Share

LAMARAN

Floresta Cafe. pukul delapan malam kurang lima belas menit Bella sampai di lokasi. Dia melihat hampir seluruh tamu yang hadir menatap ke arahnya dengan tatapan penuh makna. Bella sedikit canggung. Saat pertama gadis itu memakai gaun merah dengan taburan gliter itu, Sindi bilang dia terlihat sangat cantik.

Benar saja. Saat Bella melihat ke cermin, dia seperti bukan melihat dirinya. Wajar jika penampilannya mampu membius mereka yang hadir di kafe itu. Bella berusaha tenang. Jalan lurus ke arah meja nomor delapan. Dari kejauhan dia melihat seorang pria duduk sambil menatap layar ponsel. Rambut lelaki itu sedikit panjang seperti tokoh anime favorit Bella, dia  juga memakai kacamata yang memberikan kesan dewasa. Bella pun gugup.

"Kamu sudah datang, silakan duduk," ujar lelaki itu  lembut sambil berinisiatif menyiapkan kursi untuk Bella duduk.

Bella tersanjung. Meskipun baru bertemu dia merasa diperlakukan dengan baik. Bella duduk perlahan. Dia sedikit terkejut saat melihat wajah lelaki di hadapannya itu. Sampai membuat Bella terdiam hingga beberapa saat.

"Pasti kamu kaget ya lihat wajah aku? Teringat wajah seseorang?" tanyanya sambil tersenyum. 

"Kak Raffi, kamu mirip banget sama dia," ucap Bella.

Wajah lelaki di hadapannya memang benar-benar mirip dengan Raffi. Yang membedakan mereka hanya gaya rambut dan kacamatanya saja.

"Memangnya Raffi tidak bilang sama kamu kalau aku saudara kembar dia? Oh ya, kenalin aku Raffa," Raffa mengulurkan tangannya. 

Spontan Bella melongo. Saudara kembar dia bilang? Tapi kenapa Raffi tidak mengatakan yang sebenarnya? Kenapa Raffi mengaku kalau lelaki yang akan dijodohkan dengan Bella itu temannya? Apa ini sebuah jebakan?

"Hallo ..." Andra melambaikan tangannya di depan wajah Bella. Membuat gadis itu tersadar dari pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan di pikirannya.

"Maaf Kak, jadi bengong. Kenalin, aku Bella."

Bella balas mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Raffi. Benar-benar Raffi versi kalem, batin gadis itu.

"Plis, jangan panggil aku kak. Kesannya aku terlalu tua. Panggil Raffa aja. ternyata benar kata Raffi kalau dari dekat kamu lebih cantik," 

Bella boleh baper, kan? Dia lagi-lagi dibuat tersanjung dengan kata-kata si duplikat Raffi ini.

"Jangan percaya kata Kak Raffi, dia suka gombal dan berlebihan," sanggah Bella. 

"Tapi aku nggak gombal, kamu benar-benar cantik. Aku harap kamu nggak nolak buat jadi istriku," ucap Raffa datar tapi tetap membuat Bella terkesan. Dari ucapannya, Raffa seakan takut Bella akan menolak.

"Aku siap jadi istri kamu." 

Entah kenapa kalimat itu yang meluncur begitu saja dari mulut Bella. Tapi Bella tidak pernah menyesal. Semalam dia sudah mempersiapkan diri untuk mengatakan itu. Meskipun terkesan terlalu cepat.

"Kamu serius? Nggak lagi PHP-in aku kan?" Raffa menatap Bella serius. Gadis itu melihat di mata Raffa ada sebuah harapan yang besar.

"Aku serius Raffa. Memangnya aku keliatan lagi bercanda, ya?" Bella mencoba meyakinkan laki-laki yang ada di hadapannya itu.

"Meskipun kamu tidak mencintai aku?"

Tanyanya lagi. Raffa tampak meragukan kata-kata Bella.

"Raffa, aku siap belajar mencintai kamu. Sebaliknya, belajarlah mencintai aku." Bella mencoba meyakinkan Raffa sekali lagi. Bella merasa mulai mencintai lelaki itu sejak melihat wajahnya yang mirip dengan Raffi. Semoga ini bukan sekedar  pelarian.

"Terima kasih, Bella. Aku mau belajar mencintaimu. Aku tidak bisa berjanji, tapi aku berusaha untuk memperlakukan kamu dengan baik." Kata-kata Raffa menenangkan Bella. Semoga keputusan yang Bella ambil untuk menikah dengan Raffa bukan sebuah kesalahan.

"Raffi bilang kamu wanita tangguh. Sanggup bekerja sambil kuliah. Aku juga tahu darinya kalau kamu hidup sebatang kara." Raffa memuji Bella.

"Kak Raffi berlebihan. Tapi aku penasaran, kenapa di rumah kamu nggak ada foto kamu, hanya foto Kak Raffa saja?" Bella mulai mencoba mencari tahu lebih jauh tentang Raffa. Karena memang selama dia sering kerumah mereka, belum pernah Bella melihat foto selain Raffi.

"Kamu kurang teliti. Di ruang tamu ada foto bayi kembar kan? Itu satu-satunya fotoku dan Raffi,"

jelasnya.

"Terus kenapa setiap aku ke sana kamu nggak ada?" Bella masih penasaran dengan segala tentang Raffa calon suaminya itu.

"Sejak umur satu tahun, aku ikut kakek nenekku di Amerika. baru pulang beberapa minggu yang lalu," jelas Raffa lagi.

"Pulang-pulang langsung cari istri?" ledek Bella sambil tertawa kecil. 

"Iya, aku nggak mau pacaran lagi. Ketemu yang cocok langsung nikah. Pacaran lama cuma jagain jodoh orang, kan nggak enak banget,"  Raffa coba untuk bercanda meskipun itu garing.

"Emang udah pernah ditinggalin?" Bella mencoba sok akrab dengan Raffa.

"Pernah. Dia nikah sama teman bisnisku. Makanya aku memutuskan pulang. Melupakan mantan sambil cari pasangan," jelas Raffa. Raut wajah lelaki itu sedikit berubah. sepertinya Bella membuka luka yang coba dia tutupi. Bella jadi merasa bersalah.

"Maaf Raffa, aku nggak bermaksut buat kamu sedih," Bella cepat-cepat meminta maaf pada Raffa.

"Nggak apa-apa, Bell. Aku sudah lupa kok. Cuma sedikit baper kalau ingat kejadian itu. Keasyikan ngobrol sampai lupa pesen makanan," 

Raffa melambaikan tangannya memanggil pelayan dan memesan beberapa masakan seafood. Sudah pasti Raffi yang membocorkan menu favorit Bella sampai  Raffa tidak perlu menanyakan menu yang di pesan kepada gadis itu. 

Sepanjang makan, baik Bella ataupun Raffa sama-sama diam tanpa kata. Sesekali Bella memperhatikan caranya makan Raffa, sama persis dengan kembarannya.  Bella senang melihat  Raffa sangat menikmati olahan seafood. Itu artinya makanan favorit kita sama, bukan?

"Setelah ini, aku boleh antar kamu pulang?"

Raffa memecah kesunyian diantara mereka.

"B-boleh.." Bella sedikit terbata-bata. Dadanya berdebar. Rasanya dulu saat bersama kekasihnya  biasa saja. Apa mungkin Bella sudah benar-benar jatuh hati pada Raffa?

"Nanti kalau kita sudah menikah, kamu mau tetap kerja di resto itu, buka resto sendiri, atau bekerja di kantorku?" Raffa memberi Bella pilihan. Sepertinya dia bukan sosok yang over protektif. Buktinya Raffa memberi Bella kebebasan.

"Aku ikut apa katamu saja, Raf. Aku yakin kamu pasti tau yang terbaik buat aku." Sejujurnya Bella bingung juga, mau melakukan apa setelah menikah nanti.

"Kamu manis ya, Aku suka cewek yang penurut. Tapi kamu punya kebebasan kok, Bell. Kamu boleh menentukan sendiri apa yang kamu mau." Pernyataan Raffa membuat muka Bella seketika  memerah karena tersipu malu. Semoga Raffa  benar-benar bisa menjadi suami yang baik nanti.

Setelah selesai makan Raffaa mengantar Bella pulang. Rasanya gadis itu tidak percaya bisa naik mobil semewah itu. Apalagi hanya berdua bersama cowok ganteng yang sebentar lagi menjadi suaminya.

Belum sampai sepuluh menit mereka telah sampai di rumah Bella. Raffa membukakan pintu mobil untuk gadis itu dan mempersilahkan Bella turun.

"Terimakasih untuk malam yang indah ini, calon istriku," Raffa tersenyum manis pada Bella.

"Sama-sama calon suamiku, mau mampir dulu?" tawar Bella, tetapi Raffa menggeleng pelan.

"Aku tidak hanya akan mampir, tapi juga menginap. Tapi nanti setelah kita sah menjadi suami istri." Raffa terkekeh, mengingatkan Bella pada sosok Raffi. Aduh, lupakan dia Bella, kamu sudah akan menikah dengan Raffa. Ingat itu!

"Bisa aja kamu, Raf. Ya udah, aku masuk dulu," Bella berbalik dan melangkahkan kakinya menjauh dari Raffa. Hatinya terasa berbunga-bunga. Sampai Bella terus tersenyum.

"Tunggu, Bell." Raffa menghentikan langkah gadis itu. Membuat Bella langsung berbalik badan.

"Ada apa?" tanyanya pada Raffa. Pria tampan itu tak melepaskan sedikitpun pandangannya dari Bella. Dia  melangkah kearah Bella sambil merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kristal.

"Bell, jujur aku nggak tau gimana caranya merayu perempuan. tapi kali ini aku pengen kamu pakai cincin ini, sebagai tanda kamu adalah milikku, calon istriku," Raffa membuka kotak itu. Sebuah cincin berlian ada di dalamnya. Ia meraih tangan Bella dan menyematkan cincin itu di jari manis wanita si hadapannya. Tanpa sadar Bella meneteskan airmata.

"Yang barusan itu, buat hati aku meleleh, Raf. Terimakasih sudah memilih aku," Bella masih terisak.

"Cup, udah. Mulai sekarang jangan menangis lagi, kecuali tangis bahagia seperti ini," Raffa menghapus air mata Bella. Rasanya semua kejadian malam ini seperti mimpi. Jika memang mimpi, Bella tidak ingin terbangun lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status