Di dalam asrama mata Ann memperhatikan ke sekeliling ruangan sambil terpaku di atas tempat tidur bertingkat. Tatapannya pada suster dan anak-anak sebayanya yang sedang sibuk dengan buku-buku mereka di atas meja belajar.
Reina datang menghampiri dengan membawa beberapa baju dan kotak segi empat. “Jangan merenung seperti itu, nanti suster Maria akan menggodamu,” ujarnya sambil menoleh pada suster yang berbadan gemuk yang sedang merapikan tempat tidur.
Tangan Reina pun meraih kotak, setelah di buka isinya adalah bermacam-macam buku yang tidak pernah Ann miliki. “Ensiklopedia Algoritma? Ensiklopedia Cultural? Science? Sejarah? Ilmu Peradaban?” ucap Ann sumringah sambil mengeluarkan semua buku-buku tersebut, hingga membuat tempat tidurnya penuh.
Reina tersenyum melihat antusiasme Ann pada buku-buku, dia menyadari anak yang baru datang ini tidak seperti anak pada umumnya. Dia berasal dari keluarga yang sangat tidak mampu. Kemudian, dia pun meninggalkannya.
Suster Maria yang sudah memperhatikan, menyimpulkan kalau Ann ini anak desa yang baru saja dapat dukungan dari yayasan dan dinas. Dia pun merasa tidak harus memperlakukannya seperti anak-anak lain.
“Heh, kamu ‘kan orang kampung miskin, artinya semua baju dan hal pribadimu urus sendiri. Aku hanya mengurus mereka-mereka dari kalangan konglomerat.” Ungkapnya sangat ketus sambil menyipitkan kedua matanya yang orange.
Agak mendongakan badannya ke belakang Ann menjawab sangat pelan, “Baik, Suster Maria jangan khawatir.”
Tangan Maria menepuk tiang tempat tidur. “Semuanya kalian, jangan buang sampah sembarangan, pakaian yang kotor segera masukan ke dalam ember masing-masing! Jangan lupa setelah penuh masukan ke ruang laundry! Mengerti!” ucapnya sangat tegas.
"Mengerti Suster Maria!" ucap anak-anak serentak.
Matanya mendelik ke arah Ann sambil berkata, “Kamu anak baru, ikut aku!”
Ann pun segera mengikutinya.
Setelah kepergian Ann, kedua anak yang mengenal Ann dari rekan-rekannya yang ada di sekolah dasar The West berdesis, “Dia itu Ann, anak andalan The West! Anak orang miskin!”
“Pasti kita kalah melawan dia!” ujar salah satu dari mereka.
Kedua anak ini bernama Angela dan Belle, Angela yang ingin sekali mendapat penghargaan dan pujian dari kedua orang tuanya, dia pun mulai merangkai strategi. “Bell, bagaimana kita bayar saja Suster Maria, agar dia memberikan tugas-tugas dapur atau bersih-bersih. Agar Ann tidak belajar dan kecapean setelahnya!”
Belle menajamkan sorot matanya hingga memadukan ciri khas wajahnya yang judes. “Ide bagus! Salah satu dari kita harus menang dan menjadi kebanggaan!”
Angela merasa disupport oleh temannya ini, sambil menyilangkan kakinya dia pun bergumam, ‘Kamu pintar Ann, tapi aku akan melumpuhkanmu!’
Sedangkan Ann di dapur bersama Maria sedang mencuci piring dan perkakas lainnya. “Setelah beres semua kamu makan makanan yang di meja itu!” titah Maria sambil menunjuk ke arah piring yang isinya gandum dan sepotong daging ayam dan sayuran. Maria pun meninggalkan Ann sendirian.
Ann hanya mengangguk, tetapi karena perutnya sangat kelaparan dia pun segera meninggalkan tumpukan piring, lalu dengan cepat mengambil makanan tersebut dan memakannya.
Tiba-tiba saja Reina datang, “Ann, kok makannya di dapur?” tanyanya sambil menegaskan kedua matanya. Di belakang Maria sudah memasang wajah sangar agar Ann tidak membuka mulut.
“Aku lapar Kak Reina,” singkat Ann datar sambil menunduk. Reina pun segera menuntun Ann ke ruang makan yang mewah dan luas. “Makan itu di sini! Bukan di dapur!” ucapnya sambil berlalu.
Sementara Ann hanya menelan daging yang dikunyahnya sangat terpaksa, dia sudah merasa bahwa Maria tidak menyukainya. ‘Aku akan membuatmu menyukaiku Suster Maria.’ Ungkapnya dalam hati.
Setelah makan Ann pun kembali ke dapur, dia menampaki Maria sedang berada duduk dan menikmati secangkir teh. “Suster, tadi Ann makan terlebih dahulu karena sudah sangat lapar!” ucapnya pelan lalu kembali ke ruang cuci perkakas dan melanjutkan mencucinya.
Melihat itu, Suster berbadan gendut ini terdiam dan memperhatikan bagaimana Ann menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik.
Kemudian, Ann pun kembali ke kamar. Begitu sampai kamar dia sudah tidak menemukan buku -buku yang sebelumnya berada di atas kasur. Netra Ann memutar ke seluruh ruangan dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaannya.
Melihat kebingunan Ann, Angela datang. “Kenapa Ann?” tanyanya pura-pura tidak tahu.
“Kamu melihat buku-buku yang di sana?” ucapnya sambil telunjuknya mengarah ke tempat tidur.
Belle datang sambil melipat tangannya, “Tadi ada petugas datang ke sini, dia pikir buku tersebut tidak ada pemiliknya, karena melihat tempat tidur ini seperti tidak berpenghuni!” ucapnya sangat tegas.
Ann menghela napas panjang, “Huh!” helaan itu dibarengi langkahnya ke arah tempat tidur. Dia pun segera mengambil pakaian bermaksud untuk pergi ke kamar mandi. Baru saja membalikan badannya, Angela berdesis, “Kamu bisa belajar bersamaku kalau mau? Tapi ada syaratnya!”
Ann tersenyum ramah sambil berkata, “Kalau aku belajar bersamamu, kamu akan terganggu! Biar nanti aku bicara sama Kak Reina perihal buku itu.”
Angela memundurkan badannya lalu meninggalkan Ann, begitu pula dengan Belle. Sedangkan Ann hanya menatap kepergian mereka dan segera pergi ke kamar mandi.
Di lorong menuju kamar mandi, Maria sudah berdiri tegak dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Tangan kekarnya menggenggam lengan Ann dengan kasar, “Kamu ini tidak bisa menjaga kebersihan?” ucapnya dengan nada tinggi!
Ann bingung, karena dirinya ini baru sekarang masuk ke dalam kamar mandi. Mulut mungil Ann baru saja hendak berkata, Maria membentak, “Cepat! Bersihkan itu!” tangannya mendorong badan Ann yang mungil hingga terbentur pada pintu kamar mandi. Maria dengan cepat meninggalkan Ann seorang diri!
Tangan Ann mengusap pelan bahunya karena merasa kesakitan. Namun tidak mempedulikannya, dia segera membersihkan kotoran dan entah siapa yang melakukannya.
Kamar mandi sudah bersih dan wangi. Kemudian Ann pun mandi sambil sesekali menimbul dan tenggelamkan badannya di dalam bathtub.
“Segar!” ucapnya sambil melirik tubuhnya ke arah cermin, sejenak dia menatap wajahnya sambil tersenyum manis. “Kenapa aku berbeda di antara kedua saudaraku? Renata, Kakak merindukanmu!” tetapi ucapannya terhenti ketika dia mengingat Kakaknya Natalie. “Kakak tidak pernah mau mendukung Ann, tapi Ann sangat menyayangimu, semoga Kakak sehat selalu.”
Setelah dari kamar mandi Ann dengan cepat berjalan ke arah ruang para suster, tangan Ann mengetuk pelan pintu yang terbuka. Dari dalam seorang suster bernama Nancy menghampiri, “Ada apa gadis cantik?” tanyanya sambil mengulas senyum tipis.
“Aku ingin bertemu dengan Kak Reina,” ucap Ann pelan.
“Hmm, Kak Reina ambil cuti sayang, dia akan kembali setelah dua bulan. Karena dia sedang mempersiapkan pernikahannya,” lirih Nancy.
Mendengar penjelasan dari Suster yang ada di depannya, Ann menunduk lesu dan tidak bersemangat, dia pun pergi meninggalkan Nancy yang berdiri di tengah pintu.
‘Tanpa buku aku bagaimana? Sedangkan besok aku harus ikut test! Materinya seperti apa?’ ucap hati Ann. Kemudian dia pun berkata, “Semoga Tuhan kali ini berpihak kepadaku.” Langkahnya pun dipercepat menuju ke kamarnya.
Begitu Ann masuk, dia mendapati tempat tidurnya tidak beralas. “Ini kenapa lagi?” ucapnya sambil meraih selimut yang terpapar di lantai.
‘Selamat tidur di lantai gadis miskin!’ ucap hati Angela yang bibirnya menyimpul senyum sinis pada Belle yang bereaksi sama, kemudian tangan mereka beradu pelan seperti sedang merayakan kemenangan.
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,