Share

BAB 5

"Mimpi apa sih aku semalam, Hen?" Desah Karina sambil menyusut air mata. 

Heni menghela nafas panjang, ia menyodorkan tissu pada Karina. "Sudahlah, kamu sepuluh menit lagi sidang dan malah nangis sesegukan kayak gini? Kan file presentasi kamu udah ketemu, Rin."

Karina menghentakkan kakinya ke lantai, tampak terlihat dia begitu frustasi. 

"Ketemu sih, cuma aku bayarnya harus pakai masa depan, Hen!" Kembali Karina terisak, sungguh simalakama sekali. Tidak ketemu flashdisk itu sama saja dia harus menunda wisuda S1-nya, dan sekarang ketemu, dia harus menukarnya dengan masa depan cemerlang yang sudah Karina rancang sejak lama, tidak adakah pilihan lain? 

"Kamu sih!" Heni menggebuk punggung Karina dengan gemas, "Siapa suruh asal njeplak ngomong tadi? Pakai bawa-bawa nama Tuhan lagi, rasain sekarang!"

Tangis Karina makin kencang, membuat Heni kembali menggebuk punggung itu dengan kesal.

"Aku lagi kena sial kenapa kamu malah nyalahin aku?" Karina mencebik, kenapa tidak ada yang simpatik kepadanya? 

Heni memutar bola matanya dengan gemas, bukankah Heni sudah bilang berkali-kali bahwa Karina tidak boleh sembarangan bicara? Tapi dia sama sekali tidak mendengar, dan sekarang kena batunya, bukan? 

"Kan dulu aku udah pernah bilang, jangan asal kalau ngomong, kena, kan, sekarang?" Desis Heni sedikit kesal. "Dah lah, dokter Yudha ganteng juga kok. Mana tinggi lagi, memperbaiki keturunan, Rin. Tinggi kamu kan cuma satu setengah meter nih, nah nikah sama dokter Yudha yang menjulang gitu otomatis nanti anak kamu kan bakal--." 

"Aaaaaaaa  .... Huaaaaa!!"

Kembali Karina menangis sambil berteriak, membuat atensi peserta sidang skripsi yang sedang menunggu giliran tertuju kepadanya. Heni sontak membungkam mulut itu, menginjak kaki Karina keras-keras. 

"Sakit, Hen!"  Protes Karina sambil melotot tajam. 

"Inget kata-kataku, bakalan lebih sakit besok pas di perawani dokter Yudha daripada aku injek kakimu seperti ini!"

Karina membelalak, bayangan tidak senonoh yang pernah tidak sengaja dia lihat di video yang ada di ponsel sang kakak kembali berputar dalam pikirannya saat ini.

Dia dan sosok itu? Saling polos dan melakukan .... 

"Heh!" Kembali Heni menggebuk punggung Karina, "Mikir apa wajahmu sampai merah begitu, heh?"

Karina tersentak, ia sontak menutupi wajah merah padamnya dengan kedua tangan. Membuat Heni sontak tertawa terbahak-bahak. 

"Hayo mikir ngeres, kan?" Tebak Heni setengah menggoda. 

"Apaan sih, gaje!" Tukas Karina sambil menghirup udara banyak-banyak. 

"Kayaknya punya dokter Yudha gede deh, Rin. Lihat deh posturnya, apalagi--."

"STOP!" potong Karina cepat, apaan sih Heni ini? Kenapa bahas sampai sana? "Apanya yang gede? Lubang hidungnya? Matanya atau apa?"

Heni sontak nyengir lebar, mendekatkan wajahnya ke telinga Karina lantas berbisik lirih, "Anunya lah, manteb tuh kayaknya!"

Karina melotot, mulutnya separuh terbuka sambil menatap nanar sahabatnya yang tampak nyengir lebar sambil menaikkan kedua alis. Karina hendak buka mulut dan kembali berteriak ketika panggilan itu membungkam mulutnya seketika. 

"Karina Destinna Pertiwi."

***

Heni menatap kepergian sosok itu dengan tatapan iba. Dia tahu betul sahabatnya itu sejak dulu selalu bertikai dan berselisih dengan sosok dokter bedah ganteng itu. Dan sekarang, dia termakan sumpahnya sendiri, dia harus mau tidak mau dinikahi oleh sosok dokter Yudha Anggara Yudhistira yang dia benci setengah mati. 

Heni duduk di sofa depan ruang sidang, ia baru sidang minggu depan dan untung sekali tadi dia membawa laptopnya, jadi bisa dipakai Karina untuk sidang skripsinya. Dia masih tidak habis pikir, bagaimana bisa laptop Karina mati layarnya? Mana tadi flashdisk sempat hilang lagi. 

Ah ... Agaknya semesta memang menjodohkan dirinya dengan dokter bedah favorit se-Fakultas Kedokteran. 

"Apes banget sih kamu, Rin? Salah siapa mulut asal jeplak." Heni tertawa konyol, dasar Karina. Sejak dulu selalu begitu. 

Dulu Heni sudah banyak menasehati tapi siapa suruh tidak mendengarkan apa yang Heni nasehat kan? Kena, kan, sekarang? 

"Tapi lucu juga kayaknya kalau mereka jadi nikah beneran," Heni menopang dagunya, membayangkan Karina bersanding dengan sosok itu di pelaminan. 

"Pakai adat apa besok?" Heni memvisualisasikan sosok Karina dalam busana pengantin, pasti cantik! Karena Heni akui, Karina memang cantik! Coba kalau jelek, pasti meskipun dokter Yudha yang menemukan benda itu, dia nggak bakalan mau menikahi Karina meski Karina sudah bersumpah sekali pun. 

Senyum Heni merekah, dia jadi sangat tidak sabar menyaksikan mereka bersanding. Ah ... Kenapa jadi Heni yang tidak sabar.

"Kira-kira malam pertama mereka besok gimana?"

Kembali senyum Heni merekah, dia jadi macam orang gila begini? Senyam-senyum sendiri, ngomong sendiri seperti ini? Ah ... Semua gara-gara si Karina dan dokter ganteng itu! 

"Minta live boleh kali? Live malam pertama mereka sepanas apa nanti?" Ah ... Tawa Heni kembali pecah, kini ia harus menutup mulutnya agar suara tawa keras itu tidak terdengar oleh orang-orang di sekitarnya. Bisa-bisa Heni dibawa ke Prof Junaedi, dikira ada gangguan psikologis. 

"Tunggulah tanggal mainnya, dan nikmati yah jadi Nyonya Yudha. Beruntung amat sih, lulus S. Ked eh dapat suami udah spesialis!"

***

'.... Demi Allah, siapapun yang nemu flashdisk aku dan kasih balik ke aku, kalau dia perempuan aku jadikan dia saudara dan kalau dia laki-laki bakal aku jadiin suami!'

Bunyi sumpah Karina tadi entah mengapa terdengar begitu indah di telinga Yudha. Ah ... Baru beberapa menit yang lalu dia mengeluh cari istri kemana, eh ternyata langsung nemu! 

Yudha melirik smartwatch yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah setengah jam, sudah selesaikah Karina dengan sidang skripsinya? Benarkah dia akan menemui Yudha atau malah kabur?

"Awas saja kalau kamu kabur, aku kejar sampai kemanapun, Rin. Daripada harus nikahin Tere, mendingan ngejar kamu lah." Desis Yudha sambil mengusap wajahnya. 

Bayangan wajah itu masih terngiang di dalam benak Yudha membuat Yudha tak terasa menyunggingkan senyum tipis.

Cantik, imut dan menggemaskan! 

Sedetik kemudian wajah sumringah Yudha berubah masam. Teringat bagaimana menyebalkannya gadis itu. Baru jadi mahasiswinya saja sudah bikin Yudha sakit kepala, bagaimana nanti kalau jadi istri? 

"Ah ... Bisa diatur mah nanti, yang penting nggak harus nikah sama Tere! Gila apa nikah sama dia?" Kembali Yudha tersenyum kecut. 

"Lagian ibu ini gimana sih? Dapat ide edan itu dari mana? Masa iya anaknya ganteng begini mau dinikahin sama cewek model kayak begitu? Ogah lah!"

Yudha kembali melirik smartwatch di pergelangan tangannya, ia segera memberesi buku-buku dan melangkah keluar dari perpustakaan. Siapa tau dia sudah menunggu Yudha, bukan? 

Intinya hanya Karina yang bisa menyelamatkan masa depan Yudha sekarang! Hanya dia. Yudha melangkah dengan begitu santai, hingga kemudian wajahnya berubah cerah ketika melihat sosok itu tengah berdiri di depan pintu ruang dosen. 

"Ah ... Baru mau aku cari, kamu sudah datang sendiri!" Yudha mempercepat langkahnya, rasanya dia sudah tidak sabar lagi hendak berbincang banyak hal dengan sosok itu. 

"Cari saya?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
dedi rosadi
keren ceritanya
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Mangat menuju pelaminan pados
goodnovel comment avatar
Farah Putri Wenang
semngat kak, smoga kontraknya cepat kelar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status