Share

Angelina's Revenge
Angelina's Revenge
Author: Elpit

1. PEMBANTAIAN

"Kapan Daddy akan pulang, Mom? Aku sangat lapar." Dengan bibir mengerucut, gadis kecil itu bicara sambil mengusap perutnya, seolah meyakinkan ibunya bahwa saat ini dirinya benar-benar lapar.

Wanita itu mengusap lembut puncak kepala sang putri seraya berbisik pelan. "Sebentar lagi. Mungkin Daddy terjebak macet, sabarlah sebentar lagi."

Gadis kecil berusia lima tahun itu terpaksa mengangguk, lalu kembali melempar pandangannya ke arah televisi yang tengah membayangkan animasi favoritnya.

"Mom, kau mau tahu sebuah rahasia?" ucap gadis itu dengan ekspresi yang terlihat ingin menyampaikan sebuah rahasia besar.

"Uh'um, rahasia apa yang kau miliki, Putri kecilku? Kau berani bermain rahasia dengan Mommy, hm?" Sang ibu mencubit hidung putrinya dengan gemas.

Putrinya ini terkadang terlalu cerdas. Karena tumbuh ditengah keluarga dengan pemikiran kritis, membuat gadis kecil yang diberi nama Angelina itu seringkali mengikuti pola pikir orangtuanya yang kritis. Pemikiran gadis kecil itu lebih dewasa dari usianya, sehingga seringkali ia menciptakan sesuatu yang tidak dilakukan anak-anak seusianya.

Bekerja di kejaksaan dengan mengutamakan keadilan dan kejujuran, membuat ayah Angelina memiliki banyak sekali musuh, baik yang tersembunyi ataupun terang-terangan.

Sadar bahwa profesinya itu membuat keluarga tercinta berada dalam bahaya, ia memilih untuk menghentikan karirnya, agar tidak menambah jumlah musuh yang mengancam keluarga kecilnya. Namun belakangan ia harus kembali menjalani profesinya karena adanya suatu kasus yang alot, membuatnya harus turun tangan.

Hari ini adalah puncak dari penyelesaian kasus alot tersebut. Pria itu harus bekerja lembur demi terselesaikannya kasus yang terbilang sulit ditaklukan itu. Hingga telah lewat dari jam makan malam yang biasanya kekaurag itu lakukan, ia belum juga kembali ke rumah sederhana tersebut.

"Aku selalu mendengar kekhawatiran Daddy tentang musuh-musuh yang berkeliaran di luar sana, dan aku bertekad untuk melindungi Daddy dan Mommy," kata Angelina kecil dengan raut yang sangat serius.

"Jadi itu rahasiamu?"

"Bukan, itu misiku."

"Lalu apa rahasiamu, Angelina?"

"Aku telah menyiapkan senjata!"

"Apa? Senjata? Kau memiliki senjata? Senjata apa?" Sang ibu terlihat panik seketika.

Jika bocah kecil itu seperti anak kecil pada umumnya, sang ibubtidak akan sepanik ini. Namun dia adalah Angelina, yang terkadang pemikirannya justru lebih maju dibandingkan dengan dirinya sendiri.

"Itu rahasiaku, tapi aku akan berbagi rahasia dengan Mommy sekarang. Ayo ikutlah ke kamarku, Mom!" Angelina antusias mengajak ibunya untuk pergi ke kamarnya, untuk menunjukkan senjata rahasia miliknya itu.

Sang ibu sangat terkejut ketika tiba di kamar sang putri, ia melihat peri kecilnya itu memperlihatkan sebuah senjata api padanya.

"Ti-tidak! Dari mana kau mendapatkan benda itu, Nak?" Kekhawatiran sang ibu semakin menjadi.

"Aku sering melihat benda ini digunakan untuk menumpas kejahatan di film-film orang dewasa. Lalu siang tadi ada seorang pengemis menghampiriku ketika aku menunggu Mommy. Aku memberikan uang jajanku dan pria tua itu memberiku ini. Pria tua itu mengatakan benda ini akan sangat berguna saat aku dewasa nanti."

Sang ibu seketika terduduk lemas. Wanita itu merengkuh tubuh putrinya sambil terisak. "Kau tidak akan pernah menggunakan benda itu, Nak, berjanjilah pada Mommy."

Ketika Angelina hendak merespon ucapan ibunya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, membuat wanita itu cepat-cepat menghapus jejak air matanya lalu bangkit berdiri.

"Itu pasti Daddy, Mommy akan membukakan pintu. Kau simpanlah benda itu dan jangan beritahu Daddy jika kau tidak ingin di hukum, kau mengerti?"

Angelina hanya mengangguk dan sang ibu segera pergi.

Brenda—ibu Angelina membuka pintu, dan ternyata bukan suaminya yang ia lihat, melainkan seorang pria berpakaian formal dan juga memiliki wajah yang sangar.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya Brenda dengan sopan.

"Dimana Freddie?" Pria itu menanyakan keberadaan Freddie—ayah Angelina.

"Dia belum pulang. Apakah Anda sudah membaut janji dengan suamiku?" tanya Brenda hati-hati, namun tidak dapat dipungkiri kecemasan menyelimuti dirinya ketika pria tersebut tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi.

"Satu-satunya janjiku padanya adalah sebuah kematian!" ucap pria itu dengan nada super dingin.

Brenda tergagap di tempatnya, masih setia berdiri di ambang pintu. "Ap-apa maksud Anda, Tuan?"

"Dia telah berani melawanku, maka itu artinya dia telah siap untuk mati!"

Mendengar ancaman dari pria tak dikenalinya itu, Brenda merasa dadanya seketika sesak. Dia amat ketakutan.

Sedangkan Angelina yang tadi ditinggal ibunya, segera menyimpan kembali senjata api yang sempat ditunjukkan pada ibunya itu. Angelina ingin menyusul ibunya lalu menemui ayahnya yang telah pulang bekerja, namun ketika bukan suara ayahnya yang ia dengar, Angelina mengurungkan niatnya. Ia bersembunyi di dalam kamarnya. Meski berada di dalam kamar, Angelina masih dapat mendengar obrolan ibunya dengan pria asing itu.

"Tuan Vicktor, aku tersanjung orang seperti Anda sudi datang bertamu ke gubuk sempitku ini!" Tiba-tiba terdengar suara Freddie, dan saat itu juga Brenda merasa lega sekaligus cemas.

Lega karena akhirnya suaminya pulang, namun cemas mengingat ancaman pria asing itu yang mengatakan bahwa ia menginginkan kematian suaminya.

Di dalam kamarnya, Angelina akhirnya membuka pintunya sedikit ketika mendengar suara ayahnya.

"Aku datang tidak untuk bertamu, aku datang untuk menghabisi nyawamu, Freddie!" Sembari berkata demikian, Vicktor menodongkan senjata api miliknya itu ke arah Freddie lalu melepaskan satu pelurunya.

Kejadian itu terlalu cepat hingga Freddie tidak bisa menghindar. Namun sialnya Brenda menjadi korban. Brenda yang sudah waspada akan terjadinya hal demikian, melompat ke hadapan sang suami dan memeluknya. Alhasil peluru panas itu menembus jantung Brenda, membuat wanita itu kehilangan nyawa tepat di pelukan suaminya.

"BRENDAAAA!" Freddie berteriak histeris. Air mata luruh begitu saja menyadari istrinya mati dipelukannya dan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Dari tempatnya berdiri, tentu saja Angelina menyaksikan ibunya yang terbunuh dengan naasnya. Angelina membekap mulutnya sekuat tenaga agar Isak tangisnya tidak terdengar oleh siapapun, terutama oleh pria asing itu.

"BEDEBAH KAU, VICKTOR!" Freddie kembali berteriak, dan hal itu membuat Vicktor tertawa amat puas.

"Tidak ada orang yang bisa melawanku termasuk kau, Freddie!"

Dor!

Satu tembakan kembali melayang dan tepat bersarang di dada Freddie. Pria itu seketika lirih dengan napas yang tersengal. Ia berusaha bertahan dan meraih ponsel di sakunya untuk menghubungi seseorang. Namun niatnya tidak terlaksana karena Vicktor menghampiri dan menginjak tangan Freddie dengan kejamnya.

"Kau pikir masih bisa bertahan setelah aku menembak jantungmu? Bermimpilah!" ucap Vicktor yang masih menginjak tangan Freddie.

"Ucapkan selamat tinggal pada dunia, dan hiduplah bahagia bersama istrimu di alam baka!" Usai menyelesaikan kalimatnya, Vicktor segera pergi meninggalkan rumah yang kini telah dibanjiri darah.

Setelah memastikan Vicktor benar-benar pergi, Angelina keluar dari persembunyiannya kemudian berlari menghampiri kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang membungkus mereka.

"Mommy! Daddy! Bangunlah!" Angelina mengguncang tubuh kedua orangtuanya dengan derai air mata yang sama sekali tak bisa dihentikan. Ia melihat bagaimana tragisnya kedua orangtuanya dibunuh, dan betapa kejamnya orang bernama Vicktor itu.

"Putri Daddy ...."

"Dad, kau—jangan tinggalkan aku, Dad, kumohon ...." Angelina histeris.

Freddie menggeleng samar, karena ia tidak kuat untuk menggerakkan anggota tubuhnya lagi. Kekuatannya telah habis.

"Berjanjilah untuk menjadi wanita yang jujur dan pemberani. Kau putriku, kau harus melanjutkan perjuangan Daddy untuk menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi kejujuran." Freddie berpesan dengan napas yang semakin tersengal.

"Dad—"

"Kami sangat menyayangimu, Angelina."

"DADDY JANGAN PERGI!" Tangis Angelina pecah, gadis kecil yang malang itu berteriak histeris meminta orangtuanya untuk tidak pergi. Namun kenyataan begitu kejam, membiarkan Angelina yang harus hidup sebatang kara tanpa sanak saudara.

Setelah lelah menangis, Angelina mencium kening ayah dan ibunya, kemudian diakhiri menghapus air mata yang masih tersisa.

"Mommy, maafkan aku tidak bisa memenuhi janjimu. Aku akan menggunakan benda itu untuk membalaskan dendam atas kematian kalian. Aku harus membunuh pria kejam itu menggunakan benda pemberian kakek pengemis itu." Tekad anak kecil itu telah terucap tepat di samping kedua mayat orangtuanya. Anak kecil itu benar-benar lebih dewasa dari usianya.

Setelah itu Angelina pergi ke kamarnya untuk mengambil senjata yang ia miliki, kemudian ia berlari keluar dari rumah itu. Angelina harus pergi sebelum polisi menemukan dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status