Share

Annoying Marriage
Annoying Marriage
Penulis: Selfie Hurtness

BAB 1

“Mau sampai kapan sih, Yud? Kamu sudah tiga puluh lima tahun.”

Yudha yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulutnya itu sontak menghela napas panjang, meletakkan kembali sendok berisi nasi ke atas piring dan menatap ibunya dengan saksama. Ningsih yang ditatap sedemikian serius oleh sang anak pun membalas tatapan itu, netra mereka beradu untuk sepersekian detik, hingga kemudian Yudha yang mengalah dan menundukkan kepalanya.

“Kariermu sudah oke banget. Dokter iya, dosen iya, terus kamu mau cari apa lagi sih?”

Yudha membisu, dia tahu betul sia-sia berdebat melawan ibunya dalam kondisi seperti ini. Semuanya akan dilibas wanita paruh baya itu dengan begitu mudah dan Yudha? Tentu akan kalah telak!

“Mau cari calon yang kayak siapa? Maudy Ayunda? Atau Mikha Tambayong? Apa malah yang kayak Cinta Laura?” Ningsih melirik Yudha yang tampak jemu itu. “Kalau yang kamu bidik mereka, harusnya kamu jadi pengusaha saja, jangan jadi dokter.”

“Bu ....” Yudha akhirnya bersuara. “Tujuan Ibu kesini cuma buat terus nekan Yudha biar nikah?”

Ningsih meletakkan pisau rotinya, ditatapnya anak bungsunya itu dengan saksama. “Ya jelaslah! Kamu itu ya, kenapa sih nggak das-des cari jodoh? Masih mau cari apa lagi sih, Yud? Rumah segede gini, mobil ada dua di garasi, karier cemerlang, pasien banyak. Lantas kamu masih mau cari apa?” Suara Ningsih mulai melengking, membuat Yudha auto sakit kepala.

“Nggak malu sama anak-anak kemarin sore pada udah nikah, punya anak? Kamu yang sudah mau kepala empat malah pacar aja nggak punya. Kamu nggak punya penyimpangan seksual, kan Yud?”

Sontak Yudha melotot, ia menatap gemas pada sang ibu. Penyimpangan seksual? Yang benar saja! Dia masih doyan wanita! Yudha meneguk isi gelasnya, lalu memijit keningnya perlahan-lahan. Selalu begini, tiap ibunya mengunjungi dirinya di Solo, selalu keributan macam ini yang terjadi. Membuat Yudha selalu sakit kepala berkepanjangan.

“Yudha normal, Bu. Masih doyan cewek.”

“Nah, makanya itu! Kamu emang nggak kebelet kawin apa? Nggak pengen ngerasain kawin itu kayak gimana rasanya? Heran Ibu sama kamu, Yud!” Kembali Ningsih mengoceh, membuat Yudha rasanya ingin kabur melarikan diri dari meja makan saat ini juga.

“Nggak sayang apa dulu yang sunat? Sampai sekarang burungnya malah kamu anggurin nggak dipakai.”

Yudha yang mencoba kembali fokus sarapan sontak tersedak nasi yang memenuhi mulutnya. Sebuah insiden yang makin membuat Ningsih mengomel panjang-lebar.

“Nah, gitu aja keselek. Makanya cari bini biar kamu ada yang ngurusin. Kelamaan jomblo sih,” omel Ningsih sambil menyodorkan gelas miliknya yang masih penuh.

Yudha meneguk gelas itu hingga isinya kandas. Ia segera meletakkan gelas itu dan menatap sang ibu dengan mata membulat.

“Bu, korelasinya keselek, jomblo sama punya istri itu apa sih, Bu? Emang orang keselek itu tanda kalau dia sudah harus nikah?” Yudha benar-benar tidak mengerti.

Sebagai anak, ia tentu akan sangat merindukan sang ibu, terlebih sekarang mereka tinggal di beda kota. Tetapi kalau tiap datang ke sini mengunjungi dirinya selalu hal ini yang dipermasalahkan dan diributkan oleh Ningsih, rasanya Yudha tidak sanggup.

“Lagian Yudha sunat itu wajib, kan, Bu, sesuai ajaran agama? Di dunia medis juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan. Nggak melulu orang sunat itu terus cuma buat kawin aja tujuannya.” Gerutu Yudha dengan wajah memerah.

“Ya rugi sakit-sakit sunat kalau burungnya nggak dipakai kawin.”

Yudha menggelengkan kepalanya dengan gemas, rasanya ia sudah menyerah menghadapi ibunya ini.

“Bu, tapi kan--.”

“Dah begini aja,” potong Ningsih cepat. “Ibu kasih kamu waktu satu bulan buat bawa calon istri kamu ke Ibu. Kalau sampai satu bulan kamu nggak bawain calon ke rumah, ibu nikahin kamu sama Tere.”

Kembali mata Yudha terbelalak, Tere? Tere siapa? Jangan bilang kalau ....

“Tere anaknya Pak Kadus itu? Yang suka ingusan sampai ingusnya seijo lumut?” Hampir Yudha berteriak. Gila aja!

“Sekarang dia cantik, udah nggak ingusan lagi,” tukas Ningsih sambil tersenyum jahil.

“DIA  UMUR BERAPA, BU?” Kini Yudha berteriak. Pasalnya bocah itu lahir ketika Yudha lulus SMA.

“Tujuh belas tahun.” jawab Ningsih santai.

“TUJUH BELAS TAHUN?” Yudha sontak lemas. Pria matang dan mapan seperti dia harus menikahi bocah 17 tahun? Astaga, apakah tidak ada calon lain yang lebih potensial untuk menyandang gelar sebagai nyonya Yudha Anggara Yudhistira?

“Pokoknya Ibu nggak mau tahu! Bulan depan bawa calonmu ke rumah! Bulan berikutnya biar Ibu lamarkan dia dan bulan depannya lagi kamu sudah harus nikah. TITIK.”

Yudha kembali membelalakkan matanya, “APA?”

***

Yudha membawa mobilnya dengan sedikit gusar. Menikahi Tere? Mimpi apa Yudha semalam sampai dia harus menikahi bocah kemarin sore macam Tere itu? Yudha bukan hanya seorang dokter bedah, melainkan juga seorang dosen di fakultas kedokteran perguruan tinggi negeri yang ada di kota ini. Dan dia harus menikahi gadis macam Tere itu? Ya ampun!

“Dikira cari istri itu cuma tinggal comot doang? Ya ampun, Bu ... Bu ...,” Yudha mendesis kesal, dia dalam perjalanan ke kampus, ada kuliah pagi sebelum dia harus praktik di rumah sakit.

Menikah.

Siapa sih yang tidak ingin menikah? Hanya saja berkali-kali gagal menjalin hubungan membuat Yudha menyerah dan tidak ingin membuang waktunya dengan percuma. Hal yang kemudian membuat Yudha lebih asyik kembali sekolah dan fokus pada karier.

Dan tahun ini, dia sudah genap 35 tahun. Sebuah angka yang membuat Ningsih, sang ibu, kelabakan karena sampai detik ini tidak pernah Yudha menceritakan jika ia tengah dekat dengan wanita, suka terhadap wanita.

“Cari bini di mana, ya Allah?” desisnya frustrasi.

Sebenarnya banyak kok yang mau dengan sosok dokter bedah satu itu. Postur tinggi-tegap dengan rahang kokoh, hidung mancung dan kulit putih membuat pesona Yudha hampir mirip aktor-aktor Korea yang bermain di Hospital Playlist. Para mahasiswi baik di kampus maupun di rumah sakit selalu bersemangat ketika sosok ini mengajar, tidak peduli Yudha begitu killer dan judes, di mata para mahasiswi itu Yudha bagaikan perwujudan Dewa Hermes dalam mitologi Yunani dan Arjuna dalam mitologi Mahabharata.

Namun Yudha cenderung cuek dan abai pada setiap mata yang memandang dan berharap bisa lebih dekat dengan dirinya. Ia sudah kehilangan gairahnya menjalin hubungan dengan lawan jenis. Fokusnya hanya pada karier, pasien dan penelitian-penelitiannya.

“Sama dokter internship ... nggak ada yang cocok.”

“Dokter definitif ... sudah punya anak semua yang cewek.”

“Dokter residen ... nggak ada yang menarik.”

Yudha baru sadar, selama ini dia bahkan tidak punya waktu untuk sekadar menatap dan memperhatikan wanita-wanita di sekelilingnya.

“Ya Allah ... jodohnya Yudha kemana sih ya Allah?”

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Mutia Hanifah
ya Allah Thor disimpan dimana jodohnya Yudha...
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Apakah jodohnya berada disini wkwk
goodnovel comment avatar
Retno Widahningsih
sini sini yud sini......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status