Share

SISI KEHIDUPAN BELLA

Perlahan matahari menuju ke arah barat untuk mengembara ke belahan dunia yang lain. Langit berwarna jingga  tua berpadu dengan kuning cerah terhampar luas. Bella memandang keindahan semesta itu lewat jendela kamarnya yang menghadap ke arah barat.

Hanya sendiri. Sebuah kesunyian yang awalnya begitu menakutkan, kini sudah membuat Bella  terbiasa. Semenjak ayah dan ibunya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan tragis beberapa tahun lalu, kesepian itu terkadang membekukan hati gadis cantik itu.

Terkadang Bella merasa iri pada Sindi sahabatnya. Dia masih memiliki orang tua yang lengkap ditambah lagi seorang kakak yang baik hati seperti Raffi. Biasanya, saat Bella merasa kesepian menerpa dengan begitu kejam, hanya mereka tempat dia berbagi.

Dulu saat ayah dan ibu Bella masih ada, mereka selalu memanjakan gadis itu. Bella masih belum lupa, setiap pagi ibunya selalu memasak nasi goreng untuk mereka sarapan. Ayahnya selalu meminta porsi yang besar. Kata ayah Bella supaya kuat menghadapi kenyataan. Ayah Bella memang humoris. Membuat hari-hari gadis itu selalu ceria. Ayah, Ibu, Bella sangat merindukan kalian.

Ibu Bella terpaksa mengangkat rahimnya saat melahirkan Bella. Itu sebabnya, Bella tidak punya adik. Ibunya bercerita, kata dokter ada kista ganas yang tumbuh di rahim. Sebenarnya saat hamil Bella, ibu gadis itu juga begitu kesulitan. Dokter menyarankan untuk aborsi, tapi ibu Bella tetap mempertahankan gadis itu. Ibu hebat, kata Bella saat sang ibu selesai bercerita.

Belum sempat Bella membalas jasa kedua orang tuanya, sekarang mereka telah kembali. Hanya doa di atas sajadah yang saat ini bisa Bella berikan untuk mereka, kala rindu mulai membara diiringi tetesan air mata.

Seandainya Bella diberikan sebuah kesempatan. Dia ingin menjadi anak yang terbaik untuk ayah dan ibunya. Tentu saja itu tak mungkin terjadi. Apapun yang dia lakukan sekarang, mereka tidak akan pernah kembali.

Sekarang Bella sudah kuliah. Dia bersusah payah untuk mengejar gelar sarjananya. Di sela-sela kuliah dia bekerja di resto makanan cepat saji milik kenalan sang ayah dulu. Meskipun ayah dan ibunya telah tiada, Bella bertekad untuk mengabulkan keinginan mereka. Melihat dia bdia meraih gelar sarjana dan bekerja kantoran.

Keadaan inilah yang membuat Bella memutuskan untuk menerima tawaran Raffi dan Sindi untuk menikah. Awalnya dia memang ragu untuk menerima, tetapi setelah dia pertimbangkan beberapa saat, Bella menjadi lebih yakin. Entah mengapa gadis itu memiliki insting kalau orang yang akan menjadi suaminya itu akan memperlakukan dia dengan baik. Mungkin juga karena Raffi yang berhasil meyakinkan dia.

Bella sudah pernah bercerita tentang perasaannya pada Sindi? Dia adalah seseorang yang sangat mengagumi Raffi, meskipun lelaki itu seperti pura-pura tidak sadar. Sempat kecewa, sampai Bella bertemu seorang cowok dan berpacaran. Hanya beberapa hari saja, karena dia memang tidak memiliki perasaan semacam cinta pada cowok itu. 

Setelah menikah nanti, berarti Bella benar-benar harus melupakan perasaannya pada Raffi yang sampai sekarang masih ada. Cara bicara, gaya humor, style berpakaian sampai bau parfumnya begitu melekat dalam ingatan gadis itu. Terkadang Bella berharap lelaki itu menyadari perasaan yang dia rasakan dan membalas. Tapi Bella pupus harapan itu. Dia sadar, banyak perbedaan di antara dia dan Raffi.

Bella sudah cukup bahagia dengan kenyataan pahit ini. Setiap Raffi menggodanya dengan gombalan. Melihat garis senyum lelaki itu, mata Raffi yang sipit saat tertawa, hatinya pun berbunga.

Ding ... ding ... ding ...

Nada notifikasi pesan Bella berbunyi. Pesan itu datang dari Raffi.

"Besok, jam delapan malam di floresta cafe. Temui temanku disana. Ingat, jangan telat. Cantik." 

Dalam pesan pun, Raffi berhasil membuat Bella tersenyum. Pesona lelaki itu begitu besar.

"Siap, Kakak tampan."

Bella membalas pesan dari Raffi singkat. Bisa-bisanya dia masih baper dengan mak comblangnya sendiri.

"Sebentar lagi ada kurir yang antar dress ke rumah kamu. Pakai gaun itu besok. semoga kamu suka."

Raffi termasuk tipe mak comblang seperti sih? sebegitu niatnya sampai mempersiapkan dress segala.

"Terimakasih, Kak. Sampai repot beliin dress segala."

"Bukan dari aku. Calon suami kamu yang belikan."

Seketika Bella langsung kecewa. Dia mengira Raffo yang memilih dress untuknya, ternyata bukan. Kalau dipikir, buat apa juga Raffi beli dress untuk pasangan kencan orang lain? Pacar bukan, saudara juga bukan. Bella saja yang dengan percaya diri berharap.

Gadis itu mengira hanya di dalam novel atau drama  ada kencan buta. Ternyata dia justru mengalami itu. Seperti apa ya kira kira wajah calon suami Bella? Apa setampan Raffi? Atau justru biasa saja? seperti apapun dia, Bella ingin segera bertemu.

Sesungguhnya ini bukan pernikahan impian Bella. Dia ingin menikah dengan orang yang benar-benar dia kenal, bukan dengan pria asing. Dia mengingat kata almarhumah ibu, cinta bisa tumbuh seiring waktu. Dulu ibu dan ayah menikah karena perjodohan nenek dan kakek yang bersahabat baik. Sepertinya Bella juga mengalami hal yang sama.

Semoga saja setelah pertemuan nanti dia bisa menerima calon suaminya dengan baik. Bagaimanapun, dia sudah harus mulai menata kesiapan untuk menikah dengan lelaki itu. Bella bosan hidup sendirian di rumah itu. Hanya kenangan dan bayangan ayah ibu yang menemaninya setiap hari. Rumah itu terasa sangat sepi tanpa hadirnya keluarga.

Bella sadar, semua tidak akan mudah. Memulai kehidupan baru sebagai seorang istri. Dia hanya belajar banyak dari sang ibu. Tentang bagaimana menjadi istri yang baik. Memberikan seluruh kasih sayangnya untuk anak dan juga suami.

Saat Bella atau ayahnya ada masalah, sang ibu tempat mereka berbagi. Sang ibu menenangkan mereka dengan pelukan yang begitu hangat. Sampai sekarang, Bella masih sering merindukan pelukan itu.

Kata ayahnya, sang ibu wanita yang hebat. mampu memahami ayah sepenuh hati. Baik saat ayah susah ataupun senang. Juga di saat ayah sedang marah karena suatu hal. Ibunya tetap mampu mengendalikan perasaan sang ayah. Intinya ibu adalah sosok inspirasi bagi Bella.

Hari mulai gelap. Bella memutuskan beranjak dari kamar dan menuju ke dapur untuk memasak sesuatu buat makan malam. Pada dasarnya Bella  suka memasak. meskipun dia hanya tinggal seorang diri, Bella jarang membeli makanan di luar. 

Kata ibunya, wanita harus pandai memasak selain make-up. Karena laki-laki lebih suka wanita yang pintar memasak. Sejak ibunya bilang seperti itu, Bella mulai belajar memasak. Bella  ingin memanjakan suaminya nanti dengan masakan-masakan yang memanjakan lidah. 

Tok! Tok!

Pintu rumahnya diketuk seseorang. Mungkin itu kurir yang mengantarkan gaun dari calon suaminya. 

Benar saja. Sebuah kotak berwarna silver yang berhias pita dengan warna senada disodorkan oleh kurir sebuah ekspedisi. Setelah Bella menandatangani bukti terima, si kurir berpamitan.

Bella membawa kotak itu masuk ke dalam rumah. Meletakkan benda itu di meja tamu tanpa melihat isinya. Bella kembali ke dapur melanjutkan kegiatan memasak. 

Mungkin nanti saat Bella sudah menikah, dia akan  dengan senang hati memasak berbagai macam hidangan enak permintaan suaminya. Bella akan menunggu suaminya memuji hasil masakan yang dia buat, sama seperti yang ayah Bella lakukan setiap hari untuk sang ibu. 

Pernah suatu hari masakan ibu Bella terlalu asin, tetapi ayahnya tidak marah. Sang ayah tetap bilang masakan ibu enak. Akhirnya ibu  Bella menyadari rasa masakan itu saat beliau makan dan meminta maaf pada sang ayah. Setiap hari mereka selalu romantis. Bella ingin rumah tangganya nanti seperti mereka. Romantis setiap waktu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status