“Kapan Daddy pulang, Mom? Aku sudah sangat lapar.” Bibir gadis kecil itu mengerucut, dia bicara sambil mengusap perut, meyakinkan ibunya bahwa saat ini dirinya benar-benar lapar.
Wanita itu mengusap lembut puncak kepala sang putri seraya berbisik pelan. “Sebentar lagi. Mungkin Daddy terjebak macet, bersabarlah.” Gadis kecil berusia lima tahun itu terpaksa mengangguk, lalu kembali melempar pandangannya ke arah televisi yang tengah menayangkan animasi favoritnya. “Mom, kau mau tahu sebuah rahasia?” tanya gadis itu. Ekspresi wajahnya terlihat ingin menyampaikan sebuah rahasia besar. “Uh’um, rahasia apa yang kau miliki, putri kecilku? Kau berani bermain rahasia dengan mommy, hm?” Sang ibu mencubit hidung putrinya dengan gemas. Putrinya ini terkadang terlalu cerdas. Gadis kecil bernama Angelina itu, tumbuh di tengah keluarga dengan pemikiran kritis, membuatnya seringkali mengikuti pola pikir orang tuanya yang kritis. Pemikiran gadis kecil itu lebih dewasa dari usia seharusnya, sehingga seringkali ia menciptakan sesuatu yang tidak dilakukan anak-anak seusianya. Bekerja di kejaksaan dengan mengutamakan keadilan dan kejujuran, membuat ayah Angelina memiliki banyak sekali musuh, baik yang tersembunyi maupun yang tampak di depan mata. Sadar bahwa profesinya itu membuat keluarga tercinta berada dalam bahaya, pria itu memilih berhenti dari karirnya agar tidak menambah jumlah musuh yang mengancam keluarga kecilnya. Namun, belakangan ia harus kembali menjalani profesinya karena adanya suatu kasus alot yang membuatnya harus turun tangan. Hari ini adalah puncak dari penyelesaian kasus alot tersebut. Pria itu harus bekerja lembur demi terselesaikannya kasus yang terbilang sulit ditaklukan. Hingga telah lewat dari jam makan malam, ia belum juga kembali ke rumah sederhananya. “Aku selalu mendengar kekhawatiran Daddy tentang musuh-musuh yang berkeliaran di luar sana, jadi aku bertekad untuk melindungi Daddy dan Mommy,” ujar Angelina kecil dengan raut yang sangat serius. “Jadi itu rahasiamu?” “Bukan, itu misiku.” “Lalu apa rahasiamu, Angelina?” “Aku telah menyiapkan senjata!” “Apa? Kau memiliki senjata? Senjata apa?” Sang ibu seketika panik. Jika Angelina seperti anak kecil pada umumnya, mungkin sang ibu tidak akan sepanik ini. Ia adalah Angelina, gadis kecil yang terkadang memiliki pemikiran lebih maju dibandingkan dengan sang ibu. “Itu rahasiaku, tapi sekarang aku akan berbagi rahasia dengan Mommy. Ayo, ikutlah ke kamarku, Mom!” Angelina antusias mengajak ibunya pergi ke kamar untuk menunjukkan senjata rahasia miliknya. Sang ibu sangat terkejut ketika tiba di kamar Angelina, ia melihat peri kecilnya itu memperlihatkan sebuah senjata api. “Ti-tidak! Dari mana kau mendapatkan benda itu, Nak?” Kekhawatiran sang ibu semakin menjadi-jadi. “Aku sering melihat benda ini digunakan untuk menumpas kejahatan di film-film orang dewasa. Lalu siang tadi ada seorang pengemis menghampiriku ketika aku menunggu Mommy. Aku memberikan uang jajanku dan pria tua itu memberiku ini. Pria tua itu mengatakan benda ini akan sangat berguna saat aku dewasa nanti.” Sang ibu seketika terduduk lemas. Wanita itu merengkuh tubuh putrinya sambil terisak. “Kau tidak akan pernah menggunakan benda itu, Nak. Berjanjilah pada mommy.” Ketika Angelina hendak merespon ucapan ibunya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari depan. Wanita itu cepat-cepat menghapus jejak air matanya lalu bangkit setelah melepas pelukan dari Angelina. “Itu pasti Daddy, mommy akan membukakan pintu. Kau simpanlah benda itu dan jangan beritahu Daddy jika kau tidak ingin dihukum, kau mengerti?” Angelina hanya mengangguk. Sang ibu tersenyum sambil mengusap pipi Angelina, lalu segera pergi. Brenda—ibu Angelina membuka pintu, tapi ternyata bukan suaminya yang ada di hadapannya sekarang, melainkan seorang pria berpakaian formal dan berwajah sangar. “Maaf, ada yang bisa saya bantu?” tanya Brenda sopan. “Di mana Freddie?” Pria itu menanyakan keberadaan Freddie—ayah Angelina. “Dia belum pulang. Apakah Anda sudah membuat janji dengan suamiku?” tanya Brenda hati-hati, meski tidak dapat dipungkiri kecemasan menyelimuti dirinya ketika pria tersebut tiba-tiba masuk ke rumahnya tanpa permisi. “Satu-satunya janjiku padanya adalah sebuah kematian,” ucap pria itu dengan nada dingin menusuk. Brenda membeku di ambang pintu. Dengan suara gagap dia bertanya, “Ap-apa maksud Anda, Tuan?” “Dia telah berani melawanku, maka itu artinya dia telah siap untuk mati!” Mendengar ancaman dari pria tak dikenalnya itu, membuat Brenda merasa dadanya seketika sesak. Dia amat ketakutan. Di kamar Angelina. Setelah tadi ditinggal ibunya, ia segera menyimpan kembali senjata api yang sempat ditunjukkan pada ibunya. Angelina ingin menyusul ibunya lalu menemui ayah yang baru pulang bekerja, tapi ketika menyadari jika bukan suara ayahnya yang ia dengar, Angelina mengurungkan niatnya. Ia bersembunyi di kamarnya. Meski berada di kamar, Angelina masih dapat mendengar obrolan ibunya dengan pria asing itu. “Tuan Viktor, aku tersanjung orang seperti Anda sudi datang bertamu di gubuk sempitku ini.” Tiba-tiba terdengar suara Freddie. Brenda merasa lega melihat suaminya pulang, tapi juga cemas karena pria yang bertamu mengancam keselamatan suaminya. Apalagi pria asing itu menginginkan kematian Freddie. Di kamarnya, Angelina sedikit membuka pintu ketika mendengar suara ayahnya. Dia mengintip, tapi tidak berani keluar. “Aku datang bukan untuk bertamu, aku datang untuk menghabisi nyawamu, Freddie!” ujar Viktor sambil menodongkan senjata api ke arah Freddie lalu menarik pelatuk dengan cepat dan melepaskan satu peluru. Kejadian itu terlalu cepat hingga Freddie tidak bisa menghindar. Namun sialnya, Brenda menjadi korban. Brenda yang sudah waspada akan terjadinya hal demikian, dengan cepat berlari ke hadapan sang suami lalu memeluknya. Alhasil, peluru panas itu menembus jantung Brenda, membuat wanita itu kehilangan nyawa tepat di pelukan suaminya. “BRENDAAAA!” Freddie berteriak histeris. Air mata luruh begitu saja menyadari istrinya mati di pelukannya dan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Dari tempatnya berdiri, Angelina menyaksikan ibunya terbunuh dengan sadis. Angelina membekap mulutnya sekuat tenaga agar isak tangisnya tidak terdengar oleh siapa pun, terutama oleh pria asing itu. “BEDEBAH KAU, VIKTOR!” Freddie kembali berteriak penuh amarah. Viktor tertawa puas melihat kemarahan dan kesedihan bercampur dalam tatapan mata Freddie. “Tidak ada orang yang bisa melawanku termasuk kau, Freddie!” Dor! Satu tembakan kembali melesat tepat bersarang di dada Freddie. Pria itu seketika luruh dengan napas yang tersengal. Ia berusaha bertahan dan meraih ponsel di sakunya untuk menghubungi seseorang. Namun, niatnya tidak terlaksana karena Viktor menghampiri dan menginjak tangan Freddie dengan kejamnya. “Kau pikir masih bisa bertahan setelah aku menembak jantungmu? Bermimpilah!” ucap Viktor masih menginjak tangan Freddie. “Ucapkan selamat tinggal pada dunia dan hiduplah bahagia bersama istrimu di alam baka!” Usai menyelesaikan kalimatnya, Viktor segera pergi meninggalkan rumah yang kini telah dibanjiri darah. Setelah memastikan Viktor benar-benar pergi, Angelina keluar dari persembunyiannya kemudian berlari menghampiri kedua orang tuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang membungkus mereka. “Mommy! Daddy! Bangunlah!” Angelina mengguncang tubuh kedua orang tuanya dengan derai air mata yang sama sekali tak bisa dihentikan. Ia melihat dengan tragis bagaimana kedua orang tuanya dibunuh, dan betapa kejamnya orang bernama Viktor itu. “Putri daddy ....” “Dad, kau … jangan tinggalkan aku, kumohon!” Angelina histeris. Freddie menggeleng samar, ia tidak kuat menggerakkan anggota tubuhnya lagi. Tenaganya telah habis. “Berjanjilah untuk menjadi wanita yang jujur dan pemberani. Kau putriku, kau harus melanjutkan perjuangan daddy untuk menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi kejujuran.” Freddie berpesan dengan napas yang semakin tersengal. “Dad—" "Kami sangat menyayangimu, Angelina." "DADDYYY!" Tangis Angelina pecah. Gadis kecil yang malang itu berteriak histeris meminta orang tuanya untuk tidak pergi. Namun, kenyataan begitu kejam, membiarkan Angelina harus hidup sebatang kara tanpa sanak saudara. Setelah lelah menangis, Angelina mencium kening ayah dan ibunya, kemudian diakhiri menghapus air mata yang masih tersisa. "Mommy, maafkan aku tidak bisa memenuhi janjimu. Aku akan menggunakan benda itu untuk membalaskan dendam atas kematian kalian. Aku harus membunuh pria kejam itu menggunakan benda pemberian kakek pengemis itu." Tekad anak kecil itu telah terucap tepat di samping kedua mayat orang tuanya. Anak kecil itu benar-benar lebih dewasa dari usianya. Setelah itu, Angelina pergi ke kamar untuk mengambil senjata yang ia miliki, kemudian ia berlari keluar dari rumah itu. Angelina harus pergi sebelum polisi menemukan dirinya.Alex dan Max kembali ke markas dan menemui Antonio untuk membicarakan tentang pengunduran diri.“Aku sudah tau. Tuan Wilson memang sudah merencanakan ini sejak lama. Jadi sekaranglah waktunya?” Antonio menanggapi pengunduran diri Alex dan Max.“Tuan, terima kasih karena Anda telah merawatku dengan sangat baik, aku sangat berutang budi, aku bahkan belum bisa membalasnya sedikit pun dan sekarang aku sudah harus pergi,” kata Alex pelan.Antonio menggeleng. "Kau sudah menjadi anak yang sangat berbakti padaku, Alex. Aku tidak menyesal meskipun sekarang kau harus pergi dari sini. Aku tau apa yang aku lakukan, sejujurnya semua telah terencana, jadi aku tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat," ujar Antonio sambil menepuk pundak pria yang telah dirawatnya sejak masih bayi. "Baiklah, aku sudah menyetujui pengunduran diri kalian, sekarang kalian pergi kerjakan apa yang sudah menjadi kewajiban kalian," lanjutnya."Sebelum pergi, aku ingin memastikan satu hal, apakah Angelina ada di sini?" ta
“Angelina, tunggu!” Max memanggil tapi Angelina tak menghiraukan.Max mempercepat langkah lalu menarik salah satu lengan Angelina. “Angelina, berhenti! Malam begitu larut, kau mau ke mana?”“Bukan urusanmu, lepaskan!” Angelina mengibaskan tangannya agar genggaman Max terlepas tapi tidak berhasil.“Tidak akan! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri, aku akan menemanimu, Angelina.”“Max, tolonglah, sekali ini saja aku mohon jangan ganggu aku, aku ingin sendiri.” Angelina memohon dengan suara yang lebih rendah dan ia pun menundukkan kepalanya. “Tidak! Aku akan mendampingimu. Aku tahu kau dan Alex sama-sama terpukul mendengar fakta ini, di saat kalian seharusnya sudah bersama. Kalian sama-sama butuh didampingi.” Max tetap tidak meloloskan permintaan gadis itu.Seketika Angelina mendongak ketika mendengar satu kalimat yang menggelitiknya. “Apa maksudmu?”“Angelina, Alex menyukaimu, dia sudah mengakuinya. Dan kau, meskipun kau tidak menyatakannya tapi aku tahu kau menyukai Alex, iya ‘ka
Setelah Alex keluar membawa Angelina, Wilson meminta keterangan pada Max mengenai tindakan Angelina yang hampir merenggut nyawanya.Max menjelaskan secara singkat karena memang ia pun tidak tahu detail kejadian yang menimpa kedua orang tua Angelina, sebab Angelina sangat tertutup untuk urusan itu. Ia hanya tahu Angelina ingin membalaskan dendam atas kematian kedua orang tuanya.Wilson cukup pintar untuk menggabungkan kejadian tadi dan informasi dari Max, apalagi Angelina semoga menyebut nama Viktor, Wilson semakin yakin ada kesalahpahaman.Wilson sangat tahu siapa Viktor dan bagaimana perangainya, untuk itu ia meminta Max menghubungi Angelina untuk membahas hal ini sampai semuanya jelas. Wilson juga mengatakan jika Angelina yakin bahwa ia dan Viktor orang yang sama, maka ia siap mati di tangan Angelina agar gadis itu puas.Max menyampaikan informasi itu pada Angelina dan tentu saja Angelina sangat bersemangat untuk kembali ke ruang rawat Wilson.Tak butuh waktu lama, Angelina sampai d
Alex kembali ke rumah sakit setelah selesai mengerjakan urusannya. Bukan urusan pekerjaan, tapi urusan perasaan. Alex pergi membeli bunga. Entah mengapa ia sangat ingin menyatakan perasaannya pada Angelina.Max benar, gadis seperti Angelina sangat jarang ditemui dan ia harus bergerak cepat jika tidak ingin kehilangan kesempatan.Alex menyimpan bunganya di mobil milik Wilson, karena jika ia menyimpan di mobil milik timnya ia yakin Max akan menggodanya habis-habisan. Alex ingin menciptakan momen yang tepat sehingga bunga itu masih ia simpan untuk saat ini.Sampai di depan ruang rawat Wilson, Alex melihat Max tertidur dan tidak ada Angelina di sekitar tempat itu.Alex membangunkan Max dengan kasar karena sudah dibalut emosi. Lagi-lagi Alex memaki kecerobohan Max.“Bodoh! Di mana Angelina?” tanyanya meski ia yakin Max tidak tahu jawabnya. Ia yakin Angelina mengambil kesempatan untuk pergi ketika Max terlelap.Max tidak menjawab, ia mengedarkan pandangan lalu memaki diri sendiri ketika tid
Angelina berpikir ia akan terbentur pintu, lalu Chris akan menyerangnya tanpa ampun kemudian ia akan tamat. Namun, ternyata pintu terbuka tepat ketika Chris menghantam dada Angelina. Tubuhnya yang hampir limbung dengan sigap ditahan oleh Alex.Menyadari Angelina yang sudah kepayahan, Max segera maju menyerang Chris dan Sony menggantikan Angelina.Alex memapah Angelina untuk sedikit menjauh dari ruangan lalu meminta gadis itu duduk terlebih dahulu sementara ia bersama Max akan mengurus Chris dan Sony.“Kau meninggalkannya sendiri?” tanya Max heran mengapa Alex ikut bertarung. Dia pikir Alex akan segera membawa gadis itu ke rumah sakit.“Kita harus mengurus mereka secepatnya,” balas Alex.Max tidak menanggapi, kembali fokus pada musuh. Max melawan Sony sedangkan Alex melawan Chris.“Baguslah kebusukanmu terungkap secepat ini. Tuan Wilson tidak butuh sampah sepertimu!” Alex berseru lalu detik berikutnya ia melakukan serangan bertubi-tubi untuk melumpuhkan Chris.Begitu pula Max melakukan
Alex mengingat-ingat percakapannya dengan Angelina di telepon tadi, dan ia menemukan sebuah kemungkinan saat mengingat Angelina mendebat perintahnya. Pria itu menyadari tekad Angelina sangatlah kuat, ketika sudah memutuskan maka akan terus maju tanpa peduli rintangan.Menyadari itu, Alex segera mengeluarkan alat pelacak yang dibekali Antonio, berusaha menemukan posisi Angelina. Kemudian dia membuka alat pelacak milik Wilson untuk memastikan titik koordinat keberadaan Angelina dan Chris apakah sama.“Sial!”Umpatan Alex berhasil menarik perhatian Max.“Ada apa?” tanya Max gusar.“Sudah kuduga, Angelina diam-diam mengikuti Chris,” jelas Alex dengan gigi bergemeretak.“Beri tahu aku titik koordinatnya, aku akan segera ke sana,” kata Max tergesa.“Aku sudah mengirimnya ke ponselmu, pergilah, aku harus memberitahu Tuan Wilson sebelum pergi. Aku segera menyusul.” Alex melangkah cepat ke ruang rawat Wilson setelah menyelesaikan kalimatnya.Max pun segera bergerak cepat, ia tidak ingin Angelin