Share

Pedang Naga Hitam

       Patrick terkejut melihat seorang Seven masih berdiri. Matanya melihat satu pedang hitam menyerap semua ratusan serangan sihir. “Sial! Bagaimana bisa dia menahan ratusan serangan sihir?”

       Seven kembali menggelengkan kepalanya. Dalam hitungan detik tubuhnya melesat seperti kilat. Dengan kasar kedua tangannya mengayunkan pedang berwarna hitam. Satu tebasan mengenai dada Patrick, satu tebasan lagi mengenai perutnya, dan terakhir punggungnya terkena tebasan yang begitu cepat dan tajam.

       Seketika tulang-tulang dalam tubuhnya terasa patah semua. Saat ini, Patrick tidak bisa bergerak sama sekali. Perlahan tubuhnya terjatuh ke tanah dibarengi dengan suara retakan tulang dalam tubuhnya.

       Melihat pemimpin mereka tumbang, penduduk kota Crucio dengan penuh keberanian melawan sepuluh prajurit dan penyihir yang menyerang mereka. Jhon yang sudah sembuh membantu melawan mereka. Begitu juga dengan Aurel yang ikut membantu.

       Tak membutuhkan waktu lama, seluruh prajurit dan penyihir berhasil ditumbangkan bersama komandannya. Penduduk kota Crucio berterima kasih pada sang pangeran Kerajaan Malvevis.

       Seorang laki-laki tua melangkah mendekati Seven dan dua sahabatnya. Napasnya terengah-rengah karena faktor umur. Sebelum berbicara, dia membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat pada sang pangeran.

       “Perkenalkan saya Harvei. Kepala kota Crucio. Kami sangat berterima kasih pada anda, Pangeran. Apa yang harus kami lakukan untuk membalas jasa anda?”

       Seven tersenyum ramah, wajahnya melirik ke arah Jhon dan Aurel bergantian. Jhon dan Aurel kompak menganggukkan kepalanya. Seven tahu apa yang diinginkan oleh kedua sahabatnya. Sehingga dia meminta Harvei sebagai kepala kota Crucio agar tidak melakukan apa pun, karena mereka akan kembali ke istana.

       Raut wajah kecewa begitu terlihat jelas pada wajah Jhon dan Aurel. Mereka tidak menyangka sahabatnya yang satu ini begitu bodoh. Padahal mereka ingin memakan makanan khas kota ini.

       Sebuah pukulan ringan mengenai kepala Seven. Ya, Jhon melakukan ini karena kesal. Tanpa basa-basi, dia dan Aurel berpamitan pada penduduk kota Crucio. Mereka kompak menarik Seven menjauh dari penduduk kota Crucio.

       Seven hanya menyengir kuda sembari melambaikan tangan kanannya. Penduduk kota Crucio kompak membalas lambaian tangan sang pangeran. Perlahan tubuh Seven dan kedua sahabatnya menghilang dari pandangan para penduduk.

       Setelah menjauh dari penduduk kota Crucio. Jhon orang pertama yang memarahi Seven karena tidak meminta balas budi dari penduduk kota Crucio. Seven hanya menyengir sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya.

       Setelah itu, giliran Aurel yang memarahi Seven. “Sudah ku bilang beberapa kali ... kau jangan menggunakan kekuatan pedang naga hitam lagi, Seven. Paham?!”

       “Tapi kalau aku tidak menggunakannya, penduduk kota Crucio dalam bahaya, Aurel. Jadi, apa salahnya aku menggunakan kekuatan pedang ini?” jelas Seven dengan santai.

       Jhon dan Aurel hanya membuang napas dengan kasar.

       “Kita kan bisa berkerja sama untuk mengalahkan mereka, Seven,” sasar Aurel dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Seven. Setelah itu, memutar tubuhnya membelakangi Seven dengan kesal.

       Kedua kaki Jhon melangkah mendekati Seven. Tangan kanannya memegang bahu kiri Seven. “Apakah kau tidak takut dengan Kerajaan Valdermen dan Kerajaan Rondland?”

       Seven memutar tubuhnya membelakangi kedua sahabatnya. Tangan kanannya mengeluarkan pedang naga hitam dari sarung pedang di pinggangnya, lalu dia menghunuskan pedangnya ke depan. “Selama pedang ini ada di tanganku. Aku sama sekali tidak takut pada dua kerajaan itu.”

       Jhon dan Aurel kompak menjawab, “Terserah kau saja, Seven.”

       Kali ini, Seven malah tertawa kecil. Dia merasa lucu ketika melihat wajah kesal kedua sahabatnya.

***

       Seorang laki-laki berpakaian hitam dan memakai topeng sedari tadi mengikuti Seven dan kedua sahabatnya dari jauh.  Dirinya merasa yakin kalau pedang yang dipegang oleh Seven adalah pedang naga hitam yang asli.

       Tanpa menunggu lama-lama, laki-laki ini menghubungi seorang raja lewat telepati. Hanya dalam beberapa menit, telepatinya sudah tersambung dengan telepati sang raja.

       “Yang Mulia sepertinya memang benar kalau pedang naga hitam berada di tangan pangeran Kerajaan Malvevis.”

       “Baguslah ... kita sudah menemukan keberadaan pedang tersebut.”

       “Apa rencana selanjutnya, Yang Mulia?”

       “Dapatkan pedang itu bagaimanapun caranya.”

       Dengan tegas laki-laki ini menjawab siap, lalu menyudahi komunikasinya. Sekarang dia harus memikirkan cara untuk mendapatkan pedang naga hitam tersebut.

***

       Hari sudah sore. Burung-burung pipit berterbangan mencari tempat istirahat. Perlahan matahari turun ke bawah. Bulan bersiap datang menggantinya untuk menyinari dunia. Sebelum itu, layung sudah tampak terlihat sehingga bisa dinikmati oleh manusia-manusia yang melihatnya.

       Seorang wanita muda dan cantik mendatangi seorang raja, yang sedang duduk santai di singgasana bersama dua permaisuri. Wanita ini berlutut dengan penuh hormat pada sang raja. “Saya mau melapor, Yang Mulia Raja Elrick.”

       Mengetahui seorang utusannya sudah kembali, Elrick meminta dua permaisuri pergi dari sini. Sebelum mendengarkan laporan dari sang utusan, dia berdiri lalu memutar tubuhnya 90 derajat. Tangan kanannya mengambil benda berbentuk bundar yang berisi air. Mulutnya meneguk air sebanyak tiga kali.

       Setelah itu, Elrick mempersilakan sang wanita untuk melaporkan misinya.

       Sang wanita mengambil napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan pelan. “Setelah saya pastikan sebanyak lima kali. Pedang yang dimiliki oleh pangeran Kerajaan Malvevis benar-benar pedang naga hitam yang asli.”

       “Kerja bagus, Juli.” Elrick tertawa senang sembari melihat ke atas. Kedua matanya melihat langit-langit bergambar wajahnya yang sedang tersenyum. Akhirnya setelah satu tahun pencarian, dia menemukan keberadaan pedang naga hitam yang asli.

       Elrick kembali menatap utusannya yang masih berlutut. Dia memintanya berdiri. Juli menurut begitu saja dengan tubuh gemetar. Apalagi bulu kuduknya juga ikut gemetar.

       Elrick bertanya dengan nada datar, “Apakah kau siap menerima tugas selanjutnya, Juli?”

       “Tentu saja, Yang Mulia Elrick. Asalkan anda membayar saya sesuai kesepakatan.”

       “Pasti. Aku tidak akan pernah melupakan bayarannya.”

       Tanpa basa-basi lagi, Elrick memberitahu tugas Juli selanjutnya. Tugasnya cukup berat karena harus mengambil pedang naga hitam dari tangan pangeran Kerajaan Malvevis. Akan tetapi, dia menjanjikan bayaran dua kali lipat dan bonus tambahan berupa rumah mewah serta satu wilayah kekuasaan.

       Juli tidak mungkin menolak tugas ini walaupun berat. Sebab bonusnya begitu menggiurkan dirinya. Sebelum pergi dari sini, Juli bertanya tentang berapa lama tugas ini.

       Elrick tidak peduli membutuhkan waktu berapa lama untuk mendapatkan pedang ini, yang penting dia menginginkan pedang ini secepatnya.

       Juli menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Beri aku waktu tiga bulan untuk mendapatkan pedang ini, Yang Mulia Elrick.”

       Elrick hanya berdehem sembari kembali duduk di singgasananya.

       Setelah pamit, Juli keluar dari istana kerajaan. Dia bersiap menyusun rencana selanjutnya untuk mendapatkan pedang naga hitam.

***

       Pada malam hari Jhon dan Aurel menemui ayah Seven, yang merupakan raja kelima Kerajaan Malvevis. Mereka berdua kompak melaporkan apa yang telah terjadi pada siang hari pada sang raja.

       Raja kelima Kerajaan Malvevis hanya tertawa terbahak-bahak mendengarkan anaknya yang begitu egois.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status