, maka Sophia pun akan melakukannya.

"Tidak, Anggre. Kau tetap harus meminta bantuanku jika kau butuh.

"Tidak, Phi. Aku sadar ini berbahaya. Aku tidak akan melibatkanmu," geleng Anggraini.

"Kalau begitu pemikiranmu, aku akan memberitahukan ini pada Mas Teguh," ancam Sophia.

"Phia!!" pekik Anggraini jengkel.

"Makanya. Jangan pernah melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian. Ajak-ajak donk," kekeh Sophia.

Anggraini tak bergeming dengan tawa Sophia itu.

"Nggak lucu!" sambatnya kesal.

***

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status