Rate: 21+ 1. Harap sesuaikan dengan kelompok usia Anda. 2. Yang tidak suka bacaan serius tidak usah baca. Jika Anda mencari sweet romance novel ini bukan untuk Anda. Bramastya Abimanyu Prawiradirga adalah seorang lelaki workaholic dan misterius. Dia ingin membuat perhitungan pada seseorang yang pernah hampir merenggut nyawanya. Sebuah ambisi yang membuatnya harus bekerja pada Cakrawangsa Persada Group. Perusahaan milik musuh ayahnya. Di tengah perjalanannya, Bram jatuh cinta pada Diandra Amaranggana Hadiwibowo. Seorang gadis yang berusia 12 tahun lebih muda darinya. Kisah cinta mereka dibayang-bayangi oleh Imelda Cakrawangsa. Putri pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu begitu terobsesi dengan Bram. Dapatkah Bram mencapai apa yang menjadi tujuannya selama ini? Termasuk berbahagia bersama gadis pujaan hatinya? Lalu, apa yang membuat Imel begitu tergila-gila pada lelaki itu?
View MoreJakarta, 26 April 2018
“Pak, sebaiknya saya kembali saja ke kantor,” ujar Andra terengah-engah sambil berpaling. Perlahan gadis itu membebaskan diri dari Bram yang masih melingkarkan lengan di tubuhnya.
Lelaki itu mengambil jarak sejengkal. Memandangi rona merah yang tersirap di pipi Andra. Membelai rambut gadis itu yang tergerai di atas sofa. Hanya dua hari tidak bertemu, rindunya sudah semenggelegak ini. Jadi, bukannya menuruti permintaan gadis itu, Bram malah berbisik, “I miss you, Ra.”
Kedua pipi gadis itu kian bersemu. Bram tidak berdusta ketika mengatakannya. Andra bergeming. Tidak berani menatap ke dalam sepasang mata kelamnya. Debar di dada kian menggila. Gadis itu ingin menghilang saja. Dia tidak tahu apa yang harus diucapkan. Tidak punya ide sama sekali. Andra bahkan berharap ini semua hanya mimpi.
Seandainya, Andra punya cukup keberanian, seharusnya dia membalas, “I miss you, too.”
Akan tetapi, Andra tidak sanggup. Rasa yang dipendamnya selama ini terlalu besar sampai membuat dirinya sendiri takut. Atau, sepantasnya dia menghadiahi lelaki itu sebuah tamparan karena sudah lancang menciumnya. Bukan malah menyambut dan membalas sampai hampir lupa diri.
Sebelum suasana menjadi makin canggung, bel berbunyi. Tak lama kemudian, benda pipih berwarna hitam di atas meja juga ikut menjerit. Bram menyambarnya dengan malas.
Sedangkan Andra menegakkan tubuh dan menggeser duduknya. Menciptakan ruang di antara dirinya dan Bram. Dikaitkannya kembali kancing blouse yang terlepas akibat ulah Bram.
“Ya, Mel. Ada apa?” sapa Bram. Orang di seberang sana mencerna sesuatu yang berbeda dari suara lelaki itu. Samar telinga Amara menangkap wanita itu menceracau sebelum Bram mendengkus, “Mau apa kamu ke sini?”
“Ya, Tuhan! Itu Imel?!” pekik Andra dalam hati. Jantungnya seakan melompat dari tempat semula. “Mau apa dia datang ke sini?”
Andra jadi mengutuki diri. Semestinya, dia langsung menuju ke kantor begitu urusan di Bea Cukai Tanjung Priok selesai. Bukan mengiyakan perintah Bram untuk mampir mengambil beberapa contract order yang sudah ditandatanganinya. Ah, tetapi dokumen-dokumen itu juga penting dan harus segera diemail ke suplier hari ini.
Kalau bisa, rasanya Andra ingin bersembunyi. Ketimbang harus berkonfrontasi dengan perempuan itu.
Bram menyadari kegelisahan gadis itu. Andra terlihat seperti seekor anak kucing yang ketakutan tetapi berusaha tenang. Gadis itu duduk bersila di sofa, meletakkan laptop ke pangkuannya, dan mulai mengerjakan sesuatu.
Andra bersikap seolah-olah itulah yang dikerjakannya sejak tadi. Sebelum Bram gagal menahan diri untuk tidak menciumnya. Bram tidak menyangka, berduaan saja dengan Andra ternyata seberbahaya ini. Lelaki itu jadi merasa bersalah.
Bona, yang semula sedang duduk di pembatas balkon datang menghampiri. Kucing jantan berbulu abu-abu itu naik ke sofa, lalu meringkuk di samping Andra.
“Don’t worry, Kid. I’ll handle this,” tuturnya, bersiap beranjak membuka pintu.
Kid? Andra mengernyit. Jika saja situasinya tidak seperti ini, pasti dia sudah memprotes. Sejak kapan dia setuju dipanggil dengan sebutan itu?
“Biar saya yang buka pintunya,” tukas Andra menawarkan bantuan. Diturunkannya kedua kakinya hingga menjejak lantai.
Andra pikir, akan lebih baik jika dia yang muncul di depan pintu. Agar Imel tidak berprasangka macam-macam. Kondisi Bram sedang tidak terlalu baik akibat kecelakaan motor yang dialaminya.
Bram mencegah, “Tidak usah. Kamu email Niken saja. Minta dia memproses permintaan pembelian yang sudah tertunda beberapa hari. Suruh Alena bantu approval by system. Kalau sudah kamu print di sini. Sekalian saya tanda tangani. Nanti di kantor kamu tinggal ajukan ke direksi.”
Kaki kanannya memang masih terasa sakit dan dia harus memakai kruk. Tetapi Bram masih sanggup berjalan. Dia tidak sedang sekarat. Bahkan dalam keadaan seperti ini, Bram masih terpikir untuk melindungi Andra.
“Oke,” sahut gadis itu seraya menyaksikan Bram tertatih menuju pintu.
Begitu pintu terbuka, seorang perempuan langsung menerobos masuk. “Gimana, Bram? Kamu udah mendingan? Ini aku bawakan makan siang.”
Bram bermaksud menghalangi tetapi Imel sudah terlanjur berada di dalam. Perempuan itu ternganga begitu mendapati Andra sedang duduk manis di sofa kelabu. Gadis itu mengangguk dan tersenyum kepadanya.
“Lho? Kok kamu di sini, Ndra? Nggak jadi ke Tanjung Priok?” tanya Imel curiga.
Andra baru saja hendak membuka mulut ketika Bram menyela, “Dia sudah balik, Mel. Saya yang suruh dia mampir ke sini dulu. Ada dokumen yang harus diambil. Ada juga yang perlu saya tanda tangani. Biar tidak bolak-balik.”
Imel tidak menggubris penjelasan Bram. Perempuan berambut lurus berwarna merah menyala itu mengayunkan kaki ke area tempat Andra duduk. Layaknya dialah pemilik apartemen tipe studio itu.
Perempuan itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja. Dia memang sengaja menyempatkan diri mampir ke sebuah café untuk take away dalam perjalanan ke apartemen Bram. Imel kemudian menjatuhkan bokongnya di sofa. Tepat di samping Andra.“Lagi ngerjain apa kamu?” selidiknya seraya mengintip ke layar di depan gadis itu dari tempatnya.
“Minta Niken kirim dokumen, Bu,” jawab Andra, masih mengatur derap di dada.
Aura permusuhan begitu kuat mulai melingkupi ruangan. Memangnya dia pikir apa? Buka situs online dating atau social media?
“Percuma kamu email dia. Niken sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Saya yang suruh dia buat mendampingi Bram. Ya, in case ada yang Bram perlukan. Kamu lebih baik kembali ke kantor. Bukannya pekerjaan kamu banyak, ya? Apa kamu sekarang menyambi jadi perempuan panggilan?” cemooh Imel.
Bukan tanpa alasan Imel mengutarakan itu. Hidungnya mengedus wangi parfum dari tubuh Andra. Mirip sekali dengan yang sekilas menyapa penciumannya ketika melewati Bram tadi. Ditambah, darahnya memang sudah mendidih sejak Bram menjawab telepon.
“Apa-apaan kamu, Mel?!” tegur Bram masih di tempatnya berdiri.
Lelaki itu melirik Andra yang berpura-pura tidak terpengaruh oleh ucapan Imel. Bram tahu, gadis itu sebenarnya panik setengah mati. Sementara, Bona yang semula acuh tak acuh mulai menggeram ke arah Imel.
"Bila cinta memanggilmu, terbang dan ikutilah dia. Walau jalannya terjal berliku-liku. Bila sayapnya merangkulmu, pasrahlah serta menyerah. Walau pisau tersembunyi di balik sayap itu melukaimu. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula ia menyalibmu." - Kahlil Gibran - °°° Hai Para Pembaca, Akhirnya sampai juga kita di ujung perjalanan Bram dan Andra/Amara. Penulis mewakili mereka berdua mengucapkan banyak terima kasih. Terlebih bagi kalian yang sudah membuka bab berbayar, meninggalkan komen, memberikan gem, dan rate bintang 5. Apresiasi kalian menjadi motivasi terbesar bagi Penulis untuk menyelesaikan novel yang sempat mangkrak berbulan-bulan ini. Sekadar informasi, bagi kalian yang sudah melakukan subcribe Asmara dalam Prahara di bawah April 2022, silakan melakukan subscribe ulang (unsubscribe lalu subscribe kembali). Agar kalian bisa menikmati revisi termutakhir dari novel ini. Semoga amanat dan pesan diterima dengan baik. Semoga hal-hal yang kurang berkenan dan b
Jakarta, 21 Mei 2019 Malam itu, keluarga Baswara Prawiradirga menikmati makan malam di sebuah hotel berbintang lima. Mata mereka sesekali tertuju pada sebuah layar televisi di salah satu sisi ruangan. Sama seperti para pengunjung lain, mereka menyimak pidato presiden baru. Hari ini adalah acara pelantikannya. Suasana restoran cukup ramai. Seluruh meja terisi. Beberapa pengunjung tampaknya adalah bagian dari tim sukses kedua kubu. Tersirat dari percakapan-percakapan mereka. Presiden baru dan wakilnya berhasil memenangkan suara dalam persaingan ketat dengan petahana. Lelaki itu menjadi presiden termuda dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usianya masih kepala empat. "Semoga dia benar-benar memenuhi janji-janji kampanyenya," gumam Baswara di sela menyantap black angus-nya. Besok, lelaki itu akan menghadiri undangan terbatas acara syukuran dari pasangan pemimpin baru itu. Bukan secara cuma-cuma Baswara menerimanya. Lelaki itu sudah mengeluarkan nominal yang tidak sedikit
Jakarta, 29 April 2018 Amara membuka pintu kamar perawatan dengan hati-hati. Perempuan itu baru selesai berdiskusi di depan ruangan dengan dokter yang bertanggung jawab menangani Bram. Beberapa saat lalu, dokter itu datang untuk memeriksa kondisi Bram. Di sepanjang lorong, beberapa lelaki yang tampak seperti keluarga pasien bertebaran. Adhilangga yang menempatkan mereka di sana. Beberapa juga menyebar di tiap lantai. Termasuk ruangan-ruangan yang dianggap perlu diawasi. Di antara mereka juga ada petugas dari kepolisian. Adhilangga sendiri sedang kewalahan melayani para pemburu berita di lobi rumah sakit. Kepalang basah informasi mengenai identitas Bram sebagai keponakannya terkuak ke telinga publik. Saat ini, hampir semua media berlomba-lomba mengais informasi mengenai huru-hara di Cakrawangsa Persada. Termasuk kaitannya dengan kasus tertangkapnya Narendra Pranadipa. Berbagai skandal yang bertahun-tahun lalu sempat terkubur kembali menjadi sorotan. Tanpa diminta, seorang pengawal
Jakarta, 26 April 2018 Amara baginya saat ini bukan lagi seperti putri malu yang menguncup bila disentuh. Gadis itu telah menjelma jadi bunga candu yang membuat Bram lupa diri. Lelaki itu lupa untuk perihal apa dia meminta Amara datang. Dia juga lupa dengan kondisinya. Semua rasa sakit yang menyerang seperti menemukan penyembuh. Sebelah tangan Bram mulai mengelusi leher Amara yang berdenyut-denyut di bawah sentuhannya. Kemudian turun meraba kancing baju gadis itu dan mulai melepas pengaitnya. Amara terkesiap mendengar erangan dari mulutnya sendiri. Tubuhnya meremang. Jemari Bram sudah menyelinap ke balik blouse-nya. Kesadaran seketika menamparnya. Ditangkap dan ditahannya tangan lelaki itu. Amara membuka kedua matanya. Sukma yang semula terbang kembali pulang ke tubuhnya. Gadis itu terhempas kembali ke alam nyata. Dilepaskannya ciuman Bram dan didorongnya tubuh lelaki itu agar menjauh. “Pak, sebaiknya saya kembali saja ke kantor,” ujar Amara terengah-engah sambil berpaling
Jakarta, 26 April 2018 Bram menatap nyalang ke dalam netra Kusnadi sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada. Perlahan lelaki itu bangkit dari duduknya. Namun, dengan cepat tangan kirinya menangkap barrel pistol dan mengarahkannya ke atas. Kusnadi panik mendapat perlawanan yang tiba-tiba. Lelaki itu menekan pelatuk. Sebuah peluru melesat. Benda itu menembus sebuah foto keluarga dalam bingkai yang tergantung di dinding. Sementara itu, sebuah pukulan dari tangan kanan Bram menyerang ulu hatinya. Kusnadi terempas ke sofa. Tubuhnya bertumpu dengan siku kiri. Lelaki itu meringis sembari memegangi perutnya. Bram berhasil merebut pistol dari tangan lelaki itu. Sekarang, ujung senjata itu berbalik tertuju ke arah Kusnadi. Tidak ingin dikalahkan begitu saja, Kusnadi mengayun kaki kanannya yang terjulur. Tendangannya tepat mengenai pergelangan tangan Bram. Pistol di tangan Bram terlepas dan terlempar hingga jatuh ke lantai. Mereka berdua tidak mungkin menggapainya tanpa beranjak dar
Jakarta, 26 April 2018"Jadi kamu yang bernama Bramastya Abimanyu," sambut lelaki berusia pertengahan enam puluhan itu ketika Bram masuk. Dari kursi kerjanya dia menunjuk sofa di sisi kanan ruangan. "Duduklah."Lelaki itu bisa saja bersikap ramah. Namun, kegelapan yang menyelimuti dirinya terlihat jelas di mata Bram. Di belakangnya, langit Jakarta tertutup awan tebal. "Terima kasih," sahut Bram. Dia mendudukkan diri di sisi kiri sebuah sofa panjang. "Saya sudah datang sesuai permintaan Anda. Anda sudah boleh melepaskan yang lain.""Kamu agak tidak sabaran rupanya. Baiklah." Lelaki itu terkekeh kemudian mengangkat gagang telepon di sudut mejanya. Ditekannya sebuah nomor ekstensi.Dari layar monitor yang terpasang di salah satu ruangan, Bram dapat mengawasi apa yang terjadi di ruang meeting. Tangkapan layar di lantai area procurement masih tampak sama seperti sebelumnya. Seorang anak buah dari orang di hadapannya ini masih mondar-mandir di sana. Padahal, sebenarnya orang itu sudah berha
Jakarta, 26 April 2018 Bram menemui Adhilangga yang memarkir mobilnya di tepi jalan. Berjarak dua gedung dari Cakrawangsa Persada. Adhilangga mempertemukan Bram dengan seorang rekannya dari kepolisian yang sedang bertugas. Setelah berdiskusi tentang ini dan itu dan mempersiapkan segala sesuatu, Bram bergegas beranjak dari sana. "Jangan bertindak gegabah dan mudah terkecoh. Yang dia inginkan adalah dirimu. Soal para sandera biar polisi yang menangani," pesan Adhilangga. Lelaki itu duduk di dalam kabin bagian tengah X-Trail nya. "Kumpulkan sebanyak-banyaknya petunjuk. Kedatanganmu tidak boleh sia-sia." “Aku usahakan yang terbaik, Om,” jawab Bram. Dari sang paman Bram mendapat informasi bahwa puluhan polisi menyamar sebagai karyawan menyebar ke setiap lantai. Begitu juga dengan enam orang anak buah Adhilangga yang menyusup di antara mereka. Berbaur bersama karyawan dan orang-orang suruhan Cakrawangsa yang juga berada di sana. Salah seorang di antaranya menyelinap ke ruang pemanta
Jakarta, 26 April 2018 Mereka bangun saat langit masih gelap. Bercinta sekali lagi sebelum beranjak ke kamar mandi lalu memulai aktivitas. Bram bersiap menuju Cakrawangsa Persada untuk menyelesaikan beberapa urusan. Amara mengatur piring berisi pasta dan salad sayuran untuk mereka sarapan di meja. Tidak ketinggalan secangkir kopi hitam yang disukai Bram. Lelaki itu mengamati sang istri dari cermin dengan dua sudut bibir tertarik simetris. Bram sedang memasang kancing bagian depan kemeja biru tuanya yang dipadupadankan dengan celana panjang hitam. Mulai hari ini, lelaki itu membiarkan Amara menyiapkan pakaiannya. Amara juga sudah rapi dengan summer dress berwarna hitam bermotif bunga mawar yang jatuh di atas lutut. Rambut ikalnya dibiarkan terurai melewati garis leher gaunnya. "Sayang, tolong bantu Mas sebentar," pinta Bram dengan suara rendah yang terdengar seksi dan berwibawa. Dia melangkah mendekati Amara dengan dasi yang masih dikalungkan di bagian belakang leher. Amara menole
Jakarta, 25 April 2018 "Apa kabar, Cah Ayu?" Bram mengecup puncak kepala Amara sambil melingkarkan kedua lengan di sekeliling perempuan itu. "Badanku rasanya remuk, Pak Bram," sahut Amara yang menjadikan bahu Bram sebagai bantal. "Besok tidak ada yang menyiapkan sarapanmu." Bram tertawa kecil sambil menegakkan diri lalu membawa Amara berpindah ke tempat tidur. Ditariknya selimut yang sudah tidak keruan menjadi korban pergumulan mereka. Kemudian menyelimuti mereka berdua dengan kain berbahan flannel itu. "Kamu tenang saja. Coffee shop di bawah buka 24 jam." "Aku merasa seperti istri yang nggak berguna." "Jangan bicara seperti itu. Kamu bisa mengurusi makan Mas kapan-kapan kalau tidak capek. Besok kamu istirahat saja karena Mas akan pulang agak malam." Bram membelai rambut Amara yang sudah kembali rebah di dadanya dengan jemari. "Memang Mas mau ke mana?" tanya perempuan itu. Ditelusurinya barisan rambut yang tumbuh di dada Bram. "Mas harus menyelesaikan serah terima." "Kenapa ha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments