Share

Bab 2

Author: Dudo
"Kamu …. Omong kosong apa yang kamu katakan?" Aku tidak berani mengakuinya, langsung bangkit untuk berlari.

Dokter pengobatan tradisional itu melangkah maju, mengunci pintu di depanku, menghalangi jalanku. Aku menabrak otot-ototnya yang berkembang dengan baik. Aku melangkah mundur beberapa langkah, dipaksa untuk duduk di atas meja.

"Temanmu sudah lama mengatakan padaku kalau kamu hanya wanita yang penuh nafsu. Tubuhmu memang bagus, tapi kamu kurang jujur. Sekarang, biarkan aku mengajarimu untuk lebih jujur."

Tatapannya membakar setiap bagian tubuhku, seperti api yang berkobar.

"Aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan." Bagian bawahku sudah basah kuyup, tetapi aku tidak ingin terlihat terlalu mudah ditaklukkan.

Aku hanya ingin pelampiasan, tetapi tidak ingin tampak murahan.

"Masih saja keras kepala." Tangan besar pria itu memegang pinggulku, benda yang menggembung di depan tubuhnya menekan perutku. "Apa kamu menginginkannya?"

Dia melepaskan maskernya. Di wajah yang tampan dan dingin itu, ada kilatan api samar di matanya, tetapi kata-katanya sangat lugas.

"Di mana titik sensitifnya? Di sini?" Dia mengusap pinggangku, sementara aku langsung merasa lemas.

Tubuhku terkulai di atas meja, tiap gesekan terasa begitu nyata. Jari-jarinya yang kasar karena kapalan dengan mudah membuka kancing, lalu merayap masuk untuk menyentuh tempat-tempat yang membuatku gemetaran.

Sentuhan samarnya seolah tak disengaja pada lekuk tubuhku yang lembut. Ujian seperti ini terlalu menggoda, begitu menggairahkan.

Aku memohon, "Nggak, kumohon …."

"Apa kamu memohon agar aku menidurimu lebih cepat?" cibirnya.

Pada saat ini, terdengar ketukan dari pintu depan, lalu seseorang di luar pintu berteriak, "Pak Anton, apakah kamu di sana?"

Wajah Anton tetap tenang. Dia bahkan bergerak lebih dekat padaku. Dia menatap mataku yang panik sambil tersenyum. "Ya."

Aku merasa panik. "Jangan biarkan dia masuk!"

Bagian bawah tubuhku sudah basah kuyup. Ada beberapa noda air yang samar di pakaianku.

Anton mendorongku ke bawah meja pemeriksaan. Dia membuka pintu, lalu duduk lagi untuk bertanya kepada pasien yang masuk, "Apa kamu sedang nggak enak badan?"

Aku menutup mulut sambil meringkuk di bawah meja pemeriksaan. Aku hanya bisa melihat sepatu kulit dan kaki jenjang pria itu.

Pasien itu berbicara begitu banyak sehingga aku tidak berani bernapas. Namun, Anton membuka diri kepadaku saat dia dengan tenang menjawab.

Pria itu membuka ikat pinggangnya dengan satu tangan. Apa yang ada di balik jas putihnya hampir tidak bisa digambarkan.

Itu seperti cambuk keledai!

Napasku terengah-engah, darahku langsung menjadi panas.

Jika dimasukkan ke dalam mulut ….

Anton membelai berputar-putar dengan satu tangan melalui kain celana dalamnya. Aku menelan ludahku, mataku menatapnya tanpa berkedip.

Aku tidak bisa menahan diri untuk mengulurkan tangan ke bagian bawahku, meniru mengikuti gerakan cepat Anton. Rasanya begitu nikmat hingga aku menutup mulutku, terkesiap dengan suara rendah.

"Suara apa itu?" tanya pasien itu.

Jantungku berdegup kencang. Aku merasa bersemangat sekaligus takut.

Mataku melirik ke arah Anton yang tidak terpengaruh sedikit pun. Sebaliknya, tangannya mempercepat gerakannya, nadanya terdengar tenang, "Fasilitas kedap suara di sini nggak bagus. Ada tempat jajan di dekat sini."

Tak kusangka, dia benar-benar mengeluarkannya.

Yang muncul lebih besar dan lebih tebal. Mataku tidak bisa berpaling.

Tidak berlebihan jika aku mengatakan bahwa mantan pacarku tidak bisa dibandingkan dengannya.

Dalam sekejap, tenggorokanku terasa kering. Seakan tak bisa mengendalikan diri, aku merangkak maju, sementara pinggulku terangkat tanpa sadar. Kedua kakiku bergesekan, gatal oleh dorongan yang sulit dijelaskan. Sepertinya tubuhku ini tahu apa yang diinginkannya.

Namun, aku tidak peduli dengan semua itu. Yang bisa aku lihat hanyalah benda besar milik Anton.

Itu pasti bisa membuatku kenyang, bisa membuatku merasa puas ….

Merasakan aku yang mendekat, Anton menundukkan pandangan sedikit. Dia menatapku dengan pandangan yang lebih nakal, lalu mengalihkan tangannya ke mulutku.

Sentuhan itu terus mempermainkanku, hingga napasku tercekat dan air liur pun jatuh perlahan ….

"Aku mengerti situasinya. Datanglah besok untuk mengambil obatnya. Jangan begadang malam ini." Anton menulis daftar obat dengan satu tangan.

"Astaga, sekarang sudah jam 10. Terima kasih, Pak Anton. Kamu juga istirahatlah lebih awal."

Begitu orang itu pergi, Anton langsung menekan kepalaku ke bawah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 8

    "Sapi, seksi sekali …."Kemudian, aku mendengar kabar Josh dari mulut salah satu mantan pacar Winda, yang mengatakan bahwa dia telah dikeluarkan karena mencuri tesis teman sekelasnya.Bahkan mantan-mantan pacarku yang pernah memakiku ketahuan melakukan hal-hal yang lebih rendahan. Akhirnya mereka dikeluarkan atau diskors secara permanen.Winda berseru, "Pak Anton memang memiliki cara yang bagus."Aku tidak menyangkalnya. Namun, setelah menjalin hubungan dengan Anton, rasa laparku yang tak tertahankan hanya muncul saat melihatnya.Pria lain tidak lagi menarik bagiku.Aku tidak tahu apakah dia bisa dianggap sebagai obat manjur untukku. Menurut kata-kata Anton, "Itu karena kita ditakdirkan untuk bersama."Bagian tubuh Anton itu memang sangat besar. Dia mengatakan padaku bahwa mantan pacarnya tidak ada yang bisa menanganinya karena terlalu besar. Jadi, dia masih belum punya pacar sampai saat ini.Kebetulan aku memang memiliki nafsu yang besar, serta sangat membutuhkan obat yang manjur sepe

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 7

    Anton memelukku sambil berkata, "Dasar bodoh, hubungan kita lebih dari sekedar pasien dan dokter. Kamu juga pacarku, jadi wajar kalau kita bersama. Aku nggak pernah memberimu catatan medis."Aku terdiam, sementara Anton tertawa, "Aku nggak akan melakukan hal semacam itu dengan pasien. Karena aku menyukaimu, itu sebabnya aku akan melakukan itu.""Sudah, semuanya akan baik-baik saja."Aroma maskulin pria menyelimutiku. Aku perlahan-lahan menjadi tenang, sementara jejak air mata perlahan-lahan menghilang.Anton mengikutiku ke sekolah. Aku merasa sedikit khawatir pada awalnya, tetapi melihat penjaga keamanan tidak menghentikannya, aku merasa tidak perlu takut lagi.Dia memegang tanganku di sepanjang jalan. Teman-teman sekelas menunjukkan wajah yang berbeda-beda. Ketika kami bertemu dengan seorang guru, aku segera menundukkan kepala, ingin menarik Anton pergi.Tanpa diduga, dia malah menarikku dengan paksa, lalu berkata, "Ayah."Pak Doni mengangguk. "Christy, kalau dia menindasmu di masa de

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 6

    Ketika aku masuk ke dalam mobil Anton, aku menangis tanpa henti.Anton berkata, "Sudahlah, jangan menangis. Aku di sini."Aku sebenarnya sudah tidak sedih lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tetap berada di pelukannya lebih lama lagi.Suasana berubah. Kami berciuman untuk waktu yang lama, sementara perutku berbunyi di waktu yang tidak tepat.Anton tidak dapat menahan tawa, memilih untuk mengajakku makan malam terlebih dulu.Dia memilih sebuah restoran yang tidak terlalu ramai. Kami makan malam dengan penerangan lilin. Ini membuatku merasa lebih baik. "Terima kasih.""Ini sudah tugasku." Anton tersenyum sambil memotongkan steik untukku."Christy?"Seseorang memanggilku. Aku menoleh, ternyata itu adalah pria yang menyatakan cinta padaku di sore hari.Dia dikelilingi oleh beberapa teman sekelas yang tidak aku kenal."Apakah ini ... alasan mengapa kamu menolak bersamaku?" Wajah Josh berubah muram. "Ternyata kamu orang yang seperti ini."Aku tertegun sejenak, tidak mengerti apa y

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 5

    Saat tanganku mulai bergerak perlahan ke bawah, aku menyapukan pandanganku ke sekeliling. Tiba-tiba, aku melihat mata beruang yang bersinar.Ketika melihatnya lebih dekat, aku menyadarinya.Itu adalah kamera pengawas.Anton mengawasiku.Ketika berpikir bahwa semua yang baru saja aku lakukan terlihat olehnya, aku menyipitkan mata. Ide yang lebih berani muncul di benakku.Aku memegang beruang itu di lenganku, lalu membuat mata beruang itu mengamati setiap bagian tubuhku. Aku merasa gugup sekaligus penuh harap.Namun, setelah sekian lama, tidak ada satu pun pesan.Mungkinkah dia sedang sibuk?Karena merasa bosan, aku menyelipkan betis di antara kedua kakiku, tanpa menyadari bahwa mata kemerahan di kepala beruang yang berada di pinggulku berputar.Saat aku tertidur, bel pintu berdering.Ada pesan di ponselku: [Aku memesankan makanan untukmu. Jangan lupa memakannya.]Dalam keadaan lengah, aku hendak menunduk mengambil pesanan di balik pintu yang setengah terbuka. Tanpa peringatan, wajah tam

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 4

    Aku baru saja hendak menjelaskan, tetapi dia benar-benar menggulingkanku, memegang pinggangku dari belakang, lalu memegang vibrator di satu tangan dengan gerakan cepat. Dia memegang alat kelaminnya di satu tangan, lalu menggosokkannya padaku."Tunggu …. Pak Anton, tunggu …" bisikku mencoba berbicara."Jangan terlalu tegang, santai saja." Anton menampar pinggulku, tidak menghiraukanku. Bahkan, gerakannya lebih cepat ….Uh …. Tidak!Aku tidak tahan jika diserang dengan dua-duanya!Ini pertama kalinya aku ….Winda ditekan dengan erat di kaca depanku. Aku bisa melihat bahwa tangan pria itu telah membuka tali di bahu Winda. Suara erangan nyaman temanku terdengar di telingaku.Pada saat yang sama, Anton memasukkannya.Aku … mengeluarkan susu ….Ini juga pertama kalinya Anton melihat bahwa seseorang bisa menyemprotkan susu ketika bercinta. Dia menatap mataku dengan tatapan yang lebih berbahaya. "Bagaimana bisa kamu begitu bernafsu?"Aku menggelengkan kepalaku dengan panik. Aku tidak tahu apa

  • Astaga, Gairahku Diketahuinya   Bab 3

    Tubuhku dipaksa bergerak naik turun, diliputi rasa tak nyaman yang bercampur kenikmatan. Seperti semut yang gelisah di atas wajan panas, begitu tak sabar, tetapi juga terjebak dalam kenikmatan yang menggoda.Di detik berikutnya, karena tak mampu menahan diri, dia mengangkat tubuhku. Ciumannya mendarat tanpa ragu. Dalam waktu bersamaan, rokku terasa basah oleh gairah yang tak tertahan.Tubuhku terbaring di atas meja tempat pemeriksaan barusan, sementara pintu belum ditutup rapat. Dengan napas tertahan dan hati berdebar, aku berbisik gugup, "Pintunya ... belum ditutup .... Nanti ada yang lihat ...."Tangannya berada di pinggangku, membuat tubuh bagian bawahku menegang. Yang mengejutkan, aku mencapai kenikmatan ….Anton berkomentar, "Nafsumu cukup besar.""Bukankah bagus kalau ada yang melihatnya? Apa kamu nggak ingin orang melihatnya?" Dia menggulingkanku. Pakaianku bergesekan saat bagian sensitifku digosokkan ke meja yang dingin. Dia tidak memasukiku, tetapi aku merasa lebih bersemangat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status