Share

BAB 5 : Dalam Pikiran Her & Er

“Er.., masuklah, nggak enak terlihat tetangga,” pinta Herlambang yang telah mampu mengendalikan dirinya saat melihat mereka berdua saling berpelukan satu dan lainnya dengan menarik kopernya.

Elena yang tidak mampu menolak pelukan Erlangga merasa kasihan pada Herlambang karena harus melihat Erlangga melampiaskan rasa cinta padanya.

“Iyaa.., Pii.., Ayo Lena,” genggam Erlangga pada bagian jemari Elena.

Herlambang yang melihat rasa cinta Erlangga dari cara dia memandang dan melihat Elena serta menggenggam jemari tangannya dengan tidak bosan mengecupnya, membuat hatinya begitu menderita, namun Herlambang sebagai pria dewasa, mampu memilah semua jenis rasa yang ada dalam hatinya.

“Gimana Elena.., kondisi kamu?” tanya Herlina saat dilihat putrinya telah kembali dari rumah sakit dan kini masuk ke ruang tamu bersama Erlangga dan Herlambang.

Elena yang mendapat pertanyaan dari Herlina, berbicara pada mamanya seraya melihat ke arah Herlambang. Dan tatapan netra manik hitam Herlambang seolah mampu menjadi bumper Elena untuk berbohong pada Herlina hingga dua minggu ke depan.

“Kata dokter.., ada masalah dengan asam lambung Elena, Maa..,” ujarnya seraya menelan salivanya dan terlihat perlahan menarik napas panjang dengan mata yang menatap Herlambang.

“Syukurlah kalau begitu. Saya minta maaf yaa.., Pak Her dan Erlangga.., gara-gara Elena semua jadi pada sibuk. Silakan duduk dulu Pak,” sapa dan sambut Herlina pada kedua lelaki tampan yang masih berdiri diantara putrinya.

Elena masuk ke dalam rumah ikuti Erlangga dan Herlambang. Mereka berdua duduk saling berhadapan satu dan lainnya. Lalu, Elena pun meminta izin untuk beristirahat.

“Om.., maaf.., Lena tinggal dulu yaa.., mau istirahat,” izin Elena pada Herlambang.

Dan Elena juga meminta izin pada Erlangga, “Er.., sorry gue istirahat dulu.”

“Lenaa.., Tunggu..!” pinta Erlangga berdiri dan berjalan ke arah kekasih hatinya yang masuk ke ruang keluarga untuk menuju kamarnya.

“Er..., Biar aja Elena istirahat. Jangan seperti itu. Duduklah!” pinta Herlambang tegas seraya menatap tajam pada iris netra Erlangga dan memberikan isyarat dengan tangannya agar putranya duduk kembali.

“Papii.., Er mau bicara hal serius sama Elena..,” Erlangga agak membungkuk berbisik pada Herlambang.

“Dudukah..!” tegas Herlambang yang tidak membiarkan Erlangga masuk ke ruang keluarga itu. Karena Herlambang tahu kalau kamar Elena berada persis di depan ruang keluarga.

Erlangga melihat dan memandang Herlambang yang tidak biasa melarang dirinya, dalam hal apa pun. Kini melarangnya dengan keras. Padahal ia ingin sekali menanyakan kehamilan Elena.

Dengan menghela napas, Erlangga yang belum bisa menerima penolakan Herlambang saat ia akan mengikuti langkah Elena bertanya padanya.

“Emang ada apa sih Pii.? Kok wajah Papi tegang begitu?” tanya Erlangga yang beberapa kali melihat Herlambang mengusap wajahnya dengan kasar dan menarik napas panjang dengan perlahan.

“Maksudnya..?” tanya Herlambang dengan mengerutkan dahinya.

“Iya.., maksudnya itu.., apa ada masalah sama Elena sampai dia harus istirahat. Padahal kan Er baru aja ketemu Elena.”

“Asal Papi tau aja.., kalau sejak kemarin selesai dia ke dokter, sama sekali dia nggak angkat panggilan telepon. Makanya Er, mau ngobrol.. Pii..,” keluh Erlangga atas larangan Herlambang saat ia mengikuti langkah Elena ke kamarnya.

“Er.., masalah Elena nanti kita bahas di rumah bersama mami kamu. Dan jangan bicara apa pun di depan mamanya Elena. Karena dia belum tau sama sekali,” pinta Herlambang seraya menempatkan jemari telunjuknya pada bibirnya yang seksi.

“Tapi.. Pii..”

“Cukup..!”

Setelah pembicaraan itu, kedua lelaki tampan itu hanya memainkan ponselnya, sampai akhirnya Herlina membawa baki ke ruang tamu itu dengan satu cangkir kopi dan satu cangkir teh dan satu piring pisang goreng.

“Silakan diminum Pak Her.., maaf cuman pisang goreng. Ayoo.., Erlangga ini tante buatkan pisang goreng yang kamu suka,” ujarnya masih tetap sangat sederhana.

Walaupun kini Herlina tinggal pada sebuah kompleks perumahan dengan tipe rumah berukuran 70 dengan luas tanah 150meter persegi, dimana pada saat akan masuk ke dalam kompleks perumahannya dijaga oleh sekuriti, namun kesederhanaannya masih dibawanya.

Kompleks perumahan yang ditempati oleh Elena, sistim keamanannya dijaga selama 24 jam dan dijaga oleh tiga orang sekuriti dengan sistem rolling padahal pada tiap blok pada rumah yang ada kompleks perumahan itu berisi CCTV.

Dan siapa pun yang masuk ke dalam kompleks perumahan itu, akan dimintakan KTP jika akan bertamu kecuali penghuni kompleks.

Terlihat Herlambang dan Erlangga menikmati minuman yang disuguhkan Herlina dengan camilan berupa pisang goreng.

Usai menikmati dua potong pisang goreng Herlambang pun berpamitan.

“Terima kasih Buu.., kami permisi dulu. Biarkan Elena beristirahat,” ucap Herlambang pada Herlina.

Namun pada saat dilihat Erlangga tidak beranjak dari tempat duduknya, Herlambang dengan tegas berkata pada putranya, “Ayoo.., Er.., sekalian bawa koper Papi ke dalam mobilmu!”

Herlina yang melihat koper kecil berwarna silver jadi teringat atas apa yang akan ia tanyakan pada Herlambang.

“Aduh.., saya sampai lupa mau tanya ke bapak.., tadi pagi itu bapak ke rumah bawa koper habis dari luar kota atau akan pergi keluar kota, Pak..?” tanya Herlina seraya tersenyum saat Erlangga menarik koper Herlambang dengan tanpa berkata-kata.

“Iya.., Buu. Kebetulan tadi saya habis dari luar kota. Tadi pagi dengar kabar Elena sakit, jadi saya putuskan dari Bandara langsung ke rumah Ibu,” ujar Herlambang singkat.

Herlambang memberikan alasan, tanpa memberitahu perjalanannya dari Perth dengan melakukan transit di Bandara Ngurah Rai dan sampai di Jakarta dalam keadaan jetlag demi Elena yang kini jadi candu dalam pikiran dan berada pada sisi hati yang berbeda.

“Baik Buu.., kami pulang dulu..,” pamit Herlangga mencakupkan tangannya.

Dan Erlangga yang sudah mengeluarkan mobil di halaman depan rumah Elena kembali masuk ke dalam rumah itu untuk berpamitan dan menutup pintu pagar rumah Elena.

Sesaat kemudian mobil yang dikendarai oleh Erlangga pun meninggalkan kediaman Elena dengan perasaan kesal pada Herlambang. Dan untuk kali pertamanya, Erlangga merasa kesal dan diam saja selama dalam perjalanan ke rumahnya.

Herlambang sendiri yang juga sedang memikirkan kehamilan Elena hanya terdiam dengan pikiran yang melayang jauh. Ia teringat saat pertama kali mengantar ke rumah Elena usai pengaruh obat perangsang itu sirna dari diri mereka namun bayangannya tak akan sirna selamanya.

*FLASH BACK usai 4 jam Kebersamaan Elena & Herlambang*

Herlambang yang diterima dirumah Elena dan mendapati kemiskinan yang mendera gadis itu membuat hatinya meradang. Ditambah lagi Herlina yang tampak berjalan perlahan dibandingkan orang-orang seusianya.

Herlambang saat itu mengenalkan diri dan hanya sedikit bercakap-cakap pada Herlina untuk memberikan alibi atas tidak jadinya Elena ke Singapura bersama Erlangga dan Tiara istrinya.

“Buu.., maaf ini saya antar Elena ke rumah karena petugas pembuat paspornya lupa untuk mencetak paspor Elena. Tadi cukup lama Elena di rumah. Karena sampai sore juga nggak ada kabar maka saya antar Elena ke rumah,” ucap Herlambang yang berbohong karena ulah istrinya.

“Belum Rejeki Elena itu Pak.., kalau memang ini anak ada rezekinya pasti paspornya jadi, hehehehe..,” sahut Herlina tertawa kecil sembari mengelus rambut Elena yang duduk disisinya tanpa berkata sedikit pun.

“Maaf.., Ibu sudah cukup lama tinggal disini?” tanya Herlambang mengamati kondisi di bawah rata-rata dari lingkungan kumuh pada daerah Elena.

“Iyaa Pak.., tapi dulu waktu Elena masih kecil kami kontrak rumah. Lama-lama Almarhum suami saya bisa beli rumah ini,” ujar Herlina penuh rasa bangga dan bahagia dilihat dari wajahnya yang ceria.

“Tapi.., Maaf, polusi di sini luar biasa yaa Buu,” ujar Herlambang yang merasa miris saat seorang wanita seperti Herlina dengan bangga menempati rumah yang sebenarnya tidak layak disebut rumah dan dalam kondisi lingkungan yang bukan hanya kumuh namun kerap jadi sarang kejahatan bagi beberapa residivis.

“Biasa aja sih Pak.., kami disini udah terbiasa. Tapi kalau orang yang belum pernah ke tempat ini sih, banyak yang pusing kepalanya. Erlangga juga waktu pertama kali ke rumah ini pusing yaa.., Lena..,” tuturnya mengenang pertama kalinya Erlangga ke rumah itu seraya berkata pada Elena untuk mempertegas ucapannya.

Karena ia tidak kuat dengan bau busuk menyengat dan hawa gerah yang terjadi karena berdesak-desakannya rumah semi permanen dibangun pada daerah kumuh itu, Herlambang pun berpamitan pada Herlina dengan sebuah rencana dan keinginan yang belum bisa ia sampaikan pada Elena dan mamanya.

“Baik Buu.., Elena.., Om balik dulu.., semoga besok Om bisa main ke rumah ini lagi.”

Sebelum itu, Elena yang kasihan pada Herlambang jika harus berjalan keluar dari gang menuju mobilnya, telah memesankan ojek untuk membawanya keluar dari gang tersebut.

“Tunggu Om.., Lena udah pesankan ojek. Supaya Om nggak usah jalan lagi. Apalagi hari udah hampir gelap,” pinta Elena pada Herlambang.

“Makasih.., Lena,” ucap Herlambang memandang tajam wajah gadis cantik yang masih bermain dalam benaknya.

“Kalau gitu tunggu yaa.., Pak..,” pinta Herlina yang keluar dari rumah, untuk membelikan air mineral kemasan pada warung kecil milik tetangganya.

Sementara itu, Herlambang yang duduk pada sofa tanpa spons pada ruang tamu kecil dan sangat sederhana, bila dibandingkan dengan kandang kucing Tiara yang terkesan mewah, lebih merasa nyaman saat duduk disisi Elena walau dalam kesederhanaan.

“Lena.., besok akan ada kejutan untuk kamu dan mama kamu. Om harap jangan ditolak dan semua itu karena Om sudah anggap kamu seperti anak Om sendiri,” ujar Herlambang yang langsung berpikir cepat untuk membawa Elena dari lingkungan kumuh.

Namun semua kejutan itu belum ia sampaikan, karena dalam benak Herlambang kala itu, ia harus pulang ke rumah dulu dan secepatnya mencari dan membelikan rumah berikut perabotnya agar mereka bisa hidup layak dalam lingkungan yang baik dan demi kesehatan mereka pula.

“Silakan Pak.., maaf saya belikan air mineral saja,” ujar Herlina, yang takut menyuguhkan teh pada Herlambang. Karena ia pikir pasti tidak akan bisa Herlambang meminum teh dalam kondisi bau menyengat di lingkungan rumahnya.

“Om.., gojeknya udah datang. Maa.., kasihkan aja air mineral kemasan itu untuk Om Her. Biar nanti minum di mobil,” saran Elena yang juga punya pemikiran sama dengan Herlina.

“Iyaa.., ini Pak.., dibawa aja minumannya, biar nanti bisa diminum di mobil. Hati-hati yaa.., Pak!”

“Terima kasih Buu.., Lena..,” ucap Herlambang sambil menaiki motor ojek yang telah berada di halaman kecil rumah itu seraya menerima air mineral dalam kemasan sebanyak dua botol kecil.

Ojek pun membawa Herlambang keluar dari pemukiman kumuh itu dengan sebuah pembelajaran dan kenangan yang tak bisa dilupakan oleh Herlambang atas sikap ramah dari orang-orang pinggiran kota yang berada dalam keterbatasan ekonomi.

Dalam hati Herlambang pun berbisik, ‘Aku bahagia bisa bertemu gadis yang cantik luar dalam seperti Elena.., kalau saja aku bisa kembali muda..., Aakh.. Lena, besok Om akan membawa kamu dan keluarga kamu ke tempat yang lebih layak. Bersabarlah sampai besok.., sayang.’

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Lanjut yaa kakak semua (⁠っ⁠.⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)⁠っ love you sekebon♡⁠(⁠>⁠ ⁠ਊ⁠ ⁠<⁠)⁠♡
goodnovel comment avatar
Parikesit70
atau.. cuma sesaat aja kak............️... makasih dah komentar...️......️
goodnovel comment avatar
Parikesit70
makasih kak Alfin....️ kasih bintang 5 setiap ulasannya ...️......️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status