Share

Memberi Asi?

“Kenapa?”

Clarita hanya menggeleng cepat sebagai jawaban dari pertanyaan Atma, lidahnya terasa kelu bahkan ia tak sadar jika sedari tadi ia menahan nafas. “Bernafaslah, kau tak mau anakmu besar tanpa ibu, ‘kan?”

Clarita ingin mengumpat mendengar ucapan Atma namun entah mengapa lidahnya seakan enggan berfungsi dengan baik, bahkan otak cerdasnya tak mampu berkerja dengan baik.

“Mengapa aku bisa melahirkan?” tanya Clarita polos.

“Karena kau mengandung.” Atma menjawab dengan santai. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya dari pemandangan di balik jendela rumah sakit.

Clarita memutar bola mata malas. “Ck. Nenek-nenek jompo juga tahu itu. Mana ada orang melahirkan tanpa mengandung. Maksudku, mengapa sekarang?”

“Karena tidak nanti.”

Lagi-lagi jawaban Atma berhasil membuat Clarita berdecak kesal. Ia ingat betul jika siang tadi ia masih berkeliling mengunjungi satu persatu perusahaan yang membuka lowongan. Tetapi tepat saat ia akan kembali ke kosnya, ia berhenti di tengah jalan dan … “Kau menabrakku?”

Tuduhan Clarita berhasil membuat Atma menoleh dan menatapnya dengan menaikkan sebelah alisnya.

Bertepatan dengan itu pintu ruangan Clarita terbuka dan menampilkan dua orang perawat tengah mendorong brankar bayi mendekat ke arah Clarita. Pandangan mata Clarita dan Atma teralih pada dua bayi menggemaskan.

“Silakan diberikan asi pertama, Bu,” ujar sang perawat pada Clarita.

“Ini bayi pertamanya, Bu. Ia laki-laki.” Tangan lembut perawat menyerahkan salah satu bayi ke atas ranjang Clarita.

“Apakah sudah diberi nama? Jika sudah kami akan membantu mengurus aktanya,” tanya salah seorang perawat lainnya.

Clarita tampak terdiam ia tak tahu harus berkata apa, pasalnya tak pernah terpikirkan dalam benak Clarita untuk menyiapkan nama bagi sang buah hati. “Em .. anu … itu –“

“Nanti saja sus, biar saya yang mengurus sendiri aktanya,” sahut Atma seakan mengerti keadaan Clarita.

“Baiklah kalau begitu kami permisi Pak, Bu.” Kedua perawat itupun berlalu dari kamar rawat Clarita.

Kini tinggallah Clarita dan Atma di dalam keheningan ruangan, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun hanya denting jarum jam yang mengisi ruangan. Bahkan kedua bayi Clarita tertidur dengan pulas seakan mengerti situasi yang tengah terjadi.

“Aku akan keluar.” Clarita tak menjawab ucapan pria di depannya, ia hanya diam dan memalingkan wajahnya.

Clarita masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Bagaimana ia bisa melahirkan, mengapa ia bersama dengan pria itu. lamunan Clarita pun teralihkan oleh pergerakan kecil sang buah hati. Ia mengusap lembut kepala sang bayi dan menepuk pelan punggungnya. Manik mata Clarita tak henti-hentinya menatap wajah sang buah hati yang hingga kini belum memiliki nama.

Manik mata hazel, hidung mancung, bibir tipis membuat bayi laki-lakinya itu terlihat begitu sempurna. Saat ia tengah asyik mengamati wajah bayi laki-lakinya, terdengar tangisan halus dari samping ranjangnya. Tangisan halus yang kian lama kian mirip dengan jeritan. Clarita berusaha menggapai brankar sang putri dengan susah payah ia mencoba meraihnya. Ia bahkan lupa jika jahitan di perutnya belum mengering sepenuhnya. Ia tetap memaksa menggapai brankar itu hingga ia tak sengaja menjatuhkan gelas membuat tangisan sang putri semakin mengeras, bahkan tak hanya sang putri kini bayi yang tengah dalam pelukannya pun ikut menangis karena terkejut.

Pintu ruangan Clarita terbuka lebar dan menampilkan Atma yang menatapnya panik namun secepat kilat pria berpotongan rambut polem –poni lempar, itu menetralkan kembali raut wajahnya. Tanpa banyak kata, Atma berjalan menghampiri ranjang Clarita. Ia menoleh sejenak, setelah itu berusaha menggapai bayi perempuan yang masih setia menangis.

“Ssst ssstt,” lirih Atma seraya mengusap halus punggung bayi yang baru saja lahir itu. Tanpa disangka tangisannya mereda dalam hitungan detik.

Begitu juga dengan tangisan bayi laki-laki yang ada di pelukan Clarita, seakan bertemu sang Penjinak keduanya kembali tenang. Clarita mengernyitkan keningnya bingung. “Apakah benar?” tanyanya dalam hati.

Tak hanya Clarita, Atma sendiri bingunng dengan situasi yang terjadi saat ini. Selama ini ia tak pernah berhasil menenangkan bayi, jangankan menenangkan bayi. Anak kecil saja melihatnya sudah menangis ketakutan. Dan kini, Atma bak malaikat yang menenangkan.

Clarita terus menatap Atma was-was, selama ini ia tak pernah berusaha 100% untuk mencari siapa bapak dari anak yang ia kandung. Pria tak bertanggung jawab yang dengan mudah menggagahinya hingga ia harus hidup dengan penuh penderitaan.

Atma yang merasa diawasi pun menoleh, netra keduanya bertabrakan dan saling mengunci satu sama lain. Atma seakan mengenal netra itu, begitu juga dengan Clarita namun wanita itu memilih untuk memutuskan pandangannya terlebih dahulu. Ia tak mau terlarut dalam pesona pria yang baru saja ia kenal, ah belum, Clarita belum mengenalnya secara langsung.

“Aku Atma,” ujarnya dingin, sorot mata tajam pria itu masih setia menghunus ke arah Clarita yang tengah mengalihkan pandangannya dengan menatap sang buah hati.

“Clarita,” sahut Clarita tak kalah dingin.

Sejak kejadian malam itu Clarita memang membangun tembok dingin untuk para pria. Ia merasa jika semua pria akan sama saja, setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, mereka akan mencampakkannya begitu saja. Terlebih dari kabar yang Clarita dengar, pria yang memberinya obat perangsa itu adalah sosok yang begitu ia percaya. Sosok yang selama ini menjadi pelindungnya. Namun, ia telah salah mengira dan berakhir dengan segala ketragisan di hidupnya.

Setelah perkenalan singkat itu keduanya kembali hening, Atma memilih untuk duduk di sofa yang tersedia sedangkan Clarita memilih untuk memberikan asi kepada sang buah hati dengan gorden biru sebagai pembatas antara Atma dan Clarita.

Clarita hendak memberikan asi kepada bayi perempuannya, namun ia kesulitan untuk meraihnya. Ia menimbang apa yang harus ia lakukan, berusaha bangkit atau meminta bantuan pada Atma? Rasa gengsinya begitu besar, hingga ia memutuskan untuk berusaha meraih brankar itu dengan sekuat tenaga.

“Tuhan menciptakan mulut untuk berbicara,” ujar Atma dingin seraya berjalan mendekat ke arah Clarita.

“Dan Tuhan menciptakan tangan untuk bekerja sendiri,” balas Clarita tak kalah dingin.

“Cih.” Atma mengangkat tubuh mungil berjenis kelamin perempuan itu dan menyerahkannya pada Clarita, kemudian ia meraih sang jagoan yang telah terlelap dengan wajah yang begitu tenang. Sepintas ia seperti mengenal garis wajah bayi itu. Ia memandang dan menganggumi wajah tenang itu. “Pasti ayahnya tampan, tapi kenapa tak muncul?” lirih Atma dalam hati. Ia masih waras untuk tak bertanya hal sensitif begitu terlebih ia dan Clarita tak memiliki kedekatan apapun untuk saling berbagi masalah hidup.

“Kau ingin melihat aku memberi asi?” sindir Clarita membuat Atma tersadar dan bergegas menjauh dari ranjang Clarita.

Atma kembali mendaratkan tubuhnya pada sofa empuk yang ada di sudut ruangan itu, pikirannya sibuk memikirkan alasan apa yang akan ia berikan jika sang ayah menginterogasinya nanti. Seharusnya hari ini ia sedang melakukan fitting baju untuk acara pertunangannya. Tetapi yang terjadi, ia justru terjebak pada wanita yang melahirkan tanpa kehadiran seorang suami. Ia bisa saja pergi begitu saja dan bertingkah seolah ia tak tahu apapun. Tetapi entah mengapa hatinya enggan meninggalkan Clarita dan kedua anaknya. Padahal selama ini ia tak pernah mau jika berada didekat anak kecil.

Jika Atma tengah sibuk memikirkan alasan kepada sang Ayah maka berbeda dengan Clarita, wanita yang baru saja menjadi ibu itu tengah memikirkan cara untuk membesarkan sang buah hati. Ia tak memiliki pekerjaan dan sekarang ia harus menghidupi dua orang anak seorang diri, tanpa suami dan tanpa keluarga.

Suara tangis halus membuat kening Atma mengernyit bingung. Ia melangkahkan kaki berjalan menuju ranjang Clarita sesaat setelah ia menimbang beberapa kemungkinan yang terjadi. Lengan kekar Atma menyibakkan gorden biru yang menjadi penghalang antara dirinya dan Clarita.

Bola matanya membulat sempurna kala menyaksikan apa yang tersuguh di depannya. “Kau?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Erina Situmeang
apa mungkin Atma adalah ayah si kembar...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status