Home / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 54 Jangan Mati demi aku

Share

Bab 54 Jangan Mati demi aku

Author: Fei Adhista
last update Last Updated: 2025-05-14 22:58:40
Ditto tiba dengan napas berat. Jubah hitamnya basah oleh peluh, dan kakinya nyaris tak terasa setelah berlari dari ruang tahanan bawah istana.

Satya menoleh cepat dari meja peta. Ia baru saja kembali dari penyusupan, belum sempat melepas sarung tangan.

“Ada apa?” tanyanya tajam.

Ditto langsung menjatuhkan diri ke lutut. “Reina sepertinya tahu semuanya. Dia... bilang jika kau tak muncul sebagai dirimu sendiri, dia yang akan buka semuanya ke Raja.”

Satya membeku. Matanya sempat terpejam sepersekian detik. Lalu ia mengerutkan kening, berdiri, dan menghantam dinding di belakangnya dengan tinju keras. Batu bergetar.

“Arvid,” desisnya. “Dia pasti yang memancing ini semua.”

“Dia sudah menghadap Raja. Meminta izin menikahi Reina.”

Satya menatap Ditto. Kali ini dingin. “Dan Ayahanda?”

“Belum memutuskan. Tapi... beliau mulai goyah.”

Satya melangkah cepat ke gantungan pedangnya. Ia mengenakannya kembali tanpa bicara. Gerakannya seperti prajurit yang hendak maju perang.

“Mayor,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 57 Menculik Istri

    Langkah-langkah kaki terdengar lirih di lorong rahasia istana. Satya menahan napasnya, telinga tajam menangkap bunyi samar suara penjaga. Tangannya meraih belati kecil di ikat pinggang.Satu... dua... tiga...Ia bergerak cepat dari bayangan ke bayangan. Satu pengawal lewat. Satya menempel ke dinding, napas ditahan. Begitu bayangan berlalu, ia meneruskan jalan.Koridor menuju ruang intelijen.Dia harus tahu kenapa Raja memanggilnya kemarin lalu tiba-tiba membatalkan. Kenapa Arvid mendadak ditugaskan memimpin misi ke utara. Dan yang paling mengganggu... kenapa Reina belum dipindahkan dari ruang interogasi.Langkahnya terhenti di persimpangan. Tiga penjaga berdiri di depan ruang arsip.Satya membuka gelang logam di pergelangan kirinya. Menarik jarum kecil dari dalamnya obat bius singkat.Tiga detik. Tiga tusukan. Tiga tubuh ambruk diam-diam.Ia masuk.Ruangan gelap, hanya diterangi cahaya dari jendela tinggi. Rak penuh dokumen rahasia. Satya langsung ke laci berlabel: "Penyamaran - Kode:

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 56 Aku Bukan Istri Pangeran

    Langit-langit batu berukir tampak muram, dan udara dingin menusuk. Di tengah ruangan, Putri Salima berdiri tegak mengenakan jubah formal kerajaan. Di hadapannya duduk Reina tampak tenang tapi tegang, tangannya dirapatkan di pangkuan. Salima memutar cincin di jarinya, menatap Alliya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Kau menyamar. Menipu semua orang. Termasuk aku." Alliya menatap lurus ke depan. Tidak menunduk. Tidak juga menghindar. "Aku hanya menjalankan perintah negara. Sama seperti yang dilakukan siapapun yang setia." "Tidak semua prajurit setia menyembunyikan identitasnya," balas Salima dingin. "Kau wanita. Dan lebih parah lagi... kau kabarnya istri dari Pangeran Satya." Reina tersentak kecil, tapi segera menyembunyikannya dengan menarik napas pelan. "Itu tidak benar." "Jadi kau menyangkal kabar itu?" "Aku tidak menikah," ujar Reina mantap. "Aku tidak pernah menikah dengan siapa pun, apalagi dengan seorang pangeran." Salima menyipitkan mata. Ia mendekat, membungkuk aga

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 55 Butuh Kejelasan

    Angin malam meniup lembut tirai sutra yang menggantung di jendela tinggi. Salima berdiri membelakangi pintu, mengenakan gaun malam berwarna pirus yang jatuh anggun di bahunya. Cangkir teh di tangannya telah lama dingin, tapi ia belum meminumnya.Pikirannya tak tenang.Satu per satu keping rahasia muncul ke permukaan, seperti abu yang tertiup dari bara. Ia tahu Satya menyembunyikan sesuatu. Ia juga tahu, “Putri Aliya” yang dikenalkannya sebagai wanita dari Ghana... bukanlah siapa yang dikatakan istana.“Kenapa aku terus merasa... aku pion dalam permainan mereka?” bisiknya pada diri sendiri.Pintu diketuk pelan. Pelayan masuk dan membungkuk.“Yang Mulia... Pangeran Arvid ingin berbicara.”“Jam segini?” Salima mengangkat alis. “Suruh dia masuk.”Arvid masuk dengan senyum lebar dan tangan di balik punggung. Seperti biasa, tampak manis—tapi terlalu manis hingga mengundang curiga.“Aku tahu ini larut malam, Salima,” ucapnya, suaranya lembut. “Tapi aku tak bisa tidur memikirkan keputusan Aya

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 54 Jangan Mati demi aku

    Ditto tiba dengan napas berat. Jubah hitamnya basah oleh peluh, dan kakinya nyaris tak terasa setelah berlari dari ruang tahanan bawah istana. Satya menoleh cepat dari meja peta. Ia baru saja kembali dari penyusupan, belum sempat melepas sarung tangan. “Ada apa?” tanyanya tajam. Ditto langsung menjatuhkan diri ke lutut. “Reina sepertinya tahu semuanya. Dia... bilang jika kau tak muncul sebagai dirimu sendiri, dia yang akan buka semuanya ke Raja.” Satya membeku. Matanya sempat terpejam sepersekian detik. Lalu ia mengerutkan kening, berdiri, dan menghantam dinding di belakangnya dengan tinju keras. Batu bergetar. “Arvid,” desisnya. “Dia pasti yang memancing ini semua.” “Dia sudah menghadap Raja. Meminta izin menikahi Reina.” Satya menatap Ditto. Kali ini dingin. “Dan Ayahanda?” “Belum memutuskan. Tapi... beliau mulai goyah.” Satya melangkah cepat ke gantungan pedangnya. Ia mengenakannya kembali tanpa bicara. Gerakannya seperti prajurit yang hendak maju perang. “Mayor,

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 53 Ruang Penjara

    Langkah-langkah Reina menggema pelan di marmer panjang ruang balairung. Dua pengawal membukakan pintu besar, dan di ujung ruangan, ia melihat Raja Mahesa duduk tegak di singgasananya. Di sisi kiri berdiri Kolonel Bima, penuh catatan di tangan. Di kanan Pangeran Arvid, berdiri dengan tangan disilangkan dan wajah berpura-pura prihatin. Reina berdiri tegak di tengah ruangan. Napasnya ditahan. Sorot matanya lurus. Tak ada yang boleh runtuh dari penyamarannya. Raja Mahesa menatapnya tajam, penuh murka. “Kau,” suaranya berat, menahan amarah, “bukan Alliya ataupun Reihardi. Kau seorang wanita. Dan kau menipu istana ini, menyamar sebagai laki-laki. Jelaskan—siapa kau sebenarnya?” Reina menunduk singkat, lalu mendongak kembali. “Saya... Reika,” katanya tegas. “Kakak dari Reihardi.” Kolonel Bima langsung mencatat. Raja mempersempit matanya. “Kenapa kau menyamar sebagai adikmu?” desak Raja. “Karena adik saya hilang tiga bulan lalu. Saya tidak bisa diam, sementara tidak ada yang mencar

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 51 Ketahuan

    suasana di ruang Raja Mahesa sangat tegang. Peta-peta tergelar di meja panjang, dokumen tersebar, dan suara derit pena Kolonel Bima terhenti ketika Raja Mahesa melempar laporan ke dinding. “Jadi selama ini dia perempuan?” suara raja membentak tajam, matanya merah karena amarah. Kolonel Bima tetap berdiri tegak, meski pelipisnya berkeringat. “Kami baru mengonfirmasi tadi malam, Paduka. Dia menyamar sebagai Rei, menggantikan adiknya yang menghilang dari akademi. Ada keterlibatan Ditto juga dalam hal ini.” Raja mengepalkan tangan. “Satya tahu?” “Belum ada bukti. Tapi... besar kemungkinan dia tahu.” Mahesa menghantam tongkatnya ke lantai. “Dan kau biarkan ini terjadi di istanaku? Di bawah hidungku? Atau jangan-jangan dia wanita yang di nikahi Satya." “Paduka... penyamaran itu terlalu rapi. Bahkan data medis awal telah dimanipulasi. Kami menduga bantuan dari dalam, untuk mengenai Rei, sepertinya bukan istri pangeran, karena nama mereka berbeda” jawab Kolonel Bima cepat. Sebelum raja

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 51

    Cahaya pagi menyusup lewat jendela, menari di sela-sela tirai putih yang melambai pelan. Reina duduk di tepi ranjang, mengenakan pakaian latihan, tapi belum juga beranjak. Pandangannya terpaku ke lantai, bibirnya mengatup tegang.Pertemuan semalam masih berputar di kepalanya."Kalau kau pergi, mereka akan menganggapku berkhianat," katanya waktu itu. Dan wajah Satya—atau siapapun dia sebenarnya—saat itu... tegang, marah, tapi juga cemas.Reina menggigit bibir, lalu berdiri cepat. Ia membuka laci kecil dan menarik keluar gulungan kain tempat menyimpan belatinya. Tangannya sedikit gemetar saat mengikat sarung senjata di pergelangan pahanya.“Bodoh... kenapa aku malah menyuruhnya menemui Pangeran Satya?” gumamnya lirih, penuh sesal. “Bagaimana kalau dia tertangkap? Bagaimana kalau—”Pintu kamar diketuk dua kali.Reina refleks berdiri dan meraih belatinya.Suara dari balik pintu. “Putri Aliya, latihan pagi akan dimulai sepuluh menit lagi.”“Segera,” jawab Reina, suaranya tenang meski jantu

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 50

    Langit mendung. Cahaya lampu hanya separuh menerangi lorong batu tua. Satya melangkah cepat, jubah panjang digulung ke lengan, sepatu botnya dibungkam kain hitam.Dua pengawal berjaga di depan kamar Reina. Ia menghentikan langkah di balik pilar batu.Isyarat tangan. Tiga jari.Satu napas. Dua langkah.Gerak cepat—pengawal pertama dihantam dengan bokong belati ke tengkuk. Satya menangkap tubuhnya sebelum jatuh. Pengawal kedua menoleh, sempat mengangkat senjata—Braak!Satya menjatuhkannya dengan hantaman lutut ke dada. Pistol terlepas. Ia hempaskan tubuh si penjaga ke dinding tanpa suara.Napasnya masih stabil. Ia buka pintu pelan-pelan.Di atas ranjang, seseorang duduk membelakanginya. Rambut digelung rapi, mengenakan gaun tidur tipis khas bangsawan Ghana. Reina menoleh kaget.“Mas Satya?”Dia berdiri setengah, bingung. “Bagaimana kau bisa di sini? Kau tak bisa—”Satya melangkah cepat, menutup pintu dan menguncinya.“Kita bicara sekarang,” katanya tegas.Reina beringsut mundur. “Apa y

  • Antara Misi Dan Hati    bab 49 Rebut Dia

    Pintu terbuka cepat. Ditto masuk tanpa diizinkan.Satya, yang sedang mengikat sarung pedangnya, menoleh tajam. “Berani sekali masuk tanpa laporan," ucap Satya tersenyum bercanda .”“Maaf, Yang Mulia. Ini darurat,” kata Ditto cepat, napasnya masih belum teratur.Satya diam sejenak, lalu menaruh pedangnya ke meja. “Bicara.”Ditto menelan ludah. “Ada kemungkinan penyamaran Nyonya terbongkar.”Satya berhenti sejenak. “Sejak kapan?”“Tiga bulan lalu. Keluarga aslinya menghilang dari wilayah perbatasan. Rumah mereka dibakar habis. Tapi baru kemarin laporan lengkapnya sampai ke tangan saya.”Suara Satya turun dua oktaf. “Kenapa baru sekarang kau laporkan?”“Saya baru temukan salinan catatan pengungsi dari distrik timur. Sebelumnya... data itu disembunyikan oleh petugas lokal.”Satya mengepalkan tangan. Napasnya berat.“Dia tahu?”Ditto menggeleng. “Sepertinya tidak, Mayor. Dia terus jalankan tugas. Tidak ada tanda dia curiga.”Satya membalik badan, mengambil mantel, lalu melangkah cepat ke a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status