Share

Bab 3

Author: Sora
Ayah pernah bilang, demi memastikan pertunangan ini berhasil, Tuan tua Keluarga Marino mengeluarkan cukup banyak usaha. Kalau dia tahu kelakuan putranya sendiri yang menghancurkan kerja sama antara dua keluarga, ekspresinya pasti sangat menarik.

Memikirkan hal itu, perasaan sesak di dadaku sedikit mereda. Aku malas meladeni para idiot di ruangan itu dan berbalik hendak pergi.

Namun, Sophie bagaikan hyena yang mencium bau darah. Dia melangkah dengan hak tinggi yang tipis, kembali mengadang jalanku. Di belakangnya berdiri dua pengawal bersenjata Keluarga Marino, sarung pistol hitam di pinggang mereka tampak jelas dari sela jas.

"Perempuan murahan! Mau kabur? Merebut cincinnya dariku, lalu berani memukul aku? Masalah ini belum selesai!"

Aku meliriknya dingin. "Lalu kamu mau gimana?"

Sophie mengira aku takut, sehingga dia langsung mengangkat tangan hendak menamparku.

"Tentu saja aku akan memukulmu sampai aku bilang berhenti!"

Namun, sebelum telapak tangannya menyentuh wajahku, aku sudah mencengkeram pergelangan tangannya, memutar balik, dan menjatuhkan sebuah tamparan yang nyaring.

Plak!

Sophie memegangi pipinya dan menatapku dengan mata membelalak. "Kamu ... wanita rendahan! Kamu berani ...."

"Kenapa nggak berani?" Aku memotong ucapannya dan kembali menampar dengan keras. "Sudah puas?"

Dua tamparan itu langsung mematahkan seluruh kesombongan Sophie. Air matanya mengalir seketika dan dia buru-buru bersembunyi di belakang Luca. "Luca! Dia mukul aku, kamu harus membelaku!"

Luca melindungi Sophie dengan tubuhnya, tatapannya terhadapku tampak gelap dan penuh bahaya.

"Menyentuh orangku? Kamu benar-benar sudah bosan hidup." Dia memberi isyarat geng mafia dengan tangannya.

Beberapa detik kemudian, beberapa lelaki bertubuh besar langsung menyerangku bersamaan. Aku bergerak cepat, menjatuhkan orang pertama yang menerjangku.

Namun, hanya aku sendirian tentu tidak bisa menghadapi banyak serangan. Dalam sekejap, tinju dan tendangan berat menghantam tubuhku. Rasa sakit yang menusuk membuatku terjatuh dan meringkuk.

Dua pengawal mengangkat lenganku dan menyeretku ke hadapan mereka dengan kasar. Luca mengusap pipi Sophie yang memerah dengan lembut, lalu mengeluarkan instruksi dingin, "Sophie, lakukan sesukamu. Kalau terjadi sesuatu, aku yang bertanggung jawab."

Kalimat itu memberi Sophie keberanian tanpa batas. Ekspresinya berubah bengis. Dia meludah ke arahku. "Perempuan hina! Tadi kamu sombong sekali, 'kan? Ayo, sombong lagi sekarang kalau berani!"

"Kalau kamu suka rebutan cincin denganku, maka aku akan mematahkan jarimu. Biar kulihat nanti kamu pakai apa untuk mengenakannya!"

Selesai berkata demikian, dua pengawal langsung menekan tubuhku dengan paksa, menarik lenganku dan memaksa jariku terjulur ke depan. Aku mendongak, menatap Luca dan Sophie tanpa berkedip.

"Kalian berani memperlakukan aku seperti ini, aku bersumpah ... aku pasti akan membuat kalian menanggung semuanya!"

Sophie tertawa keras dengan penuh keangkuhan.

"Keluarga Marino adalah salah satu dari lima keluarga besar New York. Kamu ini siapa? Sejenis sampah kampungan yang bahkan nggak punya nama, tapi malah berani mengancam kami?"

"Hari ini, aku akan membuat kamu mengingat akibat dari menyinggungku!"

Seketika itu juga, dia mengangkat kaki berhak tingginya dan menginjak jariku dengan sekuat tenaga. Rasa sakit dari tulang jariku meledak dengan tajam.

Aku menggigit bibir sampai hampir berdarah, dan aku benar-benar mendengar suara retakan dari tulangku. Para tamu mafia di sekeliling menoleh, mereka semua tampak ngeri tetapi tidak berani ikut campur.

"Kenapa harus menyinggung perempuan Keluarga Marino ...."

"Sayang sekali. Tangan seindah itu, jangan-jangan nanti makan pun susah."

"Orang biasa seperti kita memang harus tahu diri kalau berurusan dengan mereka."

Sejak kecil aku jatuh cinta pada piano, dan setelah dewasa aku mengadakan beberapa konser piano dunia. Tanganku tidak boleh hancur. Ketakutan yang hebat menyerang diriku.

Saat melihat Sophie kembali mengangkat kakinya, aku langsung berteriak, "Aku salah! Ambil saja cincinnya! Jangan rusak tanganku!"

Dendam bisa dibalas nanti, tapi jari hanya ada sepuluh.

Namun, Sophie sama sekali tidak peduli. Ujung hak tingginya kembali menghantam dan menggilas tulang jariku dengan kekuatan penuh, aroma darah langsung menyebar.

"Pelacur! Sekarang baru tahu salah? Terlambat! Kalau aku belum puas hari ini, jangan harap kamu bisa pergi!"

Aku menjerit kesakitan, gigiku bergemeletuk, lalu menoleh putus asa ke arah Luca.

"Luca! Kamu benar-benar nggak takut sama identitasku? Kalau kamu terus membiarkan dia berbuat seenaknya, kamu pasti akan menyesal!"

Luca tertawa meremehkan. "Identitas? Kamu bisa punya identitas apa? Paling cuma perempuan yang menggunakan cara-cara kotor untuk membujuk ayahku ...."

Melihat reaksi Luca, kebencian Sophie di matanya semakin memburuk.

"Berani sekali. Di depan aku masih mau menggoda Luca? Sepertinya kalau jarimu nggak dipatahkan, kamu nggak akan belajar!"

"Tidak! Jangan!"

Tepat pada saat itu, ponsel di dalam tasku berbunyi.

Aku berjuang keras hendak meraihnya, tetapi Sophie lebih cepat dan langsung merampasnya. Ketika dia melihat nama "Papa" di layar, dia tersenyum jahat dan menggeser tombol untuk mengangkat.

Suara panik ayahku langsung terdengar, "Isha, kenapa kamu belum pulang? Lelangnya belum selesai?"

Aku segera berteriak memanggil tolong. "Papa! Tolong aku! Mereka mau menghancurkan tanganku ...."

Suara di seberang langsung berubah menjadi ketus, "Apa?! Siapa?!"

Sophie mendekatkan mulutnya ke ponsel dan berteriak dengan congkak, "Ini nenek buyutmu, Sophie! Anak kecil yang kamu lahirkan ini genitnya kebangetan. Aku sedang mendidiknya!"

"Aku nggak peduli kamu siapa. Lepaskan anakku sekarang juga! Atau begitu aku sampai di sana, kamu akan menyesal dilahirkan ke dunia ini ...."

"Ayo datang kalau berani!"

Dengan tawa gila, Sophie memotong kata-kata ayahku dan menendang lenganku keras, membuatku menjerit kesakitan. "Aku menunggu di sini. Biar kupatahkan dulu tangan anakmu sebagai hiburan! Begitu kamu sampai, aku patahkan tanganmu sekalian!"

Kemudian, dia menutup telepon dan menghancurkan ponselku dengan membantingnya sampai pecah menjadi beberapa bagian. Setelah itu, dia memerintahkan para pengawal untuk memukulku dengan brutal.

Lima menit.

Nyatanya hanya lima menit berlalu. Namun, rasanya seperti aku terperangkap di neraka selama setengah abad.

Akhirnya, sebuah mobil sedan hitam anti-peluru yang sangat kukenal berhenti dengan aura mencekam di depan gedung pelelangan.

Pintu mobil terbuka. Mantel panjang hitam ayahku masih membawa aroma mesiu dan darah. Tatapannya gelap, ganas, dipenuhi kemarahan. Dia menerjang masuk ke balai lelang.

"Aku mau lihat, siapa yang berani bilang mau mematahkan tanganku dan tangan putriku?!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 7

    Teriakan tajam Sophie terdengar sangat menusuk di dalam aula. Salah satu anak buah pemimpin Vito melangkah maju dan menamparnya beberapa kali dengan keras, barulah dia akhirnya tutup mulut."Cukup!" Luca tiba-tiba meronta lepas dari kekangan, lalu berdiri di depan Sophie."Semua ini nggak ada hubungannya dengan dia. Akulah yang buta, akulah yang berani menyinggung Nona Isha. Semua kesalahan biar aku tanggung sendiri. Tolong lepaskan Sophie."Sophie bersandar di pelukan Luca, matanya berkaca-kaca. "Luca, aku tahu hanya kamu yang paling baik padaku."Aku menyaksikan adegan mengharukan itu, lalu bertepuk tangan pelan. "Sungguh luar biasa, cinta yang begitu setia dan mendalam. Kalau begitu, aku akan mengabulkan keinginan kalian."Di bawah tatapan terkejut banyak orang, aku melanjutkan, "Kamu boleh bawa dia pergi sekarang. Atas nama Keluarga Rossi, aku jamin nggak seorang pun akan menghalangi kalian."Luca menatapku dengan tatapan tak percaya, sedangkan mata Sophie memancarkan harapan."Tap

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 6

    Hari pertemuan lima keluarga besar akhirnya tiba, dan tempatnya masih di balai lelang itu. Saat aku dan ayahku melangkah masuk, seluruh pandangan langsung tertuju pada kami.Aku mengenakan gaun panjang merah marun, dengan sarung tangan beludru berwarna senada di tangan kanan untuk menyembunyikan luka yang belum sepenuhnya pulih.Antonio segera menyambut dengan langkah tergesa-gesa dan wajah tegang. "Pak Rossi, Nona Isha, terima kasih sudah berkenan hadir."Aku mengangguk pelan, pandanganku menyapu seluruh ruangan."Bawa masuk," ujar ayahku dengan datar.Beberapa pengawal mendorong sebuah kandang besi ke tengah cahaya lampu sorot. Ketika isi kandang terlihat jelas, seluruh aula dipenuhi desahan ngeri yang tertahan.Luca dan Sophie meringkuk di dalam kandang. Pakaian mereka compang-camping, tubuh mereka kotor dan penuh debu. Gaun emas Sophie sudah robek tak berbentuk dan jas mahal Luca penuh noda tanah dan darah kering.Wajah dan lengan keduanya penuh luka dan lebam. Jelas sekali bahwa b

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 5

    Luca berusaha keras melepaskan diri, urat di pelipisnya menonjol. "Lepaskan aku! Kalian tahu konsekuensi dari tindakan ini?!"Ayahku menatap mereka dari atas dengan dingin dan berwibawa."Konsekuensi?" Suaranya terlalu tenang, sampai terkesan menakutkan. "Saat melukai putriku, pernahkah kalian memikirkan konsekuensinya?"Lalu, ayahku menoleh kepadaku dan nada bicaranya berubah lembut. "Isha, gimana kamu ingin menangani mereka?"Aku melangkah perlahan menuju Sophie yang berlutut di lantai.Setiap langkah menusuk jariku dengan rasa sakit yang mendalam, tetapi amarah di dadaku membuat tubuhku tetap tegak. Aku mencengkeram rambut Sophie yang disalon rapi itu dan menariknya keras, memaksa wajahnya terangkat."Tentu saja ... mereka memperlakukan aku seperti apa, aku akan membalas dengan cara yang sama," ucapku dengan dingin, lalu mengangkat tanganku dan menampar Sophie berulang kali.Beberapa tamparan keras mendarat di wajahnya, membuat pipinya memerah dan membengkak langsung. Darah merembes

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 4

    Ketika sosok ayahku muncul di pintu balai lelang, seluruh ruangan seolah membeku. Tatapan tajamnya menyapu seluruh tempat, sebelum akhirnya berhenti pada tubuhku yang sedang ditekan para pengawal.Sophie sama sekali tidak menyadari bahaya yang semakin dekat. Dia malah mendengus sombong dan melangkah maju."Kamu ayah dari perempuan murahan ini? Kebetulan sekali. Putrimu yang manis itu merebut cincinnya dariku dan berani memukul aku. Sekarang sebaiknya kalian berdua berlutut dan meminta maaf. Kalau nggak, Keluarga Marino nggak akan membiarkan kalian hidup tenang!"Bisikan tegang terdengar dari segala arah. Beberapa pengamat nekat maju mendekati ayahku dan berbisik hati-hati, "Pak, sebaiknya Bapak mengalah saja. Sophie ini adik angkat yang paling disayangi Luca.""Di New York, nggak ada yang berani menyinggung Keluarga Marino. Demi keselamatan Bapak dan putri Bapak, lebih baik akui saja salah. Nggak memalukan, kok."Ayahku bahkan tidak melirik satu pun dari orang-orang yang memberi saran

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 3

    Ayah pernah bilang, demi memastikan pertunangan ini berhasil, Tuan tua Keluarga Marino mengeluarkan cukup banyak usaha. Kalau dia tahu kelakuan putranya sendiri yang menghancurkan kerja sama antara dua keluarga, ekspresinya pasti sangat menarik.Memikirkan hal itu, perasaan sesak di dadaku sedikit mereda. Aku malas meladeni para idiot di ruangan itu dan berbalik hendak pergi.Namun, Sophie bagaikan hyena yang mencium bau darah. Dia melangkah dengan hak tinggi yang tipis, kembali mengadang jalanku. Di belakangnya berdiri dua pengawal bersenjata Keluarga Marino, sarung pistol hitam di pinggang mereka tampak jelas dari sela jas."Perempuan murahan! Mau kabur? Merebut cincinnya dariku, lalu berani memukul aku? Masalah ini belum selesai!"Aku meliriknya dingin. "Lalu kamu mau gimana?"Sophie mengira aku takut, sehingga dia langsung mengangkat tangan hendak menamparku."Tentu saja aku akan memukulmu sampai aku bilang berhenti!"Namun, sebelum telapak tangannya menyentuh wajahku, aku sudah me

  • Aturanmu, Bukan Aturanku!   Bab 2

    Selama 26 tahun aku hidup, ini adalah pertama kalinya ada orang yang berani bersikap sebegitu kurang ajar di hadapanku."Coba kamu ulangi, apa yang harus kubilang?""Telingamu tuli? Aku bilang, 'Aku ini miskin dan bodoh, aku tahu salahku'! Kata-kata ini cukup jelas belum?" Sophie menjerit sambil mengulanginya.Sudut bibirku melengkung dingin. "Jelas sekali. Kalau begitu, karena kamu sendiri sudah mengaku kamu itu miskin dan bodoh, cepat minggir. Jangan menodai nama Keluarga Marino."Wajah Sophie seketika merah padam, akhirnya dia sadar kalau aku sedang mempermainkannya. "Kamu ... kamu berani mempermainkanku?!" Dia menjerit sambil mengibaskan tangan dan menerjang ke arahku dengan brutal.Sungguh menggelikan.Aku berlatih bela diri di Sisilia bersama para pengawal keluarga selama sepuluh tahun. Memangnya aku perlu takut sama gerakannya yang tidak berguna itu?Dengan sebuah tendangan samping yang tepat sasaran, langsung membuat Sophie terpelanting ke lantai. Dia meringkuk di atas karpet s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status