Share

Part 2 : Sensasi Menggelitik

"Kau akan segera mati, jadi tidak ada gunanya bertanya" tutur pria yang ada dibelakangnya.

"Dasar pengecut, jadi kau tidak bergerak sendiri." cecar Sam, dia sadar nyawanya terancam dan mengarahkan pandangannya ke arah Zora.

Sesaat sebelum benda tajam itu menembus kulitnya lebih dalam, tiba-tiba orang yang memegang senjata itu terhenti karena melihat Zora memberikan isyarat untuk berhenti.

Melihat kesempatan itu Sam dengan cepat memberontak, ia memegang tangan dari orang yang mengancamnya lalu merebut senjata yang ia pegang. Setelah ia berhasil merebut senjatanya ia menyundulkan kepalanya kebelakang.

"Aarrggghhh" teriaknya, sesaat kemudian hidung pria itu bercucuran darah. Benturan yang dia dapatkan dari sundulan kepala Sam cukup parah.

Zora yang melihat itu hanya diam tanpa mengambil tindakan apapun, Zora berpikir bahwa sekalipun agen informasi berada ditingkat rendah mereka tetap memiliki kemampuan untuk melindungi nyawa mereka.

Walaupun sebenarnya Sam bukanlah agen tingkat rendah seperti yang Zora pikirkan, dia mampu menempatkan dirinya menjadi ketua cabang informasi di bagian barat, itu artinya agen informasi tersebut memiliki keterampilan yang tidak bisa diremehkan.

Tetapi semua itu hanya omong kosong bagi Zora, selain orang yang setara atau setingkat di atasnya dimata Zora orang seperti Sam tetaplah agen tingkat rendah.

"Hehe, aku sudah tau kau membawa seekor tikus." ledek Sam.

Sam merasa sudah berhasil selamat karena dia sudah merebut senjata mereka, kini ia sudah bisa bertahan dan melindungi dirinya.

"Aku tanya sekali lagi, dimana kamu menyebunyikan informasinya?" lagi-lagi suara datar tanpa emosi keluar dari mulut Zora.

“A-aku tidak tau. DASAR ANJING!” seperti orang yang sudah kehilangan akal Sam menyerang dan berlari kearah zora dengan memegang posisi gagang pisau terbalik dan mata pisau diarahkan kesamping.

Tanpa bergerak sedikitpun, Zora berniat menerima serangan itu tanpa menghindar. Dengan cepat Sam mendekat lalu mengarahkan mata pisau dan akan menusuk Zora, arah pisau tepat berada diposisi dada.

Ketika Zora berniat menahan pisau dengan kedua tangannya, Sam memperlambat gerakannya dan melepaskan pisau dari tangan kanan lalu mengoper ketangan kiri, merubah arah tusukannya dari dada ke bagian keperut.

Dengan gerakan tipu daya yang berubah arah dia bisa menipu pertahanan dari Zora, tapi sayang Zora sudah cukup berpengalaman menghadapi serangan tipu daya semacam itu. Dengan cepat Zora menahan dengan cara mengapit pisau yang hampir menggapainya lalu memutar ke arah yang berlawanan.

Sam tidak memiliki waktu yang cukup untuk menghindari arah pisau yang tiba-tiba beruba, dan kini mengarah padanya, seakan dia akan menusuk dirinya sendiri. Gerakan Zora terlalu cepat.

"Kheukkhhh, s-sial." erang Sam.

Perlahan Zora menambah tekanan pada tusukannya dan pisau masuk semakin dalam, ia mundur selangkah dan melihat pria itu tak berdaya. Sam memuntahkan darah sambil menekan perutnya yang tertusuk, dia tidak bisa menarik pisau itu untuk meringankan rasa sakitnya.

"A-ampuni aku." ucap sam memohon, ia sudah tergeletak dilantai.

"Kamu tau Sam? aku sangat senang menyaksikan darah mengalir, darah yang merambat keluar akibat luka dan perlahan memadat. Itu membuatku merasakan sensasi menggelitik disekujur tubuhku, kerena menyukai hal seperti itu, apakah menurutmu aku aneh Sam?" tanya Zora menatap luka yang diderita Sam tanpa mengedipkan mata.

'Apa wanita ini sudah gila? dari awal dia datang dengan niat untuk membunuhku. Tapi kenapa?' batin Sam.

"K-kenapa kau membunuhku?" tanya Sam yang tidak mau mati penasaran.

"Hmm, sebagai hadia karena tidak mati dengan cepat aku akan memberi taukannya padamu."

"Itu karena kamu menjual informasi tentang diriku, sebenarnya aku datang untuk bertanya kenapa kamu menjualnya. Tapi aku terlalu naif, aku sudah tau tapi aku selalu menyangkalnya." ungkap Zora.

"Akibat dari perbuatannmu beberapa kelinci Nyonya Clara mengejarku, aku tidak marah hanya sedikit kesal karena tidak bisa tidur nyenyak." lanjut Zora.

'Pemandangannya kurang indah' gumam Zora.

Zora mendekati Sam dan mencabut pisaunya, lalu berjalan kearah kaki Sam dan mengangkat salah satu kakinya. Zora menyayat pergelangan kaki kiri Sam, darah mulai mengalir perlahan.

"Ini pemandangan yang lumayan sempurna" ucap Zora dengan santai.

"D-dasar wanita gila" ucap Sam terbata-bata, sudah tak sanggup menahan sakit dan merasa pusing akibat kehilangan banyak darah.

Beberapa saat setelah menyaksikan penderitaan dari kematian Sam yang perlahan kehabisan darah, Zora mengalihkan pandangannya kepada orang yang datang bersamanya. 

"Apa yang harus kulakukan padamu?" tanya Zora.

"Ap-apa maksud nona?" tanya pria itu gugup, ia tidak bisa berkata-kata dan membeku ditempatnya karena menyaksikan Zora yang menikmati kematian seseorang layaknya hiburan.

"Kau bahkan tidak bisa menangani satu orang sepertinya? aku tidak memiliki alasan untuk membawamu lagi." tutur Zora.

"Ampuni saya nona, lain kali saya akan melakukan yang terbaik!" kata pria itu memohon, dengan cepat ia membungkuk sadar akan kesalahannya.

"Lain kali?" ucap Zora mengulangi.

"Sa-ya mohon nona, tolong beri saya keesempatan. Sa-ya janji akan melakukan yang terbaik." ucak pria itu gugup dan berusaha meyakinkan.

"Hahhh, seperti yang kau dengar tadi aku sangat senang melihat darah mengalir." ujar Zora.

"Dan kau tau, kita ini pembunuh bukan pengusaha. Kenapa kau berusaha meyakinkanku dengan omong kosong itu?" lanjut Zora.

"Kalau kau memang menyesal karena tidak berguna, maka tembak kepalamu sendiri dengan begitu aku akan memafkanmu." tawar Zora sambil mengeluarkan pistol di holster pinggangnya yang ditutupi sweater oversize yang ia kenakan.

"Ayo lakukan" pinta Zora menyodorkan pistol miliknya.

"A-ampuni saya nona, saya tidak mau mati." ucap pria itu putus asa.

"Hahh" Zora menghela nafas dengan kesal.

Cklikk..

Zora menarik pelatuk, tanpa pikir panjang ia langsung menembak. Pistol yang sudah dilengkapi dengan suppressor awalnya di arahkan tepat dibagian kepala, tetapi pada detik-detik terakhir di belokan kearah leher.

Demi melihat hiburannya tidak mungkin dia membiarkan orang mati dengan cepat karena kepalanya tertembak, lebih baik Zora menyaksikan bagaimana mereka perlahan-lahan meregang nyawanya.

'Haahhh, senjata api memang tidak cocok untukku' gumam Zora.

Kedua tangannya bergetar karena tak mampu menahan tekanan dari pistol yang ia gunakan beberapa waktu lalu.

Dua orang tergeletak sedang meregang nyawa disekitar Zora, darah yang perlahan mengalir membanjiri lantai. Zora mengabaikan itu, dia lalu mengacak-acak seisi meja yang ada di depannya, dia mencari sesuatu yang menjadi alasannya datang ketempat lusuh itu, tetapi ia tak kunjung menenemukannya.

Setelah beberapa saat, Zora mulai lelah dan berhenti mencari. Dia berniat membakar tempat itu, lalu kembali kemobilnya untuk mengambil bahan bakar.

"Jangan maafkan aku." ucap Zora melipat kedua tanganya layaknya orang yang berdoa. Itu merupakan kebiasaan yang dilakukan Zora setiap kali dia membunuh seseorang.

Sebelum ia membakar tempat, dia melepaskan sarung tangan yang ia kenakan dan meninggalkan pistol itu bersama disamping kedua mayat. Zora berjalan keluar lalu menyalakan pematik api dan melemparnya.

Perlahan api mulai merambat masuk, beberapa saat Zora melangkahkan kaki terdengar bunyi ledakan, wajah Zora yang datar tanpa penyesalan karena telah menghilangkan dua nyawa dalam waktu singkat bukanlah sesuatu yang baru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status