Neirda tampak serius.
Dia lalu menghadap lurus ke arah Zora dan mulai menjelaskan.
“Pertama, kau harus mencari kepingan air mata Aldebran yang terpencar di seluruh alam semesta, termasuk dunia paralel. Lalu, kau harus menemukan dan membunuh The Giant Black Doloro.” jelas Neirda, “Dan yang kedua lebih mudah, kau hanya perlu menghabisi nyawamu sendiri atau pria yang bersamamu itu.”
“Jangan main-main denganku!” murka Zora.
Matanya menyala biru. Tanpa berpikir panjang, Zora langsung menyerang Neirda dengan senjata meriam laser dari tangannya.
Zabb!
Meriam laser berwarna biru dengan cepat melesat mengenai tubuh Neirda.
Blasst!
Meriam itu tiba-tiba berhenti, dengan sekejap terhempas tepat sebelum mengenai Neirda.
“Seranganku tidak mempan sama sekali?” kejut Zora sembari tangannya gemetaran.
Neirda tetap tenang tak membalas, dia lalu berjalan membelakangi Zora beberapa langkah sambil melanjutkan penjelasannya.
“The Giant Black Doloro adalah makhluk perwujudan dari lubang hitam raksasa yang ada di alam semesta ini. Makhluk ini mampu menciptakan sebuah distorsi yang dapat mengganggu keseimbangan ruang dan waktu. Kembalinya Doloro,
dipicu karena adanya gangguan dalam paradoks waktu.”Mata Zora kembali normal, dia tampak fokus mendengarkan penjelasan Neirda.
“Jadi, setelah aku mengumpulkan kepingan air mata Aldebran, apakah aku harus membunuh Doloro? Sedangkan, diriku sendiri tidak mengetahui wujud asli maupun keberadaannya?” tanya Zora.
“Tak ada yang mengetahui pasti keberadaannya, dan wujudnya juga dapat berubah-ubah. Hanya dengan mengembalikan wujud asli Doloro menjadi lubang hitam seperti semula, kau bisa menghentikan distorsi waktu,” jawab Neirda, “Tentunya hal itu tidak akan mudah dilakukan oleh makhluk fana biasa.”
“Apa itu distorsi waktu?” sahut Zora penasaran.
**
Kejadian aneh terjadi.
Tiba-tiba seluruh ruangan berguncang dahsyat.
“Apa yang terjadi di sini?” tanya Zora panik.
“Ini adalah distorsi waktu tahap awal.” jawab Neirda, “Tak ada waktu lagi, segera tentukan pilihanmu Zora!” imbuhnya.
Guncangan bertambah dahsyat.
Zora tiba-tiba merasa pusing dan mual.
Dari belakang Zora terbukalah sebuah portal raksasa.
Dari dalam portal tersebut bermunculan ribuan tangan raksasa pucat berkuku runcing disertai raungan keras menggelegar, memekakkan telinga.
“Aaa!! Raungan monster ini kencang sekali!” geram Zora sembari menutup telinganya.
Zora jatuh tersungkur, pandangan matanya perlahan mulai kabur.
Para monster mengerikan tanpa wajah mengenakan kostum pharaoh perlahan merangkak keluar dari dalam portal.
Para monster itu merangkak, perlahan mendekat ke arah Zora dengan mulut buasnya.
“Berhati-hatilah! Para monster distorsi itu akan melahapmu.” ujar Neirda, “Melawan para monster distorsi hanya akan memperbanyak jumlah mereka. Jadi, jangan pernah mencoba untuk melawan mereka!” imbuhnya memperingatkan.
“Aku pilih pilihanmu yang pertama, Neirda!” teriak Zora spontan, “Selamatkan aku!”
Neirda tiba-tiba menyusul ambruk bertekuk lutut.
Tek!
Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya.
Zora merangkak penuh hati-hati.
Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda.
Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut, lalu diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban.
Slap!
Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah.
Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan.
Sontak dia melarang Zora mendekat.
“Berhenti, Zora!”
“Jangan masuk ke dalam portal itu!” larang Neirda serius.
Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal.
Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri.
Neirda spontan berdiri menghadang Zora untuk menghalanginya masuk ke dalam portal misterius tersebut.
Dari belakang Zora, tampak para monster itu semakin beringas mengejarnya. Suara para monster yang menggelegar ditambah penampilannya yang mengerikan membuat suasana kala itu semakin mencekam.
Dengan penuh ketakutan Zora terus berlari.
Dengan pandangan menunduk, dirinya tidak sadar menabrak Neirda.
Bruak!
Mereka bertiga akhirnya masuk ke dalam portal misterius tersebut.
**
Di atas hamparan tanah merah gersang, Zora terbaring sendirian.
Di sekelilingnya tampak pasukan makhluk aneh menunggangi raksasa Hydra berkepala singa, tikus dan naga, berjumlah puluhan mengepung Zora.
Raksasa Hydra itu bermata empat, mereka tampak buas saat saling beradu semburan api.
Zora menoleh ke sana kemari sama sekali tak menemukan Hans dan Neirda.
“Di mana aku? Di mana Neirda? Hans juga tidak ada di sini?” gumamnya kepanikan.
“Tempat apa ini!!!” teriaknya lantang.
***
Sepuluh cyborg tipe Eleven berbadan besar dan bertubuh kekar berhadapan dengan seorang gadis bertopi tinggi yang mengenakan penutup mata sebelah. Gadis itu tampak sedang tertidur dengan posisi berdiri. Dengan sekejap, seluruh cyborg tersebut menyerang dari segala arah secara acak. Tanpa memberi celah sedikit pun, dengan beragam senjata yang mereka pakai, gadis itu mampu menghindarinya dengan refleks akrobatik yang sangat cantik. Seluruh bidikan laser yang mengarah ke arahnya mampu ditepis hanya dengan melempar beberapa lembar tisu yang diambilnya dari saku baju. Empat cyborg dengan senjata gergaji mesin maju menyerangnya dari segala arah. Secara mengejutkan, empat unit cyborgdengan mudah dihancurkan hingga meledak hanya dengan beberapa sentilan peluru tisu sebesar kelereng. Para cyborg lain tampak mundur menjauh dari gadis aneh tersebut. Dua buah meriam raksasa dari ribuan tisu yang bergerak menyatu membalut kedua ta
Seluruh rombongan Im-Tech tercengang. Di tengah situasi mencekam, mereka tak menyangka Lenna sekeji itu menembak Dhea yang sama sekali tak bersalah. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak biasa saja, seolah tidak peduli dengan situasi sambil asyik mencamil bungkusan snack. Jessie tersenyum sembari membuang rantai borgolnya, “Adik kecilku yang bodoh, kau sama sekali tidak berubah!” gumamnya. Lenna mengalihkan pandangan sembari menodongkan pistol ke arah rombongan Im-Tech di sekitarnya, “Apa yang kalian lihat?” Para rombongan Im-Tech ketakutan sambil menundukkan pandangan mereka. “Trixie!!” Lenna memanggil, Trixie langsung datang memenuhi panggilan. Lenna hanya melirik ke arah Trixie. Tanpa diperintah, Trixie langsung memahami apa yang hendak dikatakan Lenna. “Kalian bantu aku perbaiki laboratorium ini, kau juga orang WG!” perintah Trixie , “Hari ini kita akan sangat sibuk! Jangan ada yang bermalas-malasan!” “Bagaimana kau bisa memah
Seorang pria berambut biru acak-acakan tiba-tiba mengayun-ayunkan sebuah cangkul garpu dengan ujung yang terbakar api tepat ke arah Trixie. Dia tampak begitu kesal dan menyerang asal-asalan. Tanpa perintah dari Lenna, Trixie hanya menghindar. Dia tak dapat menghubungi Lenna setelah alat pemancar tablet hologram miliknya mendadak dihancurkan pria tersebut. Begitu pula dengan para rombongan, mereka terpaksa diam tak mengambil tindakan. Pria tersebut mengenakan jas lab lusuh berlogo WG-Tech. Dia bersama dengan dua unit robot tiba-tiba muncul menyerang Trixie. Pria itu terkejut dan berhenti setelah menyadari logo Im-Tech terpampang jelas di topi Trixie, “Im-Tech?” Pria itu lalu menurunkan senjata, diikuti dua unit robot di belakangnya. “Akhirnya kalian datang,” “Terima kasih telah ….” ucap pria itu terpotong. “Tak perlu basa-basi!” sahut Lenna dari jauh. Seluruh mata tertuju pada Lenna. Dia lalu berjalan mendekat menghampiri pria tersebut,
Yuriko terbangun dari tidurnya. Dia melihat di sekelilingnya para rombongan Im-Tech tertidur pulas di samping hidangan yang tersisa sebagian. “Orang Im-Tech sangat pemalas.” gumam Yuriko sembari menguap lega, “Lebih baik aku cari angin segar dulu.” ** Jessie berjalan di tengah hutan dengan menenteng shotgun kesayangannya. Dia mendapati sebuah borgol leher bekas dengan beberapa lembar potongan perban berserakan di atas rerumputan. “Ternyata benar dugaanku, dasar adik bodoh!” batin Jessie. Dia lalu menoleh ke setiap arah seolah mencari tahu jejak Dhea, “Jika perempuan itu berhasil kabur, seharusnya dia meninggalkan jejaknya di sini.” gumam Jessie curiga. “Sebaiknya aku mengabari orang itu.” imbuh Jessie sembari membuka tablet hologramnya. Selang beberapa menit, Yuriko berpapasan dengan Jessie yang tengah menghalangi jalannya. Di tengah situasi yang sangat canggung, mereka hanya saling bertatapan sinis. “Minggir kau panda
Di bawah pepohonan rindang. Dengan membawa dua botol mineral, pria berambut biru dengan santainya duduk di sebelah Ernest yang tengah asyik menonton video dari tablet hologramnya. Sambil meneguk botol minuman, pria itu penasaran mengamati raut wajah Ernest yang tak biasanya tampak serius. “Kau serius sekali,” ucap pria itu mengawali obrolan. Sementara Ernest tetap diam tak menggubris. “Minumlah!” ucap pria itu sembari menyodorkan sebotol minuman ke arahnya. “Bisakah kau tidak menggangguku?” sahut Ernest ketus. “Membosankan.” jawab pria itu asal. Situasi menjadi sangat canggung. Ernest masih tetap sibuk dengan tablet hologramnya. “Tak kusangka kau mengizinkan mereka memasuki ruang mesin waktu. Aku penasaran, sebenarnya apa tujuanmu?” tanya pria itu memancing, sementara Ernest dengan sinis menatap pria tersebut. “Tak ada yang perlu kujelaskan. Bisakah kau tak terus-menerus mencampuri urusan WG?” Pria itu menyerin
Sebuah bayangan semu perlahan mendekat. Bayangan putih bersinar itu perlahan memperjelas wujudnya. Sebuah bayangan dengan wajah samar yang tak pernah dikenali Robert Hans sebelumnya. Terdengar suara lirih seorang wanita memanggil namanya. “Robert Hans ….” Suara itu terus memanggilnya berulang-ulang hingga terdengar semakin jelas. Wanita misterius itu tiba-tiba merintih, memohon di hadapan Hans dengan suara mendayu-dayu, “Robert Hans, tolonglah! Biarkan aku membunuhmu!” ** Tiga hari berlalu, Hans akhirnya terbangun dari pingsan dan perlahan membuka matanya. “Mimpi yang sangat aneh.” gumam Hans lirih, matanya masih tampak sayu. Hembusan angin segar, ditambah hangatnya sinar mentari, menambah nikmatnya suasana tenang, membuat Hans lebih memilih rebahan, malas beranjak dari tempatnya. Hans kala itu masih setengah sadar, dia merasa ada yang janggal. Dia mencium semerbak aroma sangat wangi yang tak pernah dirasakannya sebelumnya.
Hans bergeming. Tatapan matanya yang kosong seolah tak ingin ada orang lain yang mengganggunya. Neirda memahami apa yang sedang dipikirkan Hans, dia mencoba berusaha menghiburnya. “Kau masih tak percaya dengan apa yang kau alami saat ini, tapi inilah kenyataannya. Neirda akan membantu menjawab apa yang paling kau cemaskan dalam pikiranmu.” Hans terkejut. Dia spontan melirik ke arah Neirda, “Kau bisa membaca pikiranku?” Neirda mengangguk dan mulai menjelaskan. “Sebuah mesin waktu yang kau ciptakan ternyata mengalami gangguan, itu karena kau lupa belum men-setting waktu dan tempat sebelum mengaktifkannya. Itulah mengapa, antara mesin waktu dan perputaran waktu alam ini mengalami disinkronisasi. Kau bisa menyamakannya dengan korsleting pada listrik. Kau juga mendengar dari dalam portal terdengar bunyi ledakan, ‘kan? Ledakan itu berasal dari alarm waktu Neirda.” “Alarm waktu? Aku sama sekali tidak paham maksudmu! Bisa kau jelaskan padaku?” sahut
Gadis kecil si penjebak spontan melarikan diri, sementara Hans panik di tengah kerumunan para bandit yang tiba-tiba mengepungnya. Salah seorang bandit berjalan mendekat menghampiri Hans, “Serahkan seluruh harta kalian! Atau kubunuh kalian di sini!” “Harta? Aku bahkan tak membawa uang se persen pun!” bantah Hans. “Jangan bercanda! Lihat wanita di belakangmu itu!” Hans melirik ke arah Neirda. “Lihat perhiasan mahal di sekujur tubuhnya! Kau masih mengelak tidak membawa harta?” Bandit itu lalu berjalan menghampiri Neirda. Dia seketika mengacungkan sebuah tombak ke arah mukanya, “Serahkan seluruh perhiasanmu atau ….” Bruk! Tanpa sebab jelas, bandit tersebut tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri. Xena terkejut. Dia lalu memutuskan membuka topeng dan memperlihatkan wajah aslinya. Hans terpana. Matanya menatap kaku ke arah perempuan Yudolt berambut silver pendek , dan bermata hitam lebar tersebut. X