Share

4. KEBERUNTUNGAN

BRAK!

Tiang besi itu berhasil menyentuh lantai yang sebelumnya sudah dibanjiri dengan minyak tanah oleh anak buah Gerald. Dalam sekejap gedung tersebut habis dilahap api yang berkobar.

Gerald dan para anak buahnya tersenyum penuh kemenangan karena merasa tidak ada yang bisa selamat dari kepungan api di dalam gedung.

Namun perkiraan Gerald salah besar. Tidak ada satu pun korban nyawa di sana. Tanpa sepengetahuan Gerald, Chris sudah membawa Wilson pergi dari tempat itu sejak beberapa menit yang lalu, sejak saat Alex memberikan instruksi.

Sedangkan Max, Alex, dan Angelina, keberuntungan masih berpihak pada mereka. Saat sejengkal lagi tiang besi tua itu menimpa tubuh Angelina, dengan sigap Alex berlari lalu menarik tubuh Angelina hingga mereka berguling ke samping untuk menghindari maut.

Max merasa shock karena ia menerima dorongan kuat dari arah belakang secara tiba-tiba, lalu menyaksikan Angelina yang hampir tewas tertimpa bara besi, membuat Max justru mematung.

Alex membantu Angelina berdiri dengan benar, kemudian menyadarkan Max untuk bergerak cepat. Dan, ya! Mereka berhasil meloloskan diri dari cengkeraman maut.

Meski begitu, ketiganya tetap melakukan perawatan medis, khawatir gas beracun yang terhirup akan berdampak buruk pada sistem organ tubuh mereka. Biar bagaimanapun Wilson bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan Alex dan kedua rekannya, karena kedepannya Wilson masih membutuhkan mereka.

Alex dinyatakan bebas dari racun setelah melakukan serangkaian pemeriksaan. Angelina yang cukup banyak menghirup racun membuat dirinya disarankan untuk istirahat beberapa waktu namun Angelina menolak, ia merasa ia masih kuat melakukan aktivitas seperti biasa. Terpaksa dokter meloloskan keinginan Angelina dan memberikan beberapa obat penetral racun yang harus rutin dikonsumsi oleh Angelina Samapi gadis itu dinyatakan sepenuhnya bebas dari racun.

Sedangkan Max masih harus terbaring di atas tempat tidur. Laki-laki itu menghirup racun sama banyak seperti Angelina, namun yang membuat laki-laki itu lemah adalah tingkat shock yang ia alami. Selain shock ia juga merasa berhutang pada Angelina.

"Bukankah kau tidak menyukaiku, mengapa kau nekat menyelamatkan aku dan menaruh dirimu dalam bahaya?" tanya Max ketika Angelina dan Alex memeriksa keadaan Max di kamar asrama agensi yang menaungi mereka.

"Dasar bodoh! Aku tidak menyukaimu bukan berarti aku membencimu, bukan? Lagipula kita adalah rekan, aku hanya berusaha melaksanakan tanggung jawab sebagai rekan tim, itu saja." Angelina menawan sinis.

"Bukan karena kau akhirnya menyadari bahwa sebenarnya aku lebih berguna daripada Alex?" Max berusaha membuat candaan.

"Cih! Kau terlalu meninggikan dirimu sendiri!" Angelina semakin sinis menanggapi.

Max terkekeh pelan, sedangkan Alex diam-diam menyunggingkan senyum tipis yang tidak terlalu kentara jika tidak diperhatikan dengan baik. Namun sayangnya, Angelina justru tengah melempar pandangan pada Alex ketika senyum tipis itu terbit di bibir Alex meski hanya sesaat.

Sungguh? Dia tersenyum? Tidak! Kurasa mataku tidak normal. Oh, tidak! Aku tidak mungkin salah lihat, Alex bener-bener tersenyum, bukan? Tapi apa yang membuatnya tersenyum?

Batin Angelina sibuk berkomentar, menyangkal sekaligus membenarkan apa yang dilihatnya.

Karena sibuk bergelut dengan batinnya sendiri, tanpa disadari semburat merah terbit di pipi Angelina, membuat Max tergoda untuk menggoda.

"Hei, pipimu merona, apa yang kau pikirkan? Jangan bilang kau memikirkan hal-hal jorok di otakmu, Angelina!" ujar Max diiringi seringaian di bibirnya.

"Apa! Tutup mulutmu, Max! Otakku tidak sekotor otakmu, camkan itu!"

"Oh, begitu? Lalu apa yang kau pikirkan sampai membuat pipimu tiba-tiba merona seperti itu?" lanjut Max sambil merubah posisinya menjadi duduk bersandar pada sandaran tempat tidur.

"Merona apanya? Tidak! Kau pasti salah lihat. Itu tadi aku hanya merasa sedikit kesakitan, mungkin karena efek racun yang belum sepenuhnya hilang dari dalam tubuhku." Angelina menyangkal dengan mengungkapkan kebohongan.

Sial! Apakah aku benar-benar merona seperti yang dikatakan pria menyebalkan itu! Tapi kenapa? Hanya memikirkan senyum Alex saja apakah bisa membuatku merona? Itu tidak benar!

Angelina melanjutkan bicaranya di dalam hati.

"Kau kesakitan? Sebaiknya kau pergi temui dokter, Angelina, aku akan menjaga Max di sini." Alex angkat bicara setelah sejak tadi hanya menjadi pendengar saja.

"Ah, tidak perlu. Aku sudah lebih baik sekarang, mungkin tadi reaksi obat yang aku minun." Angelina menolak menemui dokter karena memang ia tidak merasa kesakitan, ia hanya berbohong saja tadi.

"Kau yakin? Jangan sepelekan kesehatanmu. Kau tau? Misi kira bar dimulai."

"Ya, kau tidak perlu khawatir, aku tau kondisi diriku sendiri," balas Angelina meyakinkan. Alex hanya mengangguk sebagai respons.

"Oh ya, terima kasih kau sudah menyelamatkan aku, Alex. Sejujurnya saat itu aku sudah tidak berani berkhayal aku akan selamat, tapi ternyata hari ini aku masih berdiri di sini, itu karena kau. Terima kasih. Aku tidak tahu harus dengan cara apa aku bisa berterima kasih padamu." Angelina berucap panjang.

"Tidak perlu merasa berhutang budi. Alasanku melakukan itu sama seperti alasanmu menyelamatkan Max, demi rekan kerja dan demi tanggung jawabku sebagai kapten tim," balas Alex datar, seperti biasa.

Angelina mengangguk paham. "Aku mengerti."

"Sekarang Tuan Wilson juga sedang dalam masa pemulihan, tidak ada kegiatan di luar sehingga para penjaga di rumahnya bisa diandalkan untuk beberapa waktu. Tapi jika teepaksa dia harus keluar dan kalian belum benar-benar sembuh, aku yang akan pergi sendiri, kalian harus tetap istirahat dengan benar."

"Tidak, Alex, aku tidak setuju." Angelina cepat-cepat menolak keputusan Alex. "Kita harus selalu bersama dalam misi kita."

"Ini perintah atasan, kalau kau mau protes silakan kau bicara pada boss."

Angelina menghela napas. Kali ini ia tidak bisa bicara lagi. Karena berurusan dengan boss sangatlah merepotkan.

"Maaf, aku menghambat kinerja tim kita. Aku berjanji aku akan segera sembuh total, supaya kita bisa menjalankan misi bersama lagi." Max bersuara.

Angelina mengangguk setuju. "Ya, aku yakin aku akan segera pulih total dalam waktu dekat."

"Tidak perlu terburu-buru dan tidak perlu memaksakan diri. Misi kita masih panjang, ini baru permulaan. Dari kejadian tempo hari kita bisa melihat seberapa besar musuh-musuh Tuan Wilson. Kedepannya kita harus lebih berhati-hati dan jangan gegabah. Terutama kau, Max, kendalikan emosimu dan berusahalah untuk berpikir lebih cermat. Aku kaptennya di sini, kau harus patuh pada aturanku. Kau tahu aku tidak pernah gagal dalam misiku, jika kau menghambatku maka aku tidak akan segan mendepakmu, kau paham?" Alex memberikan ultimatum begitu panjang.

"Ya, aku mengerti."

"Satu lagi, kau dan Angelina harus mengurangi pertengkaran yang tidak penting. Semakin kalian bertengkar aku semakin kesulitan untuk berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan di waktu genting," lanjut Alex.

"Kau dengar itu, Angelina?" Max melempar pertanyaan itu pada Angelina.

"Aku tidak tuli, tentu saja aku mendengarnya. Jadi kau jangan membuatku kesal!" balas Angelina.

"Aku? Bukankah kau yang sering mengajakku bertengkar?"

"Itu karena kau membuatku jengkel!"

"Baru saja aku meminta kalian untuk tidak bertengkar yang tidak penting, bukan?" Suara Alex terdengar begitu menusuk, menengahi perdebatan kedua rekannya, membuat Max dan Angelina langsung mengunci mulut, tidak berani bersuara lagi.

"Kembalilah ke kamarmu, Angelina, istirahatlah. Biar aku yang menjaga Max di sini. Kau utuh istirahat lebih."

"Baiklah." Angelina mengangguk patuh tanpa bantahan sedikitpun. Gadis itu berbalik dan melangkah pergi menuju kamarnya yang ada di asrama itu. Ya, semua yang bekerja di agensi itu harus tinggal di asrama, tidak diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Hal itu demi kebaikan anggota keluarga masing-masing.

"Aku bisa memenuhi kebutuhanku sendiri, aku tidak selemah kemarin. Kau pergilah ke kamarmu dan istirahat saja, Alex. Aku tahu sebagai kapten kau pasti memiliki beban lebih berat. Tidak perlu mencemaskan aku, pergilah!" Setalah kepergian Angelina, Max meminta Alex pergi dari kamarnya juga.

"Tentu! Aku akan pergi setelah mengucapkan sesuatu padamu."

"Kalau begitu katakan!"

"Apa yang akan aku katakan bukan bagian dari misi, tapi maukah kau berjanji satu hal?" Alex yang sejak tadi menatap pada kejauhan, kini melempar tatapan serius pada Max.

Melihat tatapan mata Alex yang demikian, membuat Max sadar bahwa apa yang sedang dibicarakan Alex pasti sesuatu yang sangat penting.

"Apa?"

"Janji seorang pria. Jangan biarkan Angelina dalam bahaya. Bagaimanapun caranya kita harus melindunginya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status