Home / Romansa / Asmara dalam Prahara / 5. Kapan Menyusul?

Share

5. Kapan Menyusul?

Author: Nina Milanova
last update Last Updated: 2021-09-21 01:13:33

Jakarta, 19 Januari 2013

Malam itu di sebuah ballroom gedung di kawasan Jakarta Selatan. Harris Setiawan menghampiri Bram. Bram berdiri sendirian di samping meja minuman. Lelaki itu tengah menyesap segelas infuse water.

Bram bukan enggan bersosialisasi dengan para kerabat dan saudara. Dia hanya sedang tidak berminat untuk berbasa-basi. Terlebih, sang ayah tampak kurang berkenan dengan kehadirannya. Padahal, Bram datang hanya demi Talitha, adiknya semata wayang. Gadis itu sedang berpamitan ke rest room untuk membenahi dandanannya.

"Hei, Bram! Apa kabar? Sendirian aja. Mana calonnya? Kapan nih nyusul Satria?" sapanya sambil menjabat tangan Bram.

Istri lelaki itu hanya tersenyum di sampingnya. Wajahnya teduh dan ayu. Dia mengenakan kebaya berwarna biru elektrik dengan jarik dan selendang batik hitam yang tampak serasi. Rautnya mengingatkan Bram pada sang ibu. Perempuan yang tidak layak untuk ditipu.

"Hei, Om Harris. Apa kabar? Nyusul apa nih, Om?" Bram balik bertanya sebelum menyesap minumannya yang kedua.

Sebenarnya, Bram paling malas menjawab pertanyaan seperti itu. Bukan hanya Bram, semua lajang di jagad raya juga akan merasakan hal yang sama. Pertanyaan yang dilontarkan Harris amat membosankan. Dia tidak habis pikir, mengapa orang senang sekali mengulangnya di segala kesempatan.

Apa mereka tidak jemu mendapat jawaban yang sama setiap saat? Apa mereka tidak dapat memikirkan hal lain? Bagaimana bila seseorang membalas, “Kalau Anda, kapan akan berpulang kepada Tuhan?” Beruntung sekali, sangat jarang orang yang punya nyali untuk menanyakannya. Tentu saja karena itu bisa dianggap terlalu lancang dan tidak sensitif. Walaupun, tak ada bedanya dengan pertanyaan, “Kapan akan menikah?”

Harris malah terkekeh. "Ya, nikahlah, Bram. Kamu ini suka pura-pura bodoh."

"Saya merasa belum siap, Om," sahut Bram sambil tersenyum penuh arti. "Tidak terbayang kalau mesti sembunyi-sembunyi pergi ke Lakawon Island bersama perempuan lain."

Wajah Harris mendadak merah padam. Lelaki berkumis lebat itu paham apa yang dibicarakan Bram. Dia langsung berpamitan dan menarik sang istri menuju meja prasmanan.

Apakah pernikahan adalah hal terbaik yang terjadi pada seseorang? Jika memang begitu, mengapa banyak orang menjalani kehidupan kedua karena pernikahan? Salah satu contohnya adalah Harris Setiawan.

Dia adalah salah seorang relasi Baswara Prawiradirga, sang ayah. Lelaki itu petinggi di sebuah perusahaan pertambangan minyak. Semua orang mengira hidupnya sempurna. Keluarganya harmonis dan jauh dari konflik. Saat liburan tahun baru, Bram tak sengaja bertemu dengannya di Lakawon Island. Harris bersama seorang wanita muda. Yang jelas, dari gerak-gerik mereka, tidak mungkin wanita itu punya hubungan keluarga dengan Harris.

Bram menggeleng mengingat peristiwa itu. Dia sengaja memilih Lakawon Island agar tidak perlu berurusan dengan siapa pun yang dikenalnya. Dia sedang ingin menyendiri. Tanpa diduga, Bram malah bertemu dengan Harris. Sudah pasti, lelaki berusia enam puluhan itu juga tidak berencana tertangkap basah olehnya.

Bram mengedarkan pandangan ke sekeliling. Alunan gamelan masih mengiringi suasana bahagia di ruangan. Entah ada berapa orang lajang yang sudah diteror dengan sebuah pertanyaan klise. Padahal, orang-orang berpasangan pun pasti tidak nyaman jika diungkit segala cacat rumah tangganya.

Dari semua tamu yang datang, Bram dapat menunjuk siapa-siapa saja yang menjalani kehidupan seperti Harris. Bram bukannya tidak ingin berbagi hidup dengan seseorang, tetapi berada di lingkungan seperti ini telah mengacaukan persepsinya tentang pernikahan. .

Sang pengantin pria yang sedang duduk di pelaminan pun tak jauh berbeda. Satria, kakaknya yang kedua, benar-benar telah membuat Bram marah. Dia menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang disembunyikannya dari pandangan orang lain. Bram memilih menikahi perempuan lain yang dijodohkan oleh ayah mereka. Demi gelar power couple. Bram tahu bahwa kakaknya itu masih menemui perempuan rahasianya. Mereka bahkan telah memiliki seorang anak.

Bram tidak mau seperti orang-orang itu. Dia takut akan menjadi seperti mereka. Mengkhianati seorang perempuan yang sudah memberikan seluruh hidupnya. Lalu, dibenci oleh anak-anaknya. Atau menghadapi kemungkinan lain seperti menjalani pernikahan yang penuh kepura-puraan. Bukankah itu mengerikan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Asmara dalam Prahara   End of The Road

    "Bila cinta memanggilmu, terbang dan ikutilah dia. Walau jalannya terjal berliku-liku. Bila sayapnya merangkulmu, pasrahlah serta menyerah. Walau pisau tersembunyi di balik sayap itu melukaimu. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula ia menyalibmu." - Kahlil Gibran - °°° Hai Para Pembaca, Akhirnya sampai juga kita di ujung perjalanan Bram dan Andra/Amara. Penulis mewakili mereka berdua mengucapkan banyak terima kasih. Terlebih bagi kalian yang sudah membuka bab berbayar, meninggalkan komen, memberikan gem, dan rate bintang 5. Apresiasi kalian menjadi motivasi terbesar bagi Penulis untuk menyelesaikan novel yang sempat mangkrak berbulan-bulan ini. Sekadar informasi, bagi kalian yang sudah melakukan subcribe Asmara dalam Prahara di bawah April 2022, silakan melakukan subscribe ulang (unsubscribe lalu subscribe kembali). Agar kalian bisa menikmati revisi termutakhir dari novel ini. Semoga amanat dan pesan diterima dengan baik. Semoga hal-hal yang kurang berkenan dan b

  • Asmara dalam Prahara   126. Selebrasi

    Jakarta, 21 Mei 2019 Malam itu, keluarga Baswara Prawiradirga menikmati makan malam di sebuah hotel berbintang lima. Mata mereka sesekali tertuju pada sebuah layar televisi di salah satu sisi ruangan. Sama seperti para pengunjung lain, mereka menyimak pidato presiden baru. Hari ini adalah acara pelantikannya. Suasana restoran cukup ramai. Seluruh meja terisi. Beberapa pengunjung tampaknya adalah bagian dari tim sukses kedua kubu. Tersirat dari percakapan-percakapan mereka. Presiden baru dan wakilnya berhasil memenangkan suara dalam persaingan ketat dengan petahana. Lelaki itu menjadi presiden termuda dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usianya masih kepala empat. "Semoga dia benar-benar memenuhi janji-janji kampanyenya," gumam Baswara di sela menyantap black angus-nya. Besok, lelaki itu akan menghadiri undangan terbatas acara syukuran dari pasangan pemimpin baru itu. Bukan secara cuma-cuma Baswara menerimanya. Lelaki itu sudah mengeluarkan nominal yang tidak sedikit

  • Asmara dalam Prahara   125. Takdir Asmara

    Jakarta, 29 April 2018 Amara membuka pintu kamar perawatan dengan hati-hati. Perempuan itu baru selesai berdiskusi di depan ruangan dengan dokter yang bertanggung jawab menangani Bram. Beberapa saat lalu, dokter itu datang untuk memeriksa kondisi Bram. Di sepanjang lorong, beberapa lelaki yang tampak seperti keluarga pasien bertebaran. Adhilangga yang menempatkan mereka di sana. Beberapa juga menyebar di tiap lantai. Termasuk ruangan-ruangan yang dianggap perlu diawasi. Di antara mereka juga ada petugas dari kepolisian. Adhilangga sendiri sedang kewalahan melayani para pemburu berita di lobi rumah sakit. Kepalang basah informasi mengenai identitas Bram sebagai keponakannya terkuak ke telinga publik. Saat ini, hampir semua media berlomba-lomba mengais informasi mengenai huru-hara di Cakrawangsa Persada. Termasuk kaitannya dengan kasus tertangkapnya Narendra Pranadipa. Berbagai skandal yang bertahun-tahun lalu sempat terkubur kembali menjadi sorotan. Tanpa diminta, seorang pengawal

  • Asmara dalam Prahara   124. Puncak Prahara 2

    Jakarta, 26 April 2018 Amara baginya saat ini bukan lagi seperti putri malu yang menguncup bila disentuh. Gadis itu telah menjelma jadi bunga candu yang membuat Bram lupa diri. Lelaki itu lupa untuk perihal apa dia meminta Amara datang. Dia juga lupa dengan kondisinya. Semua rasa sakit yang menyerang seperti menemukan penyembuh. Sebelah tangan Bram mulai mengelusi leher Amara yang berdenyut-denyut di bawah sentuhannya. Kemudian turun meraba kancing baju gadis itu dan mulai melepas pengaitnya. Amara terkesiap mendengar erangan dari mulutnya sendiri. Tubuhnya meremang. Jemari Bram sudah menyelinap ke balik blouse-nya. Kesadaran seketika menamparnya. Ditangkap dan ditahannya tangan lelaki itu. Amara membuka kedua matanya. Sukma yang semula terbang kembali pulang ke tubuhnya. Gadis itu terhempas kembali ke alam nyata. Dilepaskannya ciuman Bram dan didorongnya tubuh lelaki itu agar menjauh. “Pak, sebaiknya saya kembali saja ke kantor,” ujar Amara terengah-engah sambil berpaling

  • Asmara dalam Prahara   123. Puncak Prahara 1

    Jakarta, 26 April 2018 Bram menatap nyalang ke dalam netra Kusnadi sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada. Perlahan lelaki itu bangkit dari duduknya. Namun, dengan cepat tangan kirinya menangkap barrel pistol dan mengarahkannya ke atas. Kusnadi panik mendapat perlawanan yang tiba-tiba. Lelaki itu menekan pelatuk. Sebuah peluru melesat. Benda itu menembus sebuah foto keluarga dalam bingkai yang tergantung di dinding. Sementara itu, sebuah pukulan dari tangan kanan Bram menyerang ulu hatinya. Kusnadi terempas ke sofa. Tubuhnya bertumpu dengan siku kiri. Lelaki itu meringis sembari memegangi perutnya. Bram berhasil merebut pistol dari tangan lelaki itu. Sekarang, ujung senjata itu berbalik tertuju ke arah Kusnadi. Tidak ingin dikalahkan begitu saja, Kusnadi mengayun kaki kanannya yang terjulur. Tendangannya tepat mengenai pergelangan tangan Bram. Pistol di tangan Bram terlepas dan terlempar hingga jatuh ke lantai. Mereka berdua tidak mungkin menggapainya tanpa beranjak dar

  • Asmara dalam Prahara   122. Hantu dari Masa Lalu

    Jakarta, 26 April 2018"Jadi kamu yang bernama Bramastya Abimanyu," sambut lelaki berusia pertengahan enam puluhan itu ketika Bram masuk. Dari kursi kerjanya dia menunjuk sofa di sisi kanan ruangan. "Duduklah."Lelaki itu bisa saja bersikap ramah. Namun, kegelapan yang menyelimuti dirinya terlihat jelas di mata Bram. Di belakangnya, langit Jakarta tertutup awan tebal. "Terima kasih," sahut Bram. Dia mendudukkan diri di sisi kiri sebuah sofa panjang. "Saya sudah datang sesuai permintaan Anda. Anda sudah boleh melepaskan yang lain.""Kamu agak tidak sabaran rupanya. Baiklah." Lelaki itu terkekeh kemudian mengangkat gagang telepon di sudut mejanya. Ditekannya sebuah nomor ekstensi.Dari layar monitor yang terpasang di salah satu ruangan, Bram dapat mengawasi apa yang terjadi di ruang meeting. Tangkapan layar di lantai area procurement masih tampak sama seperti sebelumnya. Seorang anak buah dari orang di hadapannya ini masih mondar-mandir di sana. Padahal, sebenarnya orang itu sudah berha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status