1 Tahun Kemudian
Regan menjalani berbagai macam pengobatan dan mengenai niatnya yang menginginkan Mira menikah dengan Wijaya tidak akan terjadi karena Wijaya menolaknya, tapi untuk menjaga Mira akan dilakukan dengan senang hati. Mira sudah melahirkan putri cantik bernama Tina yang langsung membuat Vita bahagia karena keinginannya terwujud yaitu menjodohkan Devan dengan Tina, yang membuat lain menggelengkan kepala mendengar keinginan Vita tersebut.
Perusahaan yang Wijaya pegang berkembang pesat begitu juga dengan ketiga sahabatnya, proyek yang Wijaya jalani bersama Regan di bidang properti juga berjalan lancar tidak ada kendala. Saat ini kantor mereka di Bandung berjalan lancar dan beberapa rumah yang ditawarkan mendapatkan respon bagus dari masyarakat sekitar. Ketukan pintu membuat Wijaya mengalihkan perhatian dari berkas yang ada dihadapannya dan ternyata Muklis masuk seakan memberikan kabar yang sangat penting.
“Pak Bobby menghubungi anda dan meminta untuk bersia
Membawa bayi mungil yang baru lahir menuju rumah yang membuat Vita terkejut saat menggendong Devan, tapi tetap menerima sang bayi dengan langsung menggendongnya. Wijaya menjelaskan sesuai dengan apa yang Bobby katakan tanpa ditambah atau dikurangi, Helena benar-benar menyiapkan semuanya termasuk Surat untuk menjaga bayi mungil yang diberi nama Sovia. Melihat reaksi Vita membuat Wijaya sedikit merasa bersalah tapi segera dihilangkan karena semua hanya masa lalu dan Helena sendiri sudah pergi selama-lamanya, Wijaya tidak langsung meninggalkan rumah sakit karena ingin melihat bagaimana proses pemakaman Helena.“Sovia namanya yang cocok untuk putri kecil ini” Wijaya menatap Vita yang setia menggendong Sovia “panggil Via aja ya biar enak” Wijaya mengangguk “dia sepertinya butuh susu coba aku kasih air susu milikku dulu.”Wijaya menatap Vita yang membawa Sovia atau Via ke dalam, setidaknya bernafas lega karena menerima bayi mungil yang juga merupakan darah dagingnya. Berharap
Pandangan Wijaya mengarah pada bagaimana Vita memperlakukan bayi mungil itu bahkan membuat Devan serta Tina ikut serta dengan mengajarkan bahwa mereka adalah saudara dan saling menyayangi, perasaan bersalah menghampiri Wijaya saat melihat pemandangan yang ada dihadapannya. Melihat keberadaan Mira yang tidak ada sama sekali membuat Wijaya mengerutkan keningnya, tapi tidak membuat langkah Wijaya terhenti untuk mendatangi Vita yang sibuk dengan ketiga malaikat kecil ini.“Di mana yang lain?.”“Mira belanja sama Regan meninggalkan Tina di sini” Vita menjawab tanpa menatap Wijaya “apa anak ini benar akan menjadi anak kita?” Wijaya hanya mengangguk “kalau begitu harus segera untuk mematenkan anak ini sebagai anak kita karena aku tidak ingin menjadi masalah di kehidupan depan.”“Baiklah besok akan aku urus semuanya” Vita menatap Wijaya dengan tatapan bersinar “terima kasih banyak” Vita tersenyum lalu mengangguk.Wijaya menatap Vita dengan berbagai macam perasa
Fokus dengan pekerjaan itu yang Wijaya lakukan meski saat ini ketiga sahabatnya sudah mulai sibuk dengan kegiatannya masing – masing, urusan mengenai adopsi dari Via berjalan lancar dengan bantuan Bobby. Tanpa sepengetahuan banyak orang dimana Bobby dan Wijaya selalu berhubungan mengenai pekerjaan, Yuta yang sering datang ke tempatnya juga tidak tahu banyak mengenai hal itu. Wijaya mengakui Yuta sangat pas dalam memberikan masukkan dan mulai belajar secara tidak langsung dari Yuta setiap kali mereka bertemu klien, Yuta mengajarkan banyak hal dalam bisnis terutama dalam mengambil keputusan.Setiap pulang disambut Vita dengan menggendong Via yang memang masih kecil sedangkan Devan sendiri sudah mulai banyak tingkah, Wijaya sudah meminta Vita untuk mengambil jasa orang lain membantu dirinya tapi selalu ditolak dengan alasan bahwa masih mampu. Wijaya tidak bisa berkata apa pun ketika melihat Vita sangat menyayangi Via, tidak akan melakukan tindakan bodoh dengan mengatakan sebenarn
Menatap wanita yang Vita katakan semalam disaat Wijaya baru saja pulang bekerja, penampilan sederhana dari sang wanita membuat Wijaya paham mengapa Vita menerima wanita ini. Satu hal yang menarik perhatian Wijaya adalah bentuk tubuhnya yang sangat pas ditempatnya, pandangan Wijaya beralih pada Vita dengan tidak sengaja membandingkan mereka berdua, hal lain dari pandangan Wijaya adalah tatapan Nina yang terkesan malu – malu tapi dirinya sangat yakin jika wanita ini sudah cukup pengalaman.“Bagaimana pendapatmu?” Vita mengikuti Wijaya sampai ke kamar “pengasuh anak – anak itu.”“Usia berapa dia?” menatap Vita yang sibuk menyusui Via.“Sekitar dua puluhan tapi masih dibawah kita lah, kenapa?” Wijaya menggelengkan kepala “Devan dibawa sama mama papa tadi maunya Via juga tapi aku ada janji sama Nina jadinya gak ikut.”“Mau nyusul kesana?” Vita menatap Wijaya ragu lalu menganggu
Menunggu kedatangan Nina dengan membiarkan pintu ruang kerjanya terbuka agar memudahkan Nina masuk ke dalam, Wijaya sangat tahu jika perbuatannya ini sangat tidak baik bahkan bisa dikatakan dirinya menusuk Vita dari belakang tapi ketidak puasan membuat Wijaya melakukan hal ini. Pintu terbuka membuat Wijaya membelalakkan matanya karena Nina masuk tanpa menggunakan pakaian sama sekali, tubuhnya tanpa busana terlihat jelas membuat milik Wijaya ingin segera dikeluarkan dari sangkarnya.“Buka saja kasihan adik kecilmu meronta didalam” Nina meletakkan cangkir depan Wijaya membuat bukit kembarnya turun “apa mau aku yang buka?.”Mencoba bersikap tenang melalui kode matanya meminta Nina duduk tapi sayangnya Nina memilih untuk membuka resleting celana Wijaya dan menurunkannya membuat adik kecilnya keluar dengan sendirinya. Nina menatap tidak percaya atas milik Wijaya yang besar dengan sedikit melengkung dipegangnya pelan, seketika Wijaya memejamkan mata saat tangan Nina menyentuh
Menatap tajam pada Nina saat mengatakan hal itu, Wijaya bukan orang yang akan meninggalkan tanggung jawab. Wijaya sangat tahu jika Felix atau Jonathan yang turun tangan pastinya ada hal yang tidak beres, tidak peduli dengan perkataan Nina dimana Wijaya berangkat meninggalkan Nina yang menatapnya bingung.“Kamu akan tetap berangkat?” kata – kata Nina menghentikan langkah Wijaya “padahal istrimu mengatakan jika rapat diwakilkan oleh ayahmu.”Wijaya menatap Nina tajam “kamu tidak tahu seperti apa mereka jadi lebih baik diam, apa yang kita lakukan semalam bukan hal yang harus kita lakukan secara terus menerus karena aku memiliki kehidupan pribadi” Wijaya melangkah ke dalam mobil “bersiaplah aku akan memesankan taxi untukmu menemani Vita dirumah orang tuanya.”Wijaya dapat melihat wajah terkejut Nina tapi tidak dipedulikan sama sekali, menempuh perjalanan dari rumah ke kantor di saat jam yang mendekati masuk membuat Wijaya cemas dan untungnya tidak terlalu terlambat seh
Kesibukan Wijaya membuatnya jarang berada dirumah bahkan kegiatan ranjang lebih banyak terlupakan, proyek sana sini yang diberikan Jonathan membuat Wijaya turun langsung, belum kerjasama yang Wijaya lakukan bersama Regan yang sudah mulai jalan kembali. Wijaya bersyukur memiliki Muklis yang sangat cekatan dengan pekerjaan yang diberikan, Wijaya sendiri sudah menggunakan ponsel yang dibelikan Jonathan. Ponsel besar yang digunakan untuk menghubungi rumah serta kantor, ponsel ini juga memudahkan mereka menghubungi Wijaya jika ada yang ingin dibicarakan.Satu yang Wijaya syukuri adalah Vita tidak membedakan perhatian antara Devan dan Via, perhatian sama rata diberikan Vita pada kedua anaknya. Proses adopsi yang Wijaya lakukan berjalan lancar dimana namanya tertera sebagai ayah tanpa Vita tahu kebenarannya, sedikit bersyukur pekerjaan yang berhubungan dengan Bobby saat Wijaya dalam kondisi sibuk mau membantu sampai hal terkecil.“Kalimantan berjalan lancar.”
Menatap sekitar dengan tubuh tertutupi selimut dimana Wijaya merasakan jika tidak menggunakan apa pun, Wijaya tidak ingat apa yang terjadi semalam tapi melihat penampilannya dimana pastinya Nina memasukkan sesuatu pada makanan atau minuman semalam. Wijaya saat ini berada di kamar Nina yang sempit dengan menatap sekitar dapat terlihat bagaimana panasnya mereka bahkan aroma cairan mereka tercium dan tampak di ranjang serta miliknya dengan cairan yang telah mengering.“Kamu sangat panas semalam” Wijaya menatap Nina yang masuk masih tanpa menggunakan busana “hari ini libur dan istrimu mengatakan masih ditempat Mira karena suaminya keluar kota hari ini.”“Aku ada perlu dengan orang tuaku jadi akan kerumah mereka.”Nina meletakkan nampan dimejanya “apa perlu aku memberi obat kembali agar kamu tidak kesana?” Wijaya menatap tajam pada Nina yang hanya tersenyum simpul “kamu tahu bukan jika aku membutuhkan sentuhan dan kamu mampu melaksanakan itu jadi aku akan melakukan berb