Bram selalu mengirim mata-mata untuk mengawasi Dani dan sekarang ini belum turun tangan. Pria paruh baya itu masih memantau seberapa jauh anak brengseknya itu berulah.
Siska semakin merasa sakit hati dan dia tau jika rumah tangganya dengan Dani sudah di ambang kehancuran. Wanita itu masih dalam keadaan terpuruk hingga memutuskan untuk menitipkan Laila pada keluarganya di kota sebelah. Jangan sampai anak sematawayangnya tau kelakuan bejat Papanya. Beruntungnya, Laila sama sekali tidak protes lantaran di sana banyak sepupu sepantaran dengannya.
Bedanya, Prita yang selalu mengomel ini dan itu karena kepergian Laila secara mendadak.
"Kamu itu Sis, selalu banyak tingkah. Apa maksudnya menitipkan Laila ke keluarga keremu itu, hah? Pasti di sana cucuku menderita. Secara, keluargamu itu miskin, tidak punya apa-apa!" cemooh Prita yang sejak tadi masih belum terima ketika Siska membawa Laila pergi tanpa pamit, tepatnya kemarin.
"Sudah, Ma. Jangan ribut terus, kasihan Siska. Baru pulang dari luar kota, loh. Laila bakal aman sama besan!" Bram mulai menengahi.
Napas Prita masih memburu dengan sangat hebat. Dia ingin kembali bersuara lagi, tapi ia mendadak mendapatkan telepon dari seseorang. Wajahnya yang tadinya marah, kini berubah berseri dan gegas pergi meninggalkan suami dan menantunya.
"Kamu baik-baik saja, kan, Sis?" tanya Bram seraya merengkuh tubuh Siska.
Sang menantu hanya bisa mengangguk. Jujur saja, dia masih lelah dengan semua ini. Baru pulang saja sudah mendapatkan omelan pedas.
"Siska!" Teriakan dari Prita sukses membuat pelukan Bram dan Siska terlepas. Jangan sampai wanita cerewet itu tau. "Cepat masak yang banyak. Barusan Dani bilang mau pulang makan siang bawa teman kantornya!"
"Aku mau istirahat, Ma—"
"Masak dulu baru boleh istirahat. Teman kantor Dani pengen makan masakan kamu. Cepat pergi ke dapur!" Prita langsung mendorong tubuh Siska yang mau tak mau gegas pergi ke area dapur lantaran terlalu muak bila harus mendengarkan omelan Prita.
Selepas kepergian Siska, Prita dengan lancang merogoh saku celana suaminya untuk mengambil dompet.
"Mau ke mana?" dingin Bram seraya menatap tajam sang istri.
"Mau shoping bentar, Pa. Mumpung masih ada waktu. Mama ambil satu, ya!" Prita mengambil satu black card milik Bram dan tak lupa mengembalikan dompet tersebut di tempat semula. "Mama pergi dulu, tolong Papa pantau menantu kurang ajar itu!"
Bram menghela napas dengan gusar. Tidak anak, tidak istrinya, semuanya mata duitan dan hobinya berfoya-foya.
Pria paruh baya itu memilih untuk menyusul Siska ke dapur. Ia mendapati Siska yang sedang duduk lesu di depan meja makan.
Mendengar suara kursi di sebelahnya di tarik, Siska menoleh.
"Dani akan datang dengan selingkuhannya. Tidak mau melakukan sesuatu?" tanya Bram seraya memberi kode pada Siska untuk duduk di pangkuannya.
Siska pun menurut. Wanita itu lekas bergelanyut manja di tubuh Bram. "Aku nggak mau masak buat mereka," cicit Siska yang suaranya sedikit serak.
Bagaimana pun juga, baru kali ini dia akan melihat secara langsung suaminya datang membawa selingkuhannya.
"Tidak usah memasak. Papa bakal pesankan makanan dari luar!" balas Bram seraya mengusap sensual pinggang ramping Siska.
Sang empu mendongak dan menatap lekat wajah Bram. Sungguh, di usianya yang hampir mendekati kepala lima, Bram bahkan jauh lebih tampan dari Dani. Pesona pria matang itu sukses membuat Siska terbuai.
"Boleh aku minta sesuatu, Pa?" tanya Siska tanpa ragu.
"Katakan saja. Selagi Papa bisa, akan Papa kabulkan!"
Siska mulai mengalungkan tangannya di leher belakang Papa mertuanya. Sakit hati yang berlebihan membuat wanita itu semakin berani dan tak canggung lagi. Toh juga Bram sendiri yang menawarkan balas dendam ini.
"Aku minta, Papa pesan makanan yang semuanya ada buah nanasnya. Itu akan sangat membahayakan janin dari wanita itu!" bisik Siska yang seketika membuat Bram terkekeh pelan.
Cup!
Satu kecupan mendarat manis di bibir ranum itu. Pelakunya tentu saja Bram.
"Tentu saja, Sayang. Boleh Papa minta sesuatu dari kamu?" tanya balik Bram dan Siska mengangguk pelan. "Beriaslah yang cantik. Gunakan baju yang bagus supaya mereka tidak lagi merendahkan dirimu. Boleh?"
Siska tersenyum haru seraya mengangguk. Mungkin memang sudah waktunya untuk menghargai diri sendiri dengan cara merubah penampilan. Selama ini, dia selalu tampil biasa saja dan selalu dihina oleh suami dan Mama mertuanya. Akan Siska buktikan jika dia juga bisa merawat diri.
***
Dani dan Velin telah tiba di rumah minimalis dua lantai itu. Mereka bahkan saling bergandengan, tanpa takut dipergoki oleh Siska.
Bertepatan dengan itu, Prita juga datang dan langsung menyambut hangat sosok Velin.
"Ya ampun Nak Velin, Tante sampai pangling loh sama kamu. Makin cantik, berpendidikan juga. Nggak kayak istrinya Dani yang persis gembel itu!" ujar Prita seraya memeluk Velin sekilas.
"Maklum, Tan. Dari dulu semasa sekolah juga Siska memang nggak pernah dandan. Tapi, dia cantik, kok!" balas Velin sok lugu.
"Halah, nggak usah muji dia, nanti malah besar kepala. Ayo masuk!" Prita membawa Velin masuk, sementara Dani mengikuti dari belakang.
Sesampainya di dalam, mata Velin berbinar ketika melihat rumah ini jauh lebih mewah dari rumah barunya. Dia tak sabar ingin menjadi nyonya di sini dan menggeser posisi Siska.
Velin langsung digiring ke ruang makan dan di sana sudah ada sosok Bram yang sedang menikmati secangkir kopi buatan Siska tadi."Siska mana, Pa?" tanya Dani seraya duduk di kursi.
"Sedang bersiap-siap. Tumben sekali kamu bawa perempuan ke rumah? Ingat, Dani, kamu sudah punya istri dan anak!" sarkas Bram seraya menatap tajam ke arah Velin berada.
Sang empu yang ditatap seperti itu tentu saja langsung merasa ketakutan.
"Papa tau sendiri kalau Velin itu sekretaris baru di kantor. Velin itu cantik, pintar lagi. Kayaknya lebih cocok jadi pendampingnya Dani. Laila pasti seneng kalau punya Mama baru secantik Velin!" Bukan Dani yang menjawab, melainkan sosok Prita.
"Tante bisa saja. Siska juga cantik, kok, Tan. Pintar juga—"
"Halah, buat apa pintar kalau habis lulus sekolah langsung mau di ajak nikah? Mentang-mentang keluarga kami kaya raya, dia langsung mau. Wajahnya saja kusam, jelek, lebih cocok jadi babu ketimbang istri Dani!" potong Prita yang terang-terangan mengejek Siska.
Sementara yang di ejek mulai melangkah mendekat. Suara heels yang bergesekan dengan lantai sontak saja membuat semua orang menoleh.
Mereka semua terkejut bukan main ketika melihat sosok Siska yang jauh berbeda dari biasanya.
"Siska, kamu habis operasi plastik apa gimana?" pekik Prita syok bukan main.
Bersambung ...
Selain berselingkuh hingga membuat selingkuhannya hamil, ternyata Dani kembali berbuat ulah. Lelaki itu mengambil uang perusahaan sebanyak 2 milyar hanya untuk membelikan selingkuhannya rumah mewah. Bram selalu mengirim mata-mata untuk mengawasi Dani dan sekarang ini belum turun tangan. Pria paruh baya itu masih memantau seberapa jauh anak brengseknya itu berulah. Siska semakin merasa sakit hati dan dia tau jika rumah tangganya dengan Dani sudah di ambang kehancuran. Wanita itu masih dalam keadaan terpuruk hingga memutuskan untuk menitipkan Laila pada keluarganya di kota sebelah. Jangan sampai anak sematawayangnya tau kelakuan bejat Papanya. Beruntungnya, Laila sama sekali tidak protes lantaran di sana banyak sepupu sepantaran dengannya. Bedanya, Prita yang selalu mengomel ini dan itu karena kepergian Laila secara mendadak. "Kamu itu Sis, selalu banyak tingkah. Apa maksudnya menitipkan Laila ke keluarga keremu itu, hah? Pasti di sana cucuku menderita. Secara, keluargamu itu miskin
Pangutan kedua bibir itu terlepas hingga membuat napas Siska terengah-engah. "I-ini salah, Pa!" Saat Siska hendak menjauh, saat itu juga tubuhnya ditahan oleh tangan kekar Bram.Pandangan keduanya bertemu hingga membuat jantung Siska kembali berdetak tak karuan. Wanita itu masih berusaha untuk mencerna kejadian yang sangat mendadak ini. "Papa tau ini salah, tapi boleh Papa jujur sama kamu, Nak? Papa tertarik sama kamu dan entah dari kapan itu. Intinya, Papa tidak suka melihatmu menangis dan ingin menjadi garda terdepan untuk melindungimu!" ujar Bram seraya mengusap lembut bibir ranum sang menantu. Sayangnya, Siska yang masih merasa ini semua salah pun lekas menghempas kasar tangan mertuanya. Ia berusaha keras untuk memberontak dan bahkan hendak membuka pintu mobil. Namun, lagi dan lagi pergerakannya bisa dibaca oleh Bram. "Mau ke mana?""Aku mau pulang. Aku nggak mau berbuat dosa sama Papa. Cukup Mas Dani yang selingkuh dan menodai pernikahan ini. Aku nggak mau!" jerit Siska yang
Entah apa yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini. Masalah seperti datang bertubi-tubi. Belum juga masalahnya dengan Dani kelar, tapi pagi ini Bram yang awalnya hendak menegur Dani atas sikapnya yang kurang ajar pada Siska mendadak urung. Pria paruh baya itu justru mendapatkan kabar yang kurang mengenakkan dari sang istri. Bagian dapur rumahnya terbakar karena kelalaian Prita ketika memasak, tapi justru sibuk bermain ponsel. Untung saja hanya di bagian dapur dan tidak sampai menyebar di sepenjuru rumah mewah dua lantai itu. Pada akhirnya, Prita terus menerus mendesak suaminya untuk menginap beberapa hari di kediaman Dani selagi menunggu perbaikan dapur. Wajah Siska sudah pias ketika melihat Mama mertuanya yang datang sembari membawa koper. "Kamu sudah siapin kamar buat Mama sama Papa, kan?" tanya Prita yang di angguki oleh Siska. "Mama sama Papa bakal tinggal di sini sampai perbaikan dapur selesai!" lanjut Prita yang semakin membuat Siska tertekan. "Berapa lama, Ma?" tanya Siska
Siska menunggu kepulangan Dani dengan sedikit gelisah. Pasalnya, sudah pukul sepuluh malam, tapi suaminya belum juga pulang. Anaknya sejak tadi sudah tertidur walau ada sedikit drama merengek karena merindukan Dani.Sementara kedua mertuanya tentu sudah pulang ke rumah mereka sendiri dan untungnya tidak menginap di sini. Sebab, Siska masih enggan bila harus satu atap dengan Mama mertuanya yang cerewet itu. Suara deru mesin mobil yang memasuki pekarangan membuat Siska bangkit dari sofa ruang tamu. Ia gegas membuka pintu untuk sang suami dan mendapati lelaki itu dalam keadaan berantakan dan berjalan sempoyongan. "Mas? Kok, jam segini baru pulang?" tanya Siska dengan khawatir.Dani menghela napas ketika melihat penampilan istrinya yang tidak berubah. Dia kira, ketika pulang akan di sambut dengan penampilan menawan dari istrinya, ternyata sama saja. Lantas, mana katanya tadi beli lingerie? "Ada meeting mendadak. Sudah, mending kamu tidur saja duluan. Mas mau mandi!" Dani mendorong tubu
Siska dan Dani adalah sepasang suami istri yang sudah menikah selama tujuh tahun dan sudah dikaruniai anak perempuan berusia enam tahun. Keduanya memilih untuk menikah muda selepas lulus sekolah dan tak perlu pusing memikirkan keadaan ekonomi pasca menikah. Sebab, orang tua Dani sangat kaya dan selama ini mereka selalu diberi bantuan oleh kedua orang tua Dani. Walau begitu, sudah lebih dari lima tahun menikah. Hasrat yang dulunya terlalu menggebu, kini seolah surut di makan waktu. Dani tak seantusias seperti dulu lagi dalam menyentuh Siska. "Mas, ini malam jum'at, loh. Kamu nggak lupa, kan?" bisik Siska. Bukannya tergoda, Dani justru risih dan menepis tangan sang istri. Lelaki itu bangkit dari ranjang dan menghela napas beberapa kali. "Nggak usah dulu, Dek. Mas nggak ada nafsu malam ini!" balas Dani seraya melirik ke arah istrinya. Lelaki itu geleng-geleng kepala ketika melihat penampilan Siska. Daster yang warnanya bahkan hampir pudar. Sama sekali tak ada sisi menariknya. "Sud