"Kau akan segera mati, jadi tidak ada gunanya bertanya" tutur pria yang ada dibelakangnya.
"Dasar pengecut, jadi kau tidak bergerak sendiri." cecar Sam, dia sadar nyawanya terancam dan mengarahkan pandangannya ke arah Zora.Sesaat sebelum benda tajam itu menembus kulitnya lebih dalam, tiba-tiba orang yang memegang senjata itu terhenti karena melihat Zora memberikan isyarat untuk berhenti.
Melihat kesempatan itu Sam dengan cepat memberontak, ia memegang tangan dari orang yang mengancamnya lalu merebut senjata yang ia pegang. Setelah ia berhasil merebut senjatanya ia menyundulkan kepalanya kebelakang."Aarrggghhh" teriaknya, sesaat kemudian hidung pria itu bercucuran darah. Benturan yang dia dapatkan dari sundulan kepala Sam cukup parah.Zora yang melihat itu hanya diam tanpa mengambil tindakan apapun, Zora berpikir bahwa sekalipun agen informasi berada ditingkat rendah mereka tetap memiliki kemampuan untuk melindungi nyawa mereka.Walaupun sebenarnya Sam bukanlah agen tingkat rendah seperti yang Zora pikirkan, dia mampu menempatkan dirinya menjadi ketua cabang informasi di bagian barat, itu artinya agen informasi tersebut memiliki keterampilan yang tidak bisa diremehkan.Tetapi semua itu hanya omong kosong bagi Zora, selain orang yang setara atau setingkat di atasnya dimata Zora orang seperti Sam tetaplah agen tingkat rendah."Hehe, aku sudah tau kau membawa seekor tikus." ledek Sam.Sam merasa sudah berhasil selamat karena dia sudah merebut senjata mereka, kini ia sudah bisa bertahan dan melindungi dirinya."Aku tanya sekali lagi, dimana kamu menyebunyikan informasinya?" lagi-lagi suara datar tanpa emosi keluar dari mulut Zora.“A-aku tidak tau. DASAR ANJING!” seperti orang yang sudah kehilangan akal Sam menyerang dan berlari kearah zora dengan memegang posisi gagang pisau terbalik dan mata pisau diarahkan kesamping.Tanpa bergerak sedikitpun, Zora berniat menerima serangan itu tanpa menghindar. Dengan cepat Sam mendekat lalu mengarahkan mata pisau dan akan menusuk Zora, arah pisau tepat berada diposisi dada.
Ketika Zora berniat menahan pisau dengan kedua tangannya, Sam memperlambat gerakannya dan melepaskan pisau dari tangan kanan lalu mengoper ketangan kiri, merubah arah tusukannya dari dada ke bagian keperut.
Dengan gerakan tipu daya yang berubah arah dia bisa menipu pertahanan dari Zora, tapi sayang Zora sudah cukup berpengalaman menghadapi serangan tipu daya semacam itu. Dengan cepat Zora menahan dengan cara mengapit pisau yang hampir menggapainya lalu memutar ke arah yang berlawanan.
Sam tidak memiliki waktu yang cukup untuk menghindari arah pisau yang tiba-tiba beruba, dan kini mengarah padanya, seakan dia akan menusuk dirinya sendiri. Gerakan Zora terlalu cepat.
"Kheukkhhh, s-sial." erang Sam.
Perlahan Zora menambah tekanan pada tusukannya dan pisau masuk semakin dalam, ia mundur selangkah dan melihat pria itu tak berdaya. Sam memuntahkan darah sambil menekan perutnya yang tertusuk, dia tidak bisa menarik pisau itu untuk meringankan rasa sakitnya.
"A-ampuni aku." ucap sam memohon, ia sudah tergeletak dilantai.
"Kamu tau Sam? aku sangat senang menyaksikan darah mengalir, darah yang merambat keluar akibat luka dan perlahan memadat. Itu membuatku merasakan sensasi menggelitik disekujur tubuhku, kerena menyukai hal seperti itu, apakah menurutmu aku aneh Sam?" tanya Zora menatap luka yang diderita Sam tanpa mengedipkan mata.
'Apa wanita ini sudah gila? dari awal dia datang dengan niat untuk membunuhku. Tapi kenapa?' batin Sam.
"K-kenapa kau membunuhku?" tanya Sam yang tidak mau mati penasaran.
"Hmm, sebagai hadia karena tidak mati dengan cepat aku akan memberi taukannya padamu."
"Itu karena kamu menjual informasi tentang diriku, sebenarnya aku datang untuk bertanya kenapa kamu menjualnya. Tapi aku terlalu naif, aku sudah tau tapi aku selalu menyangkalnya." ungkap Zora.
"Akibat dari perbuatannmu beberapa kelinci Nyonya Clara mengejarku, aku tidak marah hanya sedikit kesal karena tidak bisa tidur nyenyak." lanjut Zora.
'Pemandangannya kurang indah' gumam Zora.
Zora mendekati Sam dan mencabut pisaunya, lalu berjalan kearah kaki Sam dan mengangkat salah satu kakinya. Zora menyayat pergelangan kaki kiri Sam, darah mulai mengalir perlahan.
"Ini pemandangan yang lumayan sempurna" ucap Zora dengan santai.
"D-dasar wanita gila" ucap Sam terbata-bata, sudah tak sanggup menahan sakit dan merasa pusing akibat kehilangan banyak darah.
Beberapa saat setelah menyaksikan penderitaan dari kematian Sam yang perlahan kehabisan darah, Zora mengalihkan pandangannya kepada orang yang datang bersamanya.
"Apa yang harus kulakukan padamu?" tanya Zora.
"Ap-apa maksud nona?" tanya pria itu gugup, ia tidak bisa berkata-kata dan membeku ditempatnya karena menyaksikan Zora yang menikmati kematian seseorang layaknya hiburan.
"Kau bahkan tidak bisa menangani satu orang sepertinya? aku tidak memiliki alasan untuk membawamu lagi." tutur Zora.
"Ampuni saya nona, lain kali saya akan melakukan yang terbaik!" kata pria itu memohon, dengan cepat ia membungkuk sadar akan kesalahannya.
"Lain kali?" ucap Zora mengulangi.
"Sa-ya mohon nona, tolong beri saya keesempatan. Sa-ya janji akan melakukan yang terbaik." ucak pria itu gugup dan berusaha meyakinkan.
"Hahhh, seperti yang kau dengar tadi aku sangat senang melihat darah mengalir." ujar Zora.
"Dan kau tau, kita ini pembunuh bukan pengusaha. Kenapa kau berusaha meyakinkanku dengan omong kosong itu?" lanjut Zora.
"Kalau kau memang menyesal karena tidak berguna, maka tembak kepalamu sendiri dengan begitu aku akan memafkanmu." tawar Zora sambil mengeluarkan pistol di holster pinggangnya yang ditutupi sweater oversize yang ia kenakan.
"Ayo lakukan" pinta Zora menyodorkan pistol miliknya.
"A-ampuni saya nona, saya tidak mau mati." ucap pria itu putus asa.
"Hahh" Zora menghela nafas dengan kesal.
Cklikk..Zora menarik pelatuk, tanpa pikir panjang ia langsung menembak. Pistol yang sudah dilengkapi dengan suppressor awalnya di arahkan tepat dibagian kepala, tetapi pada detik-detik terakhir di belokan kearah leher.Demi melihat hiburannya tidak mungkin dia membiarkan orang mati dengan cepat karena kepalanya tertembak, lebih baik Zora menyaksikan bagaimana mereka perlahan-lahan meregang nyawanya.
'Haahhh, senjata api memang tidak cocok untukku' gumam Zora.Kedua tangannya bergetar karena tak mampu menahan tekanan dari pistol yang ia gunakan beberapa waktu lalu.
Dua orang tergeletak sedang meregang nyawa disekitar Zora, darah yang perlahan mengalir membanjiri lantai. Zora mengabaikan itu, dia lalu mengacak-acak seisi meja yang ada di depannya, dia mencari sesuatu yang menjadi alasannya datang ketempat lusuh itu, tetapi ia tak kunjung menenemukannya.Setelah beberapa saat, Zora mulai lelah dan berhenti mencari. Dia berniat membakar tempat itu, lalu kembali kemobilnya untuk mengambil bahan bakar."Jangan maafkan aku." ucap Zora melipat kedua tanganya layaknya orang yang berdoa. Itu merupakan kebiasaan yang dilakukan Zora setiap kali dia membunuh seseorang.Sebelum ia membakar tempat, dia melepaskan sarung tangan yang ia kenakan dan meninggalkan pistol itu bersama disamping kedua mayat. Zora berjalan keluar lalu menyalakan pematik api dan melemparnya.Perlahan api mulai merambat masuk, beberapa saat Zora melangkahkan kaki terdengar bunyi ledakan, wajah Zora yang datar tanpa penyesalan karena telah menghilangkan dua nyawa dalam waktu singkat bukanlah sesuatu yang baru.Di tengah kendaraan yang berlalu lalang, suara bisik mesin dari segala arah. Zora melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sesekali dia memperhatikan dan melirik matanya sendiri. Penampilannya sudah berubah, dia memakai sweater oversize berwarna abu dengan kacamata bulat serta rambut diikat kuncir kuda yang cukup tinggi, dilengakapi dengan poni yang menutupi alisnya. Itu adalah penampilannya dalam kehidupan normal jika profesinya sebagai pembunuh bayaran dikesampingkan. Zora masih dalam perjalanan akan kembali ke apartemen miliknya yang terletak di pinggir kota yang jauh dari pemukiman, daerah itu sudah tidak berpenghuni karena 2 tahun lalu pernah di landa banjir. Hanya ada beberapa pengemis dan tunawisma yang menjadi penghuninya. Sesampainya Zora di halaman apartemen, dia memarkirkan mobilnya di depan gedung apartemen 3 lantai yang sudah usang kerena tidak memiliki basement, apartemennya terletak di lantai atas bangunan tua itu. Karena apartemen itu juga tidak memiliki lift, Z
Setelah Zora memeriksa dan melihat semua isi dari paper bag, ada 2 kotak makanan favorit Zora yaitu kue macaron yang berasal dari Prancis dan 1 gelas dark choco drink. Lalu Zora dengan cepat menyantap kue favoritnya, hingga satu kotak yang berisi 6 kue bulat dengan varian rasa yang berbeda itu habis. Sedangkan 1 kotak yang tersisa ia simpan di kulkas karena tidak mampu menghabiskannya sekaligus. Waktu mengisi perut sudah habis, kini dia beralih kepekerjaanya. Dia memeriksa gelas minumannya, di bagian bawah gelas itu ada flashdisk yang sengaja ditempelkan. Flashdisk berukuran kecil yang berisi terkait misi yang akan diberikan padanya. Tanpa pikir panjang Zora langsung menyalakan leptop miliknya dan memeriksa isi dari flashdisk itu, disana ada beberapa foto dan informasi pribadi dari target kali ini. Ada juga foto orang-orang yang menjadi keluarga dan orang terdekat target. 'Jadi ini misi pembunuhan?' batik Zora. "Ini cukup merepotkan karena membutuhkan waktu." gumam Zora. Di dalam
"Huufftt akhirnya selesai." lirih Satya sembari meregengkan tubuhnya yang lelah karena dari pagi dia sudah duduk memeriksa dokumen yang berkaitan dengan pekerjaannya. Tok tok tok. Terdengar ketukan pintu, Satya sedang bersandar dikursinya sambil memejamkan mata tidak bereaksi. Beberapa saat kemudia Andika masuk dan dia melihat Satya sedang tidur dikursinya. 'Tuan muda pasti sangat kelelahan' batin Andika. "Tuan muda, mohon untuk bersiap-siap. Sudah waktunya kita berangkat." ucap Andika membangunkan Satya dengan sedikit menggoyangkan tubuhnya. "Tuan, saya sudah menyediakan setelan jas yang akan tuan muda kenakan. Ayo cepat bangun." ucap Andika dengan nada suara yang sedikit meninggi. Andika tidak bisa membiarkan Satya beristirahat, karena malam ini ada jadwal penting yaitu makan malam dengan ayah Satya dan seluruh keluarga akan menghadiri acara malam itu. "Aku sangat malas bertemu dengan kedua kakakku." keluh Satya. "Walaupu begitu anda harus tetap hadir tuan, kalau tidak tuan
Satu persatu anggota keluarga memasuki kediaman, tuan dan nyonya rumah belum menunjukan diri. Kedua orang tersebut masih sibuk dengan urusan masing-masing, tuan besar sibuk dengan pekerjaan dan nyonya besar sibuk dengan kegiatan sosialita. "Halo tuan, para tuan muda sudah datang. Mereka sedang menunggu kehadiran tuan besar." ucap Jeev setelah menghubungi majikannya untuk mengabari bahwa ketiga putranya sudah hadir. "Baiklah, sebentar lagi aku sampai." setelah mengatakan hal itu William yang ada dibalik telepon itu langsung mengakhiri telepon. "Baik tuan." balas Jeev. Seusai menelpon Jeev berjalan keruang tamu untuk menjamu para tuan muda yang sudah berkumpul. William Arga Bintara adalah ayah dari Satya sekaligus orang yang memimpin perusahaan Bintara Grup, sebetar lagi dia akan memasuki masa pensiun dan sedang mempersiapkan untuk menyerahkan posisinya pada salah satu putranya yang di anggap mampu olehnya. William orang yang sangat dingin, tidak pandai menunjukan perasaannya bahka
Pagi hari yang cerah menyambut matahari dan seolah mengusir gelapnya malam, Zora bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan untuk interview. Dia memakai baju formal yang sesuai dengan kriteria seorang karyawan kantoran. Zora menghadap cermin memperhatikan pantulan dirinya dari atas sampai bawah, dia berpikir masih ada yang kurang dari penampilannya lalu meraih laci di sampingnya dan mangambil sebuah kacamata dan memakainya. "Sempurna" gumam Zora. Setelah selesai dengan urusan penampilan, Zora berangkat keperusahaan dengan mengendarai mobil pribadinya. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai ke perusahaan jadi Zora berangkat lebih awal karena jam intervewnya pukul sembilan. Sesampainya didepan gedung Zora memperhatikan area sekitarnya dengan saksama lalu melangkahkan kakinya dengan tenang memasuki gedung itu dan berjalan menuju resepsionis. Zora dia antar keruangan tunggu karyawan. Ada banyak orang yang melamar di perusahaan di berbagai macam posisi, tetapi berbeda dengan posis
Klikkk... Ada 3 orang memasuki ruang tunggu, diantara nya ada Satya yang akan mewawancarai para pelamar, Zora memperhatikan orang-orang yang memasuki ruangan. Mata Zora langsung tertuju kepada satu orang yaitu Satya, dia terlihat mencolok dan sangat mudah menarik perhatian dengan penampilannya. Wibawanya sebagai seorang direktur dapat terlihat dari bagaimana cara ia berjalan, dengan dagu terangkat dan terlihat sangat arogan. Zora mengamatinya dari atas sampai bawah dan berfikir misinya kali ini tidak akan mudah untuk dilakukan, walaupun selama ini tidak ada misi yang dapat dianggap mudah. Ketiganya menduduki kursi masing-masing, didepan mereka sudah tersedia data-data terkait para pelamar, mata Zora tetap hanya fokus pada Satya seorang. Satya yang merasa ada yang memperhatikannya langsung mengangkatnya. Mata keduanya bertemu, dengan cepat Zora memberikan senyuman ramah. "Kamu maju kedepan.!" pinta Satya menunjuk ke arah Zora. "Saya?" tanya Zora menunjuk dirinya sendiri. Tanpa
Satya kembali sibuk dengan urusan kantor, dan ada Andika yang membantunya dengan setia keluar masuk ruangan setiap kali Satya memanggil. Lagi-lagi pikiranya terbayang-bayang tentang Zora yang ia lihat tadi pagi. Alasan Satya memanggil Zora untuk interview karena dia sedikit penasaran tentang dirinya. Untuk pertama kalinya dia tahu ada seorang wanita yang mau bekerja dan melamar sebagai pengawal.Setelah melihat CV yang dikirim Zora, terlintas dipikiran Satya bahwa wanita ini sangat unik dan memiliki bakat. Menurut pengalaman dan pemahaman Satya tentang wanita tidak pernah terbayangkan akan ada wanita yang bekerja sebagai tukang pukul. Wanita hanya peduli tentang penampilan dan fokus untuk mempercantik diri. Bagaimana seorang wanita bisa mendapatkan begitu banyak sertivikat beladiri, berbagai macam dugaan yang Satya pikirkan tentang Zora salah satunya adalah kemungkinan CV itu dipalsukan.Akhirnya Satya memutuskan untuk memanggilnya untuk interview kerja dan memastikan apakah dugaa
"Tuan, bajunya sudah siap." ucap pelayan yang baru memasuki kamar Satya setelah mengetuk pintu, dan Satya hanya menangguk. Pelayan itu dengan tenang meninggalkan kamar Satya, Satya dengan rambut basah dan masih memakai kimono melihat kearah cermin dan menatap lekat bayangan dirinya. "Apa karena aku tampan?" gumam Satya dengan satu alisnya yang terangkat. "Tidak masuk akal, dia pasti hanya kagum." bantahnya lagi lalu memakai vitamin pada rambutnya. Satya masih memikirkan tentang Zora yang selalu memperhatikannya kemarin, dia tidak bodoh hingga tidak menyadari ada orang yang memperhatikan dirinya. Hanya saja dia tidak mengerti dan tidak dapat menebak apa arti dari tatapan Zora, wajahnya yang kaku benar-benar mengganggu pikiran Satya. Entah kenapa wanita itu sangat mengganggu dan membuat Satya tidak bisa fokus. Tidak mau membuang waktu dengan memikirkan wanita itu lagi, Satya dengan cepat memakai baju yang sudah disiapkan pelayannya dan bersiap untu berangkat kekantor. Dan seperti