Memasukkan pakaian sudah, menata barang dan dokumen yang dibutuhkan juga sudah. Menyiapkan pakaian ganti sudah, merapihkan kamar Vano juga sudah. Lalu, Mita memperhatikan pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat. Gemericik air terdengar disana. Dia berdecih sengit, kemudian menuju ranjang Vano kembali.
Betapa sibuknya gadis itu di pagi buta seperti ini. Packing barang-barang bosnya dengan diawasi Vano sendiri. Mita bahkan nggak habis pikir, dia yang memasukkan juga pakaian pribadi a.k.a dalaman bosnya.Mita dan Vano bahkan sempat berdebat karna hal itu. Mita yang nggak mau kalah dan Vano juga yang nggak mau ngalah."Apa salahnya, ambil dan masukkan? Itu cuman kain dan nggak lagi saya pakai," ucap Vano cuek kala itu, tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya di meja kerja."Ya bukan gitu pak, itu barang pribadi Pak Vano sendiri, masa saya pegang-pegang?""Yang kamu akan pegang itu celana bersih, bukan pegang-pegang alat vital saya."Astaga, kalau Mita ingaDentingan suara sendok dan piring mengalun memenuhi ruang makan. Suasana yang biasanya hangat karna tercipta oleh obrolan diantara mereka, kini hanya canggung yang terasa. Bukan canggung sih, Mita saja yang merasakan canggung. Sedangkan Vano hanya berekspresi datar, lalu Bik Muti dan Mang Joko yang kebingungan dengan suasana yang tercipta. Mereka berdua jadi ikutan terdiam.Mita sungguh nggak berani mendongak, dia sedari tadi menundukkan kepala saja. Bahkan tanpa melihat pun dia dapat merasakan tatapan pedang yang ingin mencabik-cabiknya.Tentu saja berasal dari Vano yang duduk tepat di depannya. Laki-laki itu seolah ingin menghakimi Mita dan menghukumnya dengan menembak mati targetnya.Dan Mita sendiri nggak nyaman dengan keadaan seperti itu. Dia hanya mengambil makan sedikit karena di rumah, dia sudah makan terlebih dahulu. Harusnya Mita bisa dengan cepat menghabiskan makanannya, tetapi karena nggak nyaman dia kalah cepat dengan Mang Joko dan Vano, bahkan kalah deng
Sore semakin larut. Sinar jingga menyinari kota dengan julukan Paris Van Java.Bandung, kota dengan sejuta keindahan wisata buatannya. Tempat-tempat kekinian yang sering terpajang di media sosial, tempat muda-mudi dan keluarga menghabiskan akhir pekan. Walau keberadaannya dekat dengan Jakarta, nyatanya Bandung memiliki cuaca nggak sepanas ibu kota. Dulu Mita pernah ikut perjalanan semasa kuliahnya ke Bandung. Dengan kearifan lokal yang masih melekat, nyatanya Mita telah terpikat dengan sang kota kembang.Ya, seenggaknya Mita dulu pernah menikmati perjalanannya menuju Bandung. Namun berbeda dengan yang sekarang. Dia kurang menikmati namun malah jadi tertekan.Bagaimana enggak, Vano dengan tingkah balas dendamnya atas kejadian intim di dalam kamar, terus saja mengganggu dan mengerjai gadis itu tanpa ampun. Bukan mengomel atau nyinyir, tetapi dengan seenak jidat menyiksa Mita dengan suruhannya yang nggak ada habisnya. Mana labil dan nggak jelas.Iya, itu tugas asisten priba
Diam, Mita mencoba menikmati semilir angin malam yang berhembus menerpa wajahnya. Dia memakai sweter tebal sebab cuaca di Bandung memang sedang dingin, dan dia juga memakai celana training panjang hingga mata kaki. Tampilannya santai dan sedikit berbeda dengan rambut sepunggungnya yang tergerai. Karena biasanya Mita selalu mencepol ekor kuda rambutnya. Memakai riasan serta berpakaian formal. Bagi Vano yang pertama kali melihat asistennya dengan tampilan santai nggak seperti biasa itu, sempat tertegun sejenak. Sebab gadis bermata sipit itu makin terlihat polos dan semakin baby face."Mau makan apa pak?" tanya Mita memecah keheningan diantara mereka bedua. "Kalau disini adanya makanan-makanan pinggir jalan jauh dari kata steril seperti makanan yang disediakan di hotel," ucapnya sekali lagi sembari memberitahu Vano keberadaan tempat makan pinggir jalan yang berderet-deret dan ramai akan pengunjung.Dia nggak habis pikir saja saat bosnya melapor padanya mengatakan lapar dan nggak
Dua hari telah berlalu, kegiatan kerja yang mana sebagai tujuan utama sudah selesai dilaksanakan. Mita lega akhirnya dia bisa pulang juga. Gadis itu sudah selesai packing barang-barangnya serta packing barang-barang milik bosnya. Mereka akan beranjak pulang sesuai dengan jam tiket kereta pada pukul sepuluh malam.Lalu karena ini masih pagi baru akan menjelang siang, yaitu tepatnya baru pukul sembilan. Gadis itu hanya menikmati sisa waktunya dengan duduk-duduk di jendela kaca tebal menatap gedung serta jalanan dengan hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang. Mita menyenderkan kepalanya disana, tiba-tiba melamun sedangkan suara acara televisi memenuhi kamar yang sudah rapih dan bersih.Sebenarnya dia ingin membelikan oleh-oleh untuk keluarganya. Ya nggak banyak tapi seenggaknya sebagai tanda buah tangan karena Mita pergi ke luar kota.Tapi gadis itu nggak tau tempat oleh-oleh yang berada dekat dari hotel.Maka berbekal dari teknologi masa kini yang mumpuni. Mita p
"Bapak nggak beli apa-apa?" tanya Mita heran.Susah payah dia membawa barang-barang ditangannya. Sebab dia sehabis membeli beberapa makanan khas Bandung untuk dibawa pulang. Yaitu ada bakso goreng renyah, mochi, bolu serta kue-kue kering lainnya. Pasti Hansel akan senang dibawakan banyak makanan seperti ini."Nggak, buat apa," sahut laki-laki itu menjawab pertanyaan Mita.Ya, buat oleh-oleh lah, masa buat apa. Tapi diingat kembali, Vano kan kaya raya. Mungkin sudah biasa berpergian ke luar kota. Apalagi ini hanya Bandung, kota yang dekat dengan Jakarta. Pasti Vano sudah biasa pulang pergi Jakarta Bandung urusan bisnis. Jadi nggak terlalu excited seperti Mita."Kamu beli makanan sebanyak itu buat siapa?" tanya balik Vano melirik pada plastik tentengan asistennya. Dia terdengar ramah ketika mengucapkan kalimat itu. Kan Mita jadi enak dengarnya."Buat keluarga saya pak, terutama Hansel, adek saya itu suka makan."Vano mengangguk merespon jawaban Mita. Raut
Prediksi tentang Pak Vano :1. Perfeksionis2. Disiplin3. Bermulut pedas4. Tempramental5. Bisa ramah tapi dingin6. Tidak bisa melakukan hal-hal kecil7. Lepas tanggung jawab pada masalah sendiri8. Cerdas9. Baik dan perhatian kepada orang-orang dekat10. Serius dan kaku11. Tapi menyayangi HanselMita membaca ulang tulisannya sendiri di sebuah buku catatan yang dia gunakan untuk bekerja. Di nomor terakhir dia kembali membaca ulang sekali lagi.Menyayangi Hansel, sebuah fakta yang telah Mita dapatkan tiga minggu yang lalu. Bahkan semenjak itu, Vano dengan terang-terangan menitipkan makanan ataupun apapun untuk diberikan kepada Hansel.Awal-awalnya Mita menolak karena nggak enak. Menyuruh Hansel juga untuk menolak pemberian bosnya. Tetapi Vano memaksa dan berjanji nggak akan sering memberikan sesuatu pada Hansel. Minimal seminggu satu kali laki-laki itu menitipkan entah makanan atau kaset ps baru kesukaan Hanse
Restoran lokal adalah tempat yang dipilih Billy untuk mengajak Vano makan siang. Dia sudah hapal betul mengenai lidah Vano yang lokal abis. Wajah boleh tampan bak artis papan atas, uang boleh banyak hingga bermiliar-miliar, tapi urusan selera makan si tuan muda tetap menyukai makanan nusantara alih-alih western atau ke Jepang-Jepangan.Dan kini mereka berdua berada di restoran langganan bernama, duduk di sebuah kursi yang masih kosong dan sempat menyedot perhatian beberapa pengunjung ketika baru saja masuk.Dua cowok tampan, maskulin, berpakaian rapih, tinggi dan macho, perempuan mana coba yang nggak mau menoleh hanya untuk memandang sejenak ciptaan indah dari Tuhan yang Maha Kuasa. Tentu mereka nggak ingin melewatkan, hitung-hitung cuci mata kan?"Dari tadi lo kusut amat Van, kayak belum disetrika tuh muka," ucap Vano menuding ekspresi wajah sahabatnya itu dengan tatapan yang mencibir.Tak lama dari ucapan Billy, seorang pelayan datang membawa hidangan yang mere
~ Flashback ~ Malam minggu yang cerah, di luar angin sepoi menyertai, membuat hawa sejuk tercipta di ibu kota. Namun walau tampaknya anak-anak muda Jakarta sedang menikmati momen sakral seminggu sekali ini dengan berkumpul bersama teman-teman, bersenang-senang, atau menikmati momen bersama pasangan. Tetapi seorang anak muda kaya pewaris tahta bisnis keluarga yaitu Vano hanya duduk-duduk santai di balkon kamarnya. Suasana sunyi lebih dia senangi ketimbang ramai dengan orang-orang. Sedari dulu bahkan dia lebih menyukai sendiri. Namun ketika dia sedang sibuk dengan membalas email pribadi dari rekan bisnis atau teman-temannya di luar negeri, satu notifikasi muncul dengan nama Billy, yaitu sahabat sekaligus sekretarisnya. [Billy : gue udah dapat calon asisten yang cocok, besok lo temuin dia] Lalu secepat mungkin Vano memberikan balasan di kolom yang tersedia. Dia memang sedang membutuhkan asisten pribadi. Rasanya kepalanya selalu berdenyut