Share

HARI BAHAGIA

Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup. 

Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.

Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi. 

Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jika

tidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur memikirkan hari ini.

Setelah riasan Bella selesai mereka semua meninggalkan Bella dan Sindi berdua saja.

"Selamat menempuh hidup baru, Bell. Sekarang kamu udah resmi jadi istri kakakku." Sindi heboh sendiri. Dia tampak sangat bahagia mengetahui sahabatnya telah beralih status menjadi iparnya. 

"Makasih, Sin. Aku masih belum percaya semuanya ini bukan mimpi. Kemarin masih bebas, sekarang sudah jadi istri." Benar. Ini seperti mimpi untuk Bella, karena terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

Tok! Tok!

Suara ketukan di pintu kamar Bella terdengar, lebih tepatnya kamar Raffa yang sekarang resmi menjadi kamar gadis itu juga. 

"Aku boleh masuk?" Itu suara Raffa. Setelah menahan rindu beberapa hari akhirnya Bella bisa melihat wajah Raffa lagi. Tapi rasanya dia belum siap untuk ity. Tangan dan kaki Bella sampai gemetar.

"Biar aku yang buka, Bell. sekalian aku mau minum dulu ke dapur." Sindi bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu.

"Tapi, Sin ..." Bella coba menahan Sindi untuk tidak pergi.

"Aku nggak mau jadi obat nyamuk," ledeknya sambil berjalan ke arah pintu. 

Raffa melangkah mendekat. Bella hanya mendengar suaranya. Untuk menatap saja wanita itu belum siap. Jarak di antara keduanya sudah sangat dekat. Seperti tahu dengan keadaan Bella yang lemah, Raffa membantu wanita itu berdiri. Spontan Bella langsung mencium tangan lelaki itu sebagai tanda hormat Bella pertama kali sebagai istri. Raffa balas  mengecup kening Bella, lalu memeluk wanita itu erat. Lelaki itu menangis.

"Tolong temani aku sampai akhir, Bell. Aku ingin berbagi segala yang aku punya denganmu," ucap Raffa pelan.

"Maaf, kalau aku membuat kamu nggak nyaman. Tiba-tiba meluk kamu tanpa izin." Raffa tiba-tiba melepaskan pelukannya dan menjauh satu langkah dari Bella. Wanita itu tahu kalau Raffa sedang menjaga perasaannya.

"Aku sudah sah menjadi istrimu, Raf. Kamu tidak perlu izin untuk memelukku." Bella mencoba untuk tenang. Meskipun kenyataannya dia terkejut saat Raffa tiba-tiba memeluknya erat.

"Terima kasih, Bell. Kamu sudah bersedia menjadi pengantinku. Aku bahagia bisa memiliki kamu." Raffa memegang tangan Bella erat. Menuntun wanita itu kembali duduk di pinggir ranjang yang telah dihias dengan sangat indah. 

"Sama-sama, Raf. Menikah sama kamu rasanya kayak baru jadian tau nggak." Bella mengulas senyum. Pancaran mata Raffa menggambarkan rona kebahagiaan.

" Ya, kamu benar. Kita baru saja jadian. Dan mulai sekarang akan melewati masa pacaran." Raffa tersenyum misterius. Jantung Bella semakin berdebar saat suaminya mengatakan hal itu.

"Kamu buat jantung aku mau copot, Raf," Bella tersipu malu.

"Makanya jangan mesum dong, pikirannya udah kemana-mana, ya?" Raffa mencubit hidung Bella pelan.

"Dih, kok aku dibilang mesum, sih? Aku nggak mikir aneh-aneh kok," Bella berusaha membela diri.

Wanita itu mulai berani menatap Raffa. Ternyata dia lebih tampan dari biasanya. Bella mencubit tangannya sendiri, terasa sakit. Ini nyata. Pangeran tampan keluarga Dirgantara ini telah menjadi miliknya. 

"Bella, kamu cantik banget hari ini. Benar-benar seperti bidadari," kata Raffa setengah berbisik membuat wajah Bella memerah. Mungkin sama dengan warna udang rebus. 

Raffa terus menatap Bella. Seperti tidak ingin berpaling sedikit pun. Jantung Bella berdegup lebih kencang lagi, dia berharap semoga Raffa tidak mendengarnya. 

"Sudah siap untuk nanti malam, Sayang?" bisiknya lagi, Bella tersenyum. Raffa mulai mesum nih, batin wanita itu. 

"Siap untuk apa?" Bella pura-pura bodoh. Walau dia tidak bisa menyembunyikan rona malu di wajahnya. 

"Beneran nggak tau?" Raffa masih berbisik. membuat bulu kuduk Bella merinding.

"Aku pura-pura nggak tau, tuh." Bella balas berbisik pada Raffa.

"Istriku mulai nakal, ya? Yuk kita ke depan ... tamu udah pada dateng tuh, nggak enak bikin mereka lama menunggu." Raffa menggandeng tangan Bella keluar dari kamar. Ternyata di luar kamar sudah ada papa dan mama Dirgantara.

"Lihat Ma, menantu kita cantik sekali. Pantas saja kita dibiarkan menunggu lama di sini," kata pak Dirgantara pada istrinya membuat Bella tersipu malu.

"Iya, Pa. Kaki mama sampai pegel," sahut mama sambil melirik Bella dan tersenyum. Kemudian mereka berdua memeluk wanita itu sebagai tanda syukur dan selamat datang.

"Selamat ya, Bella. Mulai hari ini kamu resmi jadi bagian keluarga Dirgantara. Jaga Raffa baik-baik. Anaknya manja, jadi kamu harus pintar manjain dia, Biar nggak ngambek." Mama Raffa memberi Bella wejangan.

"Mama jangan buka kartu dong, baru sehari udah dibocorin rahasiaku." Raffa pura-pura ngambek.

mereka semua tertawa dengan tingkah Raffa yang terkesan lucu.

Hari pernikahan mereka berjalan sukses. Resepsi super mewah yg diadakan keluarga Dirgantara benar-benar memanjakan tamu undangan.

Tamu yang datang sangat banyak. sampai tempat yg disediakan penuh sesak. Bella dan Raffa sudah kelelahan sejak pagi hingga malam duduk di pelaminan. Wanita itu mengecek jam yang tertera di layar smartphonenya. Sudah pukul sepuluh lewat lima belas menit, matanya mulai sayu.

"Sabar sayang, sebentar lagi kita masuk aja. Aku juga udah cape, nih. Pengen cepet tiduran," keluh Raffa sambil sedikit menggeliat. 

"Mandi dulu, Raf ..." Bella mengingatkan Raffa untuk mandi terlebih dahulu.

"Siap, Tuan Putri." Raffa meremas tangan Bella gemas. Setengah jam kemudian, tamu mulai sepi. Bella dan  Raffa diperbolehkan meninggalkan pelaminan.

Bella tidak menyangka, masa lajangnya sudah selesai hari ini dengan seorang pria asing yang tiba-tiba saja berhasil merebut hatinya.

Apa mungkin karena wajahnya mirip dengan Raffi, jadi dia bisa begitu saja jatuh cinta padanya? Semoga perasaannya ini bukan hanya sekedar pelarian saja. Kasihan Raffa, ia tampak begitu tulus pada gadis itu. 

"Kamu mikirin apa sih, sampe ngelamun gitu?" Raffa menyentuh bahu Bella, membuat dia sadar dengan kehadiran lelaki itu. 

"Maaf, Aku nggak bermaksud untuk mengabaikan kamu. Aku hanya teringat pada mendiang orang tuaku. Seharusnya di momen begini, mereka ada di sini mendampingiku," Bella berbohong untuk menutupi sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan.

"Mereka pasti melihat kita bahagia hari ini, Sayang. Aku akan berusaha terus membuatmu tersenyum. Jangan pernah sedih lagi. Sekarang kita berdua bersatu untuk saling berbagi." Raffa mencoba untuk menghibur Bella.

Setidaknya Bella harus mencoba untuk mempercayai Raffa. Siapapun dia, saat ini lelaki itu adalah suaminya yang sah. Semoga mereka berdua bisa saling menjaga, saling berbagi, saling mengasihi sampai saatnya tiba.

Bella percaya, apapun yang sudah terjadi hari ini, Sang Pencipta ikut andil di dalamnya. Dia hanya bisa berdo'a yang terbaik untuknya dan Raffa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status