Share

Anniversary Terakhir
Anniversary Terakhir
Author: Indira Hasya

Sehari Saja

Author: Indira Hasya
last update Last Updated: 2025-04-11 06:12:03

Anniversary Terakhir

Andai aku tahu sejak awal kalau dia tidak menginginkan pernikahan ini, aku tidak akan memaksa menikah meski pernikahan kami sudah direncanakan sejak kami masih kecil.

______

"Kayra memintaku untuk segera menikahinya, Anin. Kami sudah lama menunggu."

Sepuluh tahun kami menikah, ternyata apa yang aku lakukan selama ini tidak membuatnya menerimaku. Andai aku tahu sejak awal, aku tidak akan memaksakan diri menikah dengan Mas Fajar.

Saat itu ibu mengajakku ke kampung halaman setelah bapak meninggal, ibu bilang, mereka sudah menjodohkanku dengan anak temannya.

Fajar Nugraha nama lelaki itu. Aku tidak sepenuhnya ingat karena keluarga kami di perantauan saat kami sama-sama masih kecil.

"Pergilah, temui keluarga Abas, nikahkan Anin sama Fajar. Aku tidak mau membawa hutang janji sampai mati."

Bapak bilang itu hutang janji, aku tidak tahu perjanjian seperti apa yang mereka lakukan hingga ibu langsung membawaku ke kota tempat tinggal keluarga Mas Fajar.

Saat ibu menemui keluarga Mas Fajar, mereka tampak sangat menerima kami hingga saat ibu mengatakan perihal pernikahan kami pun mereka langsung menyambut antusias.

"Kami sudah lama menunggu kalian datang." Begitu kata ibunya Mas Fajar saat itu.

Merasa tidak ada lagi yang perlu diperbincangkan, mereka akhirnya merencanakan pernikahan kami. Aku dan Mas Fajar juga bertemu biasa saja, kupikir karena kami belum terlalu kenal saja makanya sikapnya tak acuh. Namun, setelah kami menikah, aku mendengar sendiri kalau ternyata Mas Fajar sebenarnya sudah punya calon istri dan mereka hampir menikah sebelum aku datang.

"Kenapa Mas nggak bilang kalau sudah punya calon?" tanyaku waktu aku memergoki Mas Fajar bersama kekasihnya seusai pernikahan kami.

"Seharusnya kamu sadar dengan sikapku selama ini, Anin. Kenapa kamu seolah tidak mau tahu perasaanku, memangnya kamu menikah hanya peduli dengan perasaanmu saja," kata Mas Fajar kala itu. Kayra --kekasihnya menangis sambil memeluk Mas Fajar, rasanya hati ini bagai dic*bik.

Aku seperti wanita murahan yang menawarkan diri untuk dinikahi, padahal jika Mas Fajar mengatakan terus terang sebelumnya, aku tidak memaksa dan kami akan kembali ke kota tempat tinggal kami.

Setelah aku mengetahui yang sebenarnya, aku meminta pembatalan nikah, tapi saat itu ibu yang ternyata mendengar pembicaraan kami, memohon padaku untuk bersabar. Ya, aku akhirnya memutuskan untuk bersabar sampai Mas Fajar menerimaku.

Tahun berlalu pernikahan kami berjalan hingga di tahun kedua aku melahirkan Bani, putra pertama kami yang wajahnya sangat mirip dengan Mas Fajar.

Aku pikir setelah anak kami lahir, Mas Fajar mau menerimaku, ternyata aku salah, dia tetap bersikap acuh padaku, bahkan semakin hari dia semakin menunjukkan kalau dia jijik padaku.

"Kalau itu yang kamu harapkan, baiklah, Mas. Aku menyerah, tapi dengan satu syarat."

"Apa pun akan aku lakukan asal kamu mau kita cerai."

"Aku ingin di anniversary terakhir kita, kamu beri aku hadiah." Aku menghela napas berusaha untuk tetap tegar. "Sehari saja, kamu menjadi suami selayaknya suami tanpa ada Kayra di antara kita. Setelah itu, kamu bisa menalakku."

"Sehari kan?" Mas Fajar tampak berat dengan permintaanku.

Aku mengangguk, "sehari saja, aku ingin ke tempat yang dulu kita rencanakan untuk bulan madu."

Dulu sebelum kami menikah, aku sudah merencanakan bulan madu dan Mas Fajar menyetujui saja rencana kami. Aku sudah menyiapkan semuanya, tiket sudah dipesan dan Hotel juga sudah di booking. Namun, setelah menikah, rencana itu digagalkan sepihak oleh Mas Fajar karena alasan Keyra tidak setuju. Aku pun waktu itu hanya ikut saja apa yang dikatakan Mas Fajar.

"Sabar, Nduk. Jadi istri yang patuh pada suami, nanti lama-lama Fajar akan menerimamu.

Lihatlah batu itu, sekeras-kerasnya batu jika ditetesi air pasti akan berlubang. Apalagi hati manusia."

Nasehat ibu selalu aku ingat, aku menjalankan kewajibanku sebagai istri, menyiapkan semua keperluannya, menjaga rumah agar tetap bersih hingga dia merasa nyaman dan merawat serta mendidik anak kami dengan baik .

Aku masih ingat, begitu bangganya Mas Fajar ketika Albani putra kami mendapatkan penghargaan di sekolahnya. Aku mengamalkan ilmu yang kudapat dulu untuk mengajari putraku hingga beberapa kali sekolah menunjuk Bani mewakili sekolahan.

Selain memang Bani anak yang cerdas, dia juga rajin belajar, tidak pernah protes saat aku mengajaknya belajar.

"Anin memang ibu yang pintar, dia yang mengajari Bani sampai Bani bisa lolos seleksi tingkat provinsi." Kala itu Mas Fajar dengan bangga memujiku, aku tahu dia memang tulus saat itu. Selama ini aku memang berusaha melakukan hal yang membuat Mas Fajar bangga. Namun, itu tidak lama karena tiba-tiba Keyra datang saat kami merayakan keberhasilan Bani dan Mas Fajar berubah seketika.

Mungkin saat itu Keyra mendengar Mas Fajar memujiku, Keyra memberi kode pada Mas Fajar untuk menjauhiku dan seperti biasanya, Mas Fajar langsung patuh pada Keyra.

Apa orang tua Mas Fajar tidak menegur? Tentu mereka tidak menegur Mas Fajar yang tampak jelas menunjukkan kepeduliannya pada Keyra dibanding aku.

Aku pernah meminta ibu mertua untuk menasehati Mas Fajar, tapi ibu malah menjawab itu bukan urusannya karena masalah hati tidak bisa orang lain ikut campur.

"Mereka sudah dekat sejak lama, Anin. ya, wajar kalau mereka masih saling mencintai. Lagi pula, mereka juga hampir menikah kalau saja kamu tidak datang." Mendengar ucapan ibu mertua hatiku sakit, aku tidak tahu kenapa dulu waktu ibuku datang mereka seperti menunggu kedatangan kami.

Satu tahun yang lalu ibuku meninggal, Mas Fajar semakin berani menunjukkan sikap tidak sukanya padaku, kalau biasanya Mas Fajar menutupi hubungan buruk kami di depan orang-orang, tapi setelah ibu meninggal dia terang-terangan. Semua karyawan rumah makan kami juga tahu dan mereka bukannya membelaku, justru mereka membela Keyra yang hanya seorang mantan.

Saat ada wanita yang seharusnya membela wanita lain, tapi apa yang aku harapkan, aku dituduh perebut padahal aku tidak tahu apa-apa dengan hubungan mereka.

"Siapkan semuanya, aku hanya tinggal berangkat saja kan?" tanya Mas Fajar sembari mengikat tali sepatunya.

Dia sudah memakai baju olah raga, biasanya saat libur begini Mas Fajar mengajak Bani olah raga, bocah itu sudah menunggu di luar sejak tadi.

"Iya, Mas, aku siapkan semua, termasuk berkas untuk mengajukan gugatan cerai kita."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anniversary Terakhir    Pilihan yang Salah

    "Apa ini?!" Fajar melempar kertas hasil pemeriksaan Keyra. Di sana ada penjelasan kalau rahim Keyra tidak baik-baik saja karena pernah menjalani aborsi. Sungguh Fajar merasa dibohongi oleh Keyra. "Kapan kamu melakukannya?" Suara Fajar bergetar, matanya memanas dan dadanya sesak. Sekelebat bayangan wanita yang selama ini dia abaikan muncul bersama kata-kata menyakitkan yang pernah dia lontarkan kembali terngiang di telinga. "Lihat dirimu, kamu tidak seperti Keyra dan tidak akan pernah bisa menggantikannya." Ucapan itu dia katakan tidak sekali, tapi berkali-kali dia katakan agar Anin menyerah. Namun, entah terbuat dari apa perasaan wanita itu hingga bisa bertahan menjalani siksaan batin selama 10 tahun. Mata Fajar memanas, rasa bersalah semakin menyeruak menyesakkan dadanya. Wajah tulus Anin waktu melayaninya, tatapan mata memohon saat Fajar berkali-kali menolak Anin. Sungguh, dia telah berdosa selama ini. Dia pikir, Keyra adalah wanita paling sempurna, Keyra sangat cantik, manja d

  • Anniversary Terakhir    Tidak Butuh Pengakuan

    Sebenarnya aku malas sekali berhubungan dengan mereka, aku mau fokus sama diriku sendiri. Saat anniversary terakhirku bersama mas Fajar, aku sudah berjanji tidak lagi mengalah pada keadaan, tidak lagi menjadi Anin yang dulu yang hanya memikirkan kebahagiaan orang lain. Ini semua gara-gara Andika yang akhirnya memberiku masalah setelah sekian bulan merasa hidupku tenang.Andai Syifa tidak datang dan merayuku agar membantu mereka, mungkin aku memilih tidak peduli. Lagi pula aku dan Andika tidak ada ikatan apa-apa, dia mungkin hanya terjebak orang tuanya harus segera menikah waktu melamarku.“Terima kasih, Mbak Anin.” Sofia terus saja memegang tanganku dalam pernjalan menuju rumah sakit.“Aku nggak jaji bisa membuat keadaan Dika membaik, lagian kamu aneh-aneh saja, aku bukan dokter yang bisa menyembuhkan orang sakit.” “Mbak kan punya hubungan sama Mas Dika, siapa tahu setelah ketemu sama Mbak Anin mas Dika sembuh.”“Kami nggak ada hubungan apa-apa.” Aku menegaskan itu berkali-kali agar

  • Anniversary Terakhir    Masih Tentang Andika

    “Sudah temui wanita itu?” tanya ibu Andika pada kedua anak perempuannya.“Sudah, Bu. Dia tidak akan temui Mas Dika lagi.” Dinda menjawab, wanita itu menatap kondisi kakaknya yang masih belum sadar.Setelah Syifa datang dan menjelaskan kalau dialah yang mendekatkan Andika dengan Anin, mereka marah besar, mereka mengira kalau Aninlah yang memang suka pada Andika. Sebagai seorang ibu pasti ingin melihat anak lelakinya menikah dengan wanita yang masih gadis, apalagi Andika pria yang sudah punya pekerjaan mapan, tinggal tunjuk saja para perempuan akan mau menikah dengan Andika. Meksi mereka tahu siapa Anindya, wanita yang terbilang cukup sukses dengan usahanya, tapi statusnya yang sebagai janda beranak satu tentu saja menjadi alasan bagi keluarga Andika menolak.“Kalau Anin tidak punya anak dari suaminya yang dulu, mungkin bisa dipertimbangkan,” kata wanita itu. “Sebenarnya tidak apa-apa menikahi janda. Anin memang janda, tapi mandiri, dia tidak akan menyusahkan Dika, Bu.” Sofia menat

  • Anniversary Terakhir    Tentang Andika

    “Serem ibunya Mas Dika. Mirip mertua di senetron ikan terbang.”Aku memijat kepala yang rasanya berdenyut karena kurang tidur dan juga memikirkan ucapan ibunya Andika tadi. Gara-gara Andika, orang tuanya berpikir yang tidak-tidak tentangku. "Ibunya Mas Dika itu mirip mertua di sinetron ikan terbang yang biasanya ditonton ibu. "Ibu itu kalau nonton sinetron, suka marah-marah di depan tivi. Ibu malah ngajari pemainnya buat lawan mertuanya yang jahat."Aku menyimak Dwi yang masih betah ngoceh sepanjang perjalanan kami pulang. "Kasih racun aja mertua seperti itu. Ibu sambil marah-marah bilang gitu. Terus aku jawab, nanti kalau aku punya istri, ibu cerewet kayak gitu, aku suruh istriku kasih racun. Eh, ibu marah, aku dipukul pakai kemoceng. Memangnya aku salah."Tawa kami pun menyembur keluar. Anak ini memang selalu bisa membuatku tertawa ditengah kegalauan hatiku. Pertemuanku dengan Dwi waktu itu karena dia sering sekali mampir di rumah makan, kadang cuma beli lauk saja, kadang minta

  • Anniversary Terakhir    Jangan Ganggu Anakku

    Aku diantar Dwi menuju rumah sakit. Berkali-kali mencoba menghubungi Syifa, tapi nomornya tidak aktif. Aku tidak tahu keluarga Andika, jadi aku harus ke sana untuk memastikan.“Kenapa bisa kecelakaan, Mbak? Apa patah hati ditolak Mbak Anin?” “Hus, ngawur aja kamu.”Sepanjang perjalanan pikiranku menduga-duga kenapa Andika bisa kecelakaan, apa setelah mengantarku semalam dia kecelakaan? Ah, aku jadi merasa bersalah andai gara-gara aku dia kecelakaan.Kami pun sampai di rumah sakit kota, lumayan jauh dari tempat kami, aku membutuhkan perjalanan 45 menit ngebut. Bocah di sebelahku yang sebenarnya belum punya sim itu nekat membawa mobil walau sering aku memintanya mengantar barang naik mobil, tapi hanya di area komplek saja.Dwi memarkir mobil setelah aku turun di depan. Aku langsung menuju meja resepsionis menanyakan korban kecelakaan bernama Andika. “Masih di IGD,” kata resepsionis itu.Aku menunggu Dwi, remaja itu berlari ke arahku lalu mengantarku ke IGD. Kami melangkah cepat, taku

  • Anniversary Terakhir    Teman Hidup

    “Nin, jangan salah paham.” “Salah paham apa, Mas.” Aku masih berusaha menekan kekesalanku padanya. Malam ini benar-benar buruk, tiba-tiba dilamar Andika lalu mas Fajar mendatangiku hanya ingin mengajakku ke acara Bani, padahal selama ini dia tidak pernah mau jika aku ajak bersama.“Keyra yang mempengaruhiku. Aku tidak pernah menolakmu, aku hanya ….”“Hanya malu karena punya istri jelek.”Aku tidak pernah lupa segala macam hinaannya, katanya aku tidak menarik, tidak modis, kuno dan tidak enak di ranjang makanya dia sangat jarang meminta jatah dariku.“Bukan begitu. Nin. Aku tidak pernah malu punya istri kamu, justru aku bangga punya istri kamu.”“Sudahlah, Mas, jangan membual. Aku lebih percaya ucapanmu yang dulu dari pada sekarang. Pulanglah, besok pagi aku minta kamu ambil barang di gudang.” Aku mengusirnya, tapi Mas Fajar masih tetap mematung seolah tidak mengerti kalau aku muak melihatnya.“Nin, ini demi Bani. Aku mohon sekali ini saja kita datang berdua.”“Bani sudah biasa meliha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status