"Lebih baik kita putus. Aku sudah bosan denganmu!" Dengan wajah tanpa ekspresi, wanita itu memutuskan kekasihnya secara sarkas dan tak berperasaan. Dia pun hendak pergi meninggalkan pria itu. Namun, kekasihnya itu mencoba menahan dan memohon agar wanita itu tidak memutuskannya, "Gel, tunggu dulu! Kenapa kamu bosan sama aku? Apa yang salah denganku?" Wanita itu menyeringai, "Pikir saja sendiri apa kesalahanmu!" Dialah Angel. Apabila sudah merasa bosan atau tidak cocok, dia akan memutuskan kekasihnya itu, tanpa memikirkan perasaan orang tersebut. Dia manusia bak malaikat sekaligus setan dalam percintaan. Hatinya beku bagaikan es di Kutub Utara. Tak ada satu pun pria yang mampu menaklukan hatinya. Sebenarnya, Angel tidak sengaja menjadi seorang playgirl. Hanya saja, dia sedang
Angel, Sigit, dan seluruh manager sudah berkumpul di ruangan. Rapat pun dimulai. Angel selaku moderator membuka acara. Dia menyapa semua hadirin terlebih dahulu. Kemudian, dia memperlihatkan data-data tentang perkembangan perusahaan selama 3 bulan terakhir. "Perusahaan kita di bidang properti mengalami kenaikan penjualan sebesar 25%, dari yang sebelumnya 500 unit menjadi 625 unit. Selain itu, keuntungan yang kita peroleh dari kenaikan tersebut adalah sebesar 350 Milyar." Semua orang bertepuk tangan. Tiba-tiba, Angel menginterupsi, "Akan tetapi, itu hanyalah data fiktif yang saya terima dari anak buah Bapak Thamrin selaku Manager bagian properti ... " Semua orang yang ada dalam rapat itu dibuat bingung olehnya. "Setelah saya telusuri datanya lebih mendalam, seharusnya, keuntungan yang diperoleh perusahaan se
Angel kembali mengingat masa lalunya. Sekitar enam tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 Januari 2012, Angel diterima kerja sebagai staf admin di sebuah distributor alat kecantikan. Waktu itu, Angel baru saja lulus SMA. Sebelum menjadi karyawan tetap, Angel harus menjalani masa training dulu selama 3 bulan lamanya. Di hari pertama dia bekerja, dia masih malu-malu dan belum pandai beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Hari kedua pun masih sama. Akan tetapi, dia mulai memberanikan diri untuk saling berkomunikasi dengan rekan kerjanya. Angel masih ingat, orang pertama yang mengajaknya bicara adalah Anto. Bisa dibilang dialah senior yang paling ramah di kantor itu. Dari situlah, Angel banyak berkomunikasi dengan dia mengenai pekerjaan. "Oh ya Kak Anto, kalau boleh tahu, su
Retak menanti belah. Sebuah peribahasa yang cocok dengan keadaan Angel saat ini. Rasa cemburu yang menggila membuat seseorang bisa mengubah masa depan orang yang tak bersalah. Angel memutuskan untuk mengundurkan diri demi kebaikan Pak Sopian. Lebih baik dia menghindari segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Dengan berat hati, dia memberikan surat pengunduran diri kepada atasannya itu. Pak Sopian merasa heran. Kemudian, dia membuka surat tersebut. Dia syok ... "Tidak! Kamu tidak boleh keluar dari perusahaan ini!" Pak Sopian geram sambil merobek surat pengunduran diri Angel. Angel menitikkan air mata. Sebenarnya dia tidak ingin berhenti, namun psikologisnya terguncang. Dia sudah lelah ... dituduh, dituduh, dan dituduh setiap hari oleh istri Bos. Dia sudah merasa capek dan
"Hai!" Seseorang menyapa Angel melalui pesan daring. Wanita berambut pendek itu menghela napas sambil mengeluh, "Hemm ... lagi-lagi, pesan tidak jelas." Dia pun meletakkan kembali ponselnya di atas meja kerja. Namun, ponselnya kembali berbunyi. Angel melirik ponselnya dan melihat notifikasi yang masuk. Ternyata, itu pesan dari nomor yang sama. Kali ini pesan tersebut bertuliskan, "Hai! Apakah ini nomor Angel?" Angel terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Dia berpikir, "Bagaimana dia bisa tahu namaku? Padahal aku sama sekali tidak mengenal nomor ini?" Karena penasaran, dia membalas pesan tersebut. "Maaf, ini dengan siapa?"
Sebelum berpamitan, Riki memberi sesuatu kepada Angel. Ternyata, itu sebuah kartu nama. Angel menerima kartu tersebut, kemudian membacanya. Tiba-tiba, matanya terbelalak. Dia terkejut ketika melihat tulisan "CEO" tersemat di bawah nama Riki. Riki heran ketika melihat mimik wajah Angel seperti itu. Dia bertanya, "Kenapa Gel? Kok kamu melotot kayak gitu? Apa ada yang aneh dengan tulisannya?" Angel menyangkal, "Oh nggak kok, Ki, nggak ada yang aneh. Cuma ... kamu hebat aja gitu udah jadi CEO di umur segini." Riki terkekeh, "Kamu bisa aja Gel. Lagian, aku cuma nerusin usaha papaku, jadi nggak ada yang istimewa. Nah berhubung aku lagi butuh karyawan, kamu mau nggak kerja di perusahaanku? Jika kamu berminat, besok kamu bisa langsung dateng ke kantorku. Alamatnya sudah tertera di kartu itu." &nbs
"Hah! Apa aku tidak salah lihat?" batin Angel. Baru kali ini dia melihat ada orang seaneh itu parasnya. Selain itu, lingkungan di dalam pabriknya pun sangat tidak nyaman. Banyak kabel berserakan dimana-mana dan juga kondisi bangunannya pun sudah lapuk.Angel merasa risih melihat para pekerja dari tadi memerhatikannya. Tatapan mereka layaknya singa kelaparan yang sedang mengawasi mangsanya. Dia pun berusaha untuk tidak menghiraukannya.Para pekerja terheran-heran melihat kedatangan Angel. Beberapa dari mereka pun banyak yang berbisik-bisik."Siapa ya wanita cantik itu?""Kayaknya dia pengganti Bang Jono deh.""Ah masa sih? Emang dia bisa jadi Supervisor di pabrik ini?"Emang dia bakal betah kerja di sini?""Entahlah, sepertinya dia akan
" ... sudah waktunya kamu memiliki pasangan hidup." lanjut Ibu. Angel hanya terdiam. Baginya, kalimat itu cukup sederhana untuk diucapkan, namun begitu menyakitkan bila didengar. "Bukankah tiga tahun yang lalu, Ibu menginginkanku untuk fokus pada karirku hingga usia 27 tahun? Lantas, mengapa sekarang Ibu mendesakku untuk menikah?" tanya Angel terheran-heran. "Bukannya mendesak, Angel. Ibu hanya sekadar mengingatkan. Saudara sepupumu saja sudah banyak yang menikah di usia muda. Masa kamu belum?" Pernyataan Ibu seolah-olah menyindir Angel. Merasa tak terima diolok-olok seperti itu, dia pun membalas perkataan Ibunya, "Ini semua kan salah Ibu sendiri. Mengapa waktu itu, Ibu tidak merestui hubunganku dengan Ardi? Kalau saja Ibu merestui hubungan kita berdua, mungkin sekarang ... aku sudah berkeluarga dan Ibu tidak akan malu di hadapan saudara-saudara Ibu." Mendengar hal tersebut, Ibu langsung marah. Wajahnya memerah seperti buah tomat yang sudah matang. Wanita tua itu mulai meninggika