Share

Time Machine Accident

Di bawah reruntuhan puing-puing bangunan, di sebuah lubang galian terdapat tempat persembunyian.

Tampak seorang perempuan berkostum panda dengan logo WG-Tech di punggung bersembunyi. Sambil berteduh di bawah payung, dia memencet tombol rahasia di telapak tangan kirinya.

Blab!

Muncullah sebuah tablet hologram terpancar dari tangannya.

Perempuan itu mengetikkan sebuah nomor panggilan, dan langsung terhubung ke sebuah kontak melalui video call.

“Yuriko, kenapa kau baru menghubungiku?” sapa bos dengan tampilan avatar kucing.

“Sachi menyerang saya, sekarang saya sedang bersembunyi di dalam lubang.”

“Sachi? Kau bertemu Sachi?”

“Iya Tuan, tampaknya ia sekarang sedang bersama Robert Hans.” jawab Yuriko.

“Robert Hans?” sahut bos terkejut.

“Apa yang harus saya lakukan, Tuan Muda?”

“Segera berangkat ke Im­-Tech dan temui Lenna di sana.” perintah bos.

“Baik, Tuan Muda!”

“Oh ya, satu hal lagi,”

“Apa itu Tuan?”

“Kenapa kau tidak menikah .…”

Blip!

Yuriko langsung mengakhiri panggilan dan menutup tablet hologramnya.

**

Hans terkejut.

Raut wajahnya berubah serius.

Matanya melotot. Dia pun menjauh beberapa langkah dengan kedua tangan mendorong ke depan.

“Kau? … kau menjelajah waktu?”

Zora terdiam sejenak. Dia menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

“Aku tak bisa memberitahumu.” jawab Zora.

“Apa WG berhasil menciptakan mesin waktu?”

“Jika kau penasaran, kau bisa ikuti aku ke suatu tempat.”

“Kau mau mengajakku ke WG?”

“Lebih tepatnya aku mengajakmu ke tempat mesin waktu.” jawab Zora, “Jika kau tak mau, silakan.”

“Aku akan kembali dan melanjutkan perjalananku menjelajah waktu.” imbuh Zora memancing Hans.

Tak butuh waktu lama, anehnya Hans langsung menyetujui ajakan Zora.

“Baiklah, aku ikut denganmu. Tapi, aku tak berminat menjelajah waktu!”

Zora menatap lurus mata Hans.

Dia lalu mengeluarkan sebuah kapsul kecil dari dalam kantong celananya.

Pluk!

Kapsul itu dibuka dan keluarlah seekor nyamuk yang langsung hinggap di telapak tangan Zora.

“Mengapa kau membawa nyamuk?”

“Nyamuk ini akan menjadi kendaraan kita Hans.”

“Hahh?” kejut Hans.

“Sudahlah, kau lihat saja!”

Nyamuk itu di letakkan Zora di atas tanah.

Zora lalu mengarahkan tangan cyborg-nya ke arah nyamuk.

Blip!

Sebuah pancaran cahaya biru keluar dari telapak tangan Zora, menyinari nyamuk tersebut.

Nyamuk itu perlahan membesar, hingga seukuran gajah. Terdapat sebuah pintu terbuka otomatis dari perut nyamuk.

“Waow!” kejut Hans.

“Tak ada waktu untuk terkejut!”

“Sekarang naiklah!” ajak Zora sembari menahan pintu.

Tanpa ragu Hans menurut.

Mereka masuk ke dalam. Nyamuk itu langsung berangkat, terbang dan membawa mereka berdua pergi.

Wuushh!

Nyamuk itu terbang melesat seperti jet.

Tak butuh waktu lama mereka langsung tiba di tujuan.

“Huuhhh … huuuhh.”

“Rasanya jantungku mau copot, aku tak mau naik nyamuk ini lagi.” keluh Hans sembari memegang dadanya.

“Butuh seratus tahun lagi kau akan terbiasa Hans!” canda Zora, “Ini hanyalah pesawat jet berbentuk nyamuk.” imbuh Zora.

“Sudah kuduga!”

**

Selang beberapa saat, nyamuk itu kembali mengecil setelah disinari Zora. Lalu dimasukkannya kembali ke dalam kapsul.

Mereka telah berada tepat di depan sebuah laboratorium berbentuk rumah keong.

Di atas pintu masuk terdapat logo WG-Tech.

Hans bergeming, dia tampak ragu memasukinya.

“Apa yang kau tunggu?”

“Masuklah, Hans!” ajak Zora.

Hans tetap bergeming, Zora pun terpaksa menarik tangan Hans.

Di depan pintu tampak dua unit robot penjaga mempersilakan masuk.

Blak!

Pintu terbuka otomatis.

Atmosfer udara terasa lebih sejuk saat mereka menginjakkan kaki ke dalam ruangan.

Tampak beberapa mata asing memandang ke arah Hans.

Seorang perempuan berambut pirang panjang, berkacamata dan berpakaian jas lab berjalan lurus menghampiri Zora.

“Sachi, tak kusangka kau kembali lebih cepat. Semua orang kesulitan menangani mesin waktu ini.” sambut perempuan tersebut.

Perempuan itu lalu melirik ke arah Hans.

“Siapa pria tampan ini?”

“Dia Robert Hans.” jawab Zora sambil menunjuk Hans.

Perempuan itu mengangguk.

Dia mencoba bersikap ramah dengan menjabat tangan Hans.

“Ernest Voynest, dari New Zealand.”

Hans membalas jabat tangan perempuan tersebut.

“Robert Hans, dan aku tak ingat asalku dari mana.” jawab Hans polos.

Ernest tertawa kecil.

“Kau lucu sekali Robert Hans!” kekeh Ernest sembari menepuk pundak Hans.

“Ehemm!”

“Eren, Robert Hans ini ilmuan terkenal yang membuat rancangan mesin waktu. Jadi, sebaiknya kau antarkan kami ke ruangan itu!” celetuk Zora.

“Baiklah,”

“Akan kuantar kalian.” ajak Ernest.

**

Di sepanjang perjalanan, pandangan Hans tak berhenti mengamati sekitar.

“Apa ini baru pertama kalinya kau ke sini?” tanya Zora.

“Tidak.”

“Tapi kurasa laboratorium ini tidak banyak berubah sejak dulu.” jawab Hans.

“Andai kau dulu tidak keluar dari WG, pasti laboratorium ini lebih banyak perubahan.” sanggah Zora.

“Kau seperti telah lama mengenalku.” timpal Hans, “Kau juga tampak dekat dengan perempuan itu, jangan-jangan kau sebenarnya bukan time traveler?” imbuh Hans curiga.

“Entahlah.”

Sesampainya di depan sebuah pintu, Ernest lalu mengetikkan sebuah kode.

Teet!

Bunyi kode salah, pintu tetap tak mau terbuka.

Tok!

Tok!

Tok!

Ernest mengetuk pintu.

“Jhony! Grey! Tolong bukakan pintunya!” pinta Ernest.

Tak ada jawaban, selang beberapa saat karena tidak sabar, Hans dengan sigap mengambil alih, lalu mengetikkan sebuah kode.

Blak!

Pintu langsung terbuka.

“Waow, cool!” sahut Ernest.

Mereka langsung masuk ke dalam. Tampak beberapa ilmuan sedang sibuk mengotak-atik sebuah mesin raksasa dengan portal lingkaran berada di tengah.

Sementara beberapa ilmuan lain sibuk mengoperasikan komputer yang terhubung dengan mesin tersebut.

Plak!

Ernest menepuk tangan sekali.

“Baiklah, kalian semua dengarkan .…” tutur Ernest terpotong melihat Hans tiba-tiba lancang mendekat ke tempat mesin tersebut.

Zora hanya mengamati dari jauh.

Seluruh ilmuan terhenti.

Mereka menatap ke arah Hans yang kala itu mengambil beberapa suku cadang dari sebuah box yang berserakan.

Tanpa mengulur waktu, Hans langsung turut campur membenahi mesin tersebut. Dia juga memeriksa sambungan yang terhubung dengan portal.

“Tunggu Robert!”

“Kau tak bisa seenaknya ikut campur dalam proyek mesin waktu ini!” ketus Ernes.

“Diamlah Eren!” sahut Zora, “Biarkan Hans melanjutkan mesin waktu ciptaannya ini, karena hanya dia yang tau cara menyelesaikannya.”

“Tak bisa seperti itu!” bantah Ernest.

“Robert bukan siapa-siapa di sini! Dia harus mendapatkan izin dariku! Jika dia lancang seperti itu maka aku berhak mengusirnya!” imbuhnya.

“Baiklah, silakan lakukan sesukamu!” balas Zora enteng.

Ernest berjalan menghampiri Hans.

“Kau cepat pergi dari sini!” usir Ernest sambil menarik tangan kiri Hans.

Blap!

Tak disangka, tiba-tiba portal mesin waktu menyala terang dan mendadak berfungsi.

Kelap-kelip lampu berputar di sekeliling portal, ditambah pusaran lubang hitam misterius muncul di tengah portal.

Seluruh ilmuan tercengang.

Mereka kaget, heran sekaligus kagum bercampur aduk melihat sebuah pemandangan yang tak pernah dilihatnya.

“Ye!! Hore!!!” sorak para ilmuan kegirangan.

Para ilmuan itu sontak mendorong Ernest dan merangkul Hans.

Mereka tak menyangka kerja keras mereka terbayar lunas setelah bertahun-tahun lamanya bekerja menyelesaikan penemuan terbengkalai Hans.

Hans tampak lega, terlihat dari raut mukanya.

Zora tersenyum, sementara Ernest mati kutu.

“Tidak mungkin!” bantah Ernest sembari menggelengkan kepala.

“Kau sudah puas 'kan, Eren?” timpal Zora.

“Tidak!”

Ernest menjauh beberapa langkah.

“Tidak, mesin waktu ini tidak mungkin bisa berfungsi!” bantah Ernest tidak percaya.

Hans merasa ada yang janggal dengan mesin waktu tersebut, dia lalu mengecek komputer. Selang beberapa menit, sebuah insiden terjadi.

Boom!!!

Tiba-tiba terdengar ledakan keras memekakkan telinga dari dalam portal mesin waktu.

Seluruh aliran listrik mendadak terputus.

Ruangan menjadi gelap, dan hanya ada sumber penerang dari portal mesin waktu.

Seluruh ilmuan mendadak pingsan.

Hanya tersisa Zora yang setengah sadar.

“Hans ….” gumam Zora lirih.

Selang beberapa detik, sebuah bola kristal tiba-tiba muncul.

Bluk!

Bola seukuran ball tenis itu terlempar keluar dari dalam portal mesin waktu.

Dhuaak!

Bola itu membentur tepat mengenai kepala Hans, membuatnya sadarkan diri.

“Aduh! Siapa yang melemparku ini?” gumam Hans sambil memegang dahinya.

Hans heran.

Ruangan tiba-tiba menjadi gelap.

Cahaya dalam portal mesin waktu meredup, ditambah semua orang tergeletak pingsan.

Hans lalu menopang tubuhnya dengan kedua tangan. Dia bertambah heran ketika melihat di dekatnya terdapat sebuah bola kristal.

“Bola apa ini?” gumam Hans.

Tanpa ragu-ragu Hans memegang bola tersebut.

Diraba-rabanya, bola itu terasa halus, dan dingin seperti kaca.

Karena kesal, Hans iseng melempar bola itu ke sembarang dinding.

Dhuk!

Bola itu justru memantul dan kembali ke tangan Hans dengan bentuk masih utuh.

“Aneh sekali!”

“Sebaiknya aku simpan saja bola ini.” gumamnya.

Tak disangka, bola itu tiba-tiba menyala.

Hans bertambah panik, dia lalu melepaskan bola tersebut.

Nyala bola itu semakin terang menyilaukan.

Boom!!

Hanya dalam hitungan detik bola itu meledak.

Menghancurkan seisi ruangan, hingga seluruh laboratorium.

Hans kembali tergeletak pingsan, tak sadarkan diri.

Akibat ledakan tersebut, seluruh tabung kimia di ruangan sebelah tumpah berceceran membasahi seluruh lantai, memicu terjadinya kebakaran hebat yang tak dapat terbayangkan.

Api berkobar semakin membesar hingga menjalar ke dalam ruangan mesin waktu.

Zora menyadari, dengan sigap dia langsung bangkit berdiri. Zora berjalan tertatih-tatih, mendekati Hans yang mulai dikelilingi kobaran api. Dengan sangat berani, Zora melompat, menerjang masuk ke dalam kobaran api, sementara dinding-dinding ruangan meretak, dan perlahan roboh.

Seluruh atap laboratorium ambruk, puing-puingnya menimpa punggung Zora yang kala itu menjadi tameng untuk melindungi Hans. Tanpa berpikir panjang, dengan tubuh memar, penuh luka dan berdarah, Zora langsung mengangkat tubuh Hans, dan dia gendong di punggungnya. Zora tetap memaksakan diri, berjalan selangkah demi selangkah, menghindari kobaran api, menerjang hawa panas dengan udara menipis akibat asap tebal di sekelilingnya.

Selang beberapa saat pandangan mata Zora mulai kabur, kepalanya terasa pusing berputar-putar. Dia sempat ambruk beberapa kali, tubuhnya terkulai lemas, namun terus berusaha bangkit.

Zora merangkak dengan sekuat tenaga mencari jalan keluar, namun sia-sia.

Tak ada jalan keluar.

Seluruh ruangan telah dilalap api. Kadar udara bersih mulai menipis, kandungan asap tebal beracun sering kali terhirup masuk ke dalam tubuh Zora, membuatnya sesekali batuk dan sesak napas.

Zora tampak putus asa, “Apakah aku akan berakhir di sini?” gumamnya.

Tubuh Zora semakin lemas.

Tiba-tiba muncul seberkas cahaya bersinar terang, menyala kembali dari dalam portal mesin waktu.

Tak disangka, mesin waktu tersebut masih berfungsi.

Tanpa aliran listrik, tanpa energi cadangan.

Tidak ada pilihan lain, Zora akhirnya memberanikan diri merangkak masuk ke dalam portal tersebut.

Walau belum ter-setting waktu dan tempat, Zora tidak lagi peduli.

Tangannya langsung menembus dinding portal dan tubuhnya terdorong masuk ke dalam portal mesin waktu.

Bruak! 

Zora terjatuh.

Di punggungnya masih menggendong Hans.

Tak disangka, dia telah berada di dalam ruang hampa putih keseluruhan.

“Apa ini di akhirat?” gumam Zora.

Tiba-tiba di hadapannya muncul sosok perempuan raksasa cantik.

Perempuan misterius itu melayang.

Sosok tersebut mengenakan gaun biru dan memakai mahkota.

“Ternyata aku di akhirat.” gumam Zora.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status