"Jadi kau tidak merasa pelacur, ya? Apa menjajakkan tubuhmu untuk ayahku bukan sesuatu yang bisa disebut jual diri?"
Astaga, telinga Rania rasanya sangat sakit mendengar penuturan menyakitkan itu. Sebentar ia menolehkan kepalanya ke samping. Vano tidur di bawah sana dengan kasur lipatnya. Rania harap anak laki-lakinya itu tidak mendengar kata-kata kotor itu sekarang."Kenapa kau diam? Merasa, kan?"Rania mendongak. "Aku tidak tahu lagi harus bicara apa. Aku akan datang, tidak perlu menambahkan kata pelacur, itu sangat menyakiti hatiku sebagai seorang wanita.""Menyakiti? Siapa yang lebih sakit? Ibuku jauh lebih sakit ketimbang dirimu.""Aku tidak menyakiti ibumu. Semua terjadi karena ulah ayahmu sendiri.""K-kau-""Sudah ya, Bos. Ini bukan sesuatu yang boleh dibicarakan saat sedang bekerja." Rania membungkukkan tubuhnya dan kembali fokus pada layar komputer dan mengabaikan Raihan yang masih menatapnya jengkel.***Raihan menarik rambutnya frustasi. Sudah pukul 19.10 batang hidung Rania juga tidak muncul dihadapannya. Apa gadis itu sekarang mulai memberontak? Kolega-kolega dan investor perusahaan sudah berada di dalam gedung."Maaf, Pak. Saya telat," ucap Rania pelan. Wanita itu berbalut mantel tebal yang menutupi tubuhnya, wajar saja kan memasuki musim dingin.Rania meninggalkan kedua putranya begitu saja. David berjanji akan menjaga Vano selama bunanya pergi."Ck, tidak konsisten. Masuklah, lepaskan mantelmu itu." Raihan berjalan mendahului Rania. Rania melepaskan mantelnya dan menitipkan pada penjaga di dekat resepsionis undangan. Rania mengenakan dress pemberian dari Raihan, dress yang cukup terbuka dan memiliki kesan sexy. Rania berjalan di belakang Raihan, membuntuti bosnya sampai ke dalam gedung perayaan pesta kolega dan investor.Banyak pasang mata tertuju memperhatikan Rania, membuat Raihan tersenyum menang. Baik, memang wanita itu akan membuat banyak pria meliriknya, karena bentuk tubuh yang sangat ideal dan mantap.Acara berjalan sampai kepuncaknya. Seseorang sengaja membuat Rania menjadi pusat perhatian."Jangan menghancurkan nama perusahaan," tekan Raihan di telinga Rania, saat salah satu investor terbesar mendekati Rania dan dirinya. Rania mengangguk pelan, sebenarnya ia takut sama laki-laki mata keranjang yang berjalan ke arahnya. Mana semua orang memperhatikan.Pak Doni begitu mendetail memperhatikan Rania, Raihan sedikit menjauh. Dia akan membuat Rania sengsara malam ini, maka dia akan puas."Raihan, ini senjata kalian, ya? Hahaha," ucap Pak Doni sambil menyentuh tangan Rania dan mencium punggung tangan Rania. Wanita itu diam saja saat tangannya dicium."Iya, dia senjata perusahaan kami. Bukankah sangat menggoda dan bergairah," ucap Raihan dengan kekehan remehnya sekaligus menatap Rania yang kepalanya sudah menunduk."Aku akan menanam saham lebih besar jika diberi yang beginian." Tangan Doni berpindah memeluk bahu Rania dan membawa wanita itu menuju depan."Rania dengan ragu-ragu mengikuti Doni ke depan. Rania akan diperhitungkan dan dilelang dengan uang. Raihan mengawasi saja. Dia rasanya juga sedikit terkejut karena Pak Doni berani membawa Rania ke depan."Ada yang berani menawarnya?" tanya Doni sembari menurunkan tali bahu dress Rania dengan gampang, membuat Rania mengepalkan kedua tangannya. Ingin melayangkan tinjuan, namun bisa menghancurkan nama perusahaan."10 juta deh, buat pegang tetenya," celetuk seseorang bernama Daegan. Dia memperhatikan dada Rania yang bajunya sudah hampir melorot ke bawah. Sontak, semua undangan terkekeh. Rania memejamkan matanya dan tertunduk lesu."Kenapa, sayang?" tanya Doni membawa dagu Rania mendongak. "Bukannya itu memang pekerjaan dirimu, kan?"Seketika seluruh permukaan tubuh Rania bergetar, bayang-bayang masa lalu saat dia hampir dilecehkan berputar lagi dalam otaknya. Rania rasanya ingin kabur sekarang juga dan berteriak minta tolong. Namun apalah daya, bahkan dia disini menjadi tontonan."Mungkin kurang, 50 juta buat disentuh," celetuk Daegan lagi.Mendengar penuturan itu, seketika mata Raihan terbelalak. Apa benar tindakannya ini? Apa boleh melecehkan Rania seperti itu? Apalagi tubuh gadis itu bergetar hebat, mengingatkan Raihan akan masa kelam Rania waktu itu."Kau menghargainya murah sekali, makanya dia murka," balas Pak Doni, kini tangannya berpindah menyentuh paha Rania. "Berapa sayang? 100 juta?" tanyanya sambil mengelusi paha Rania yang mulus dan terekspos itu. Sungguh menjijikkan bagi Rania, dirinya bahkan merasa kotor dengan perlakuan laki-laki brengsek hidung belang itu. Rasanya, ingin segera menghilang dan pulang ke apartemen untuk menemui kedua putranya yang mungkin sudah tertidur lelap.Seseorang menyenggol lengan Raihan. "Nak Raihan, sudah cukup. Entah apa yang dibuatnya di masa lalu, sampai saat ini dia masih seorang perempuan yang tidak boleh dilecehkan begitu saja."Raihan menolehkan kepalanya, mendapati Pak Bian dengan mata teduhnya."Dia wanita pekerja keras dan lembut, aku teringat putriku …. Aku bisa bayar berapapun jika aku ingin membeli wanita itu. Tapi aku tahu, kau orang yang tepat untuk menolongnya."Tes! Tes! Tes! Air mata Rania jatuh begitu saja saat tangan Pak Pandu menjalar ke atas ingin menyentuh mahkotanya. Kaki Raihan mengayun begitu saja, matanya terus berfokus pada Rania yang bibirnya sudah bergetar hebat menahan tekanan mental dan ketakutan yang luar biasa. Dia merasa tidak akan ada yang bisa menolongnya. Bayang-bayang wajah David dan Vano berputar di otaknya. Dalam hatinya, Rania merafalkan kata maaf untuk kedua putranya.Raihan terus berjalan dan fokus pada Rania yang sedang menangis. Terlepas dari itu, di masa lampau Raihan pernah menjaga wanita itu mati-matian dan tidak membiarkan wanita itu lecet sedikitpun karena Raihan mencintainya."Eng ... j-jan-"Tas!Raihan menepis tangan Pak Pandu."Maaf, aku memamerkannya karena dia senjata perusahaan, bukan untuk dilecehkan. Dia wanita yang sangat aku hormati. Kami menerima investor yang masih menggunakan otaknya dengan benar." Raihan menarik lengan Rania hati-hati dan membawa ke dalam dekapannya. Raihan memeluk pinggang Rania dan menaikkan tali bahu wanita itu secara sopan. Sungguh, Raihan tidak menyangka Rania akan tertekan danketakutan seperti waktu dulu.Raihan berbicara pada divisi lain untuk melanjutkan acara. Dia pergi begitu saja membawa Rania keluar dari gedung tersebut lewat pintu belakang. Semua pasang mata menatap kepergian Raihan dan Rania.Pak Bian pun bernapas lega karena Raihan telah melakukan sesuatu yang benar. Raihan membawa Rania keluar, laki-laki itu menggenggam telapak tangan Rania dengan lembut."M-mantelku …," lirih Rania saat sudah berada di luar pintu belakang."Pakai jasku saja." ***"Pakai jasku saja." Raihan melepaskan jasnya dan memasangkan ke tubuh Rania. Raihan menuntun sang wanita untuk duduk di anak tangga. Lalu, laki-laki itu berjongkok di depan Rania. "Maaf ... itu salahku ...." Raihan mengeluarkan tisu basah dari kantongnya dan reflek membuka kedua kaki Rania lebar-lebar.Sontak Rania membulatkan kedua matanya. "P-pak ...."Raihan menaikkan sedikit dress Rania dan mulai mengusap paha Rania dengan tisu basah tersebut. Paha yang disentuh oleh Pak Pandu. "Laki-laki menjijikkan ... sudah tua dan tidak tahu diri."Rania terdiam begitu saja saat Raihan dengan telaten mengelapi paha dan tangannya dengan lembut. Ada rasa haru dalam hati Rania, ini seperti Raihan Atmadja di masa lampau yang Rania cintai."Anggap saja malam ini Raihan Atmadja tidak mengingat apapun tentang kesalahan Rania di masa lampau. Aku akan mengabaikan itu untuk saat ini," ucap Raihan dengan pelan. Lalu menarik lengan Rania untuk diantarkan pulang. "Sudah mau turun hujan, mobilku tidak k
Raihan mendaratkan telapak tangannya di atas kepala Vano. Tepat saat itu, getaran hangat menjalar begitu saja menyelimuti hati Raihan, entah mengapa senyaman itu."Maafkan Paman, ya. Paman tidak bermaksud jahat pada Ano waktu itu."Vano melebarkan senyumannya. "Iya, Paman. Kata Buna, Paman waktu itu cedang banak pikilan."Raihan tersenyum mendengar balasan anak itu. Rania mengajarkannya dengan sangat baik."Mau ikut Paman membeli jajanan?" tawarnya dengan reflek begitu saja. Bukankah Vano anak yang lucu dan sangat menggemaskan? Siapa pun pasti akan dengan suka rela mengajaknya membeli jajan."Apa boyeh?""Tentu, boleh. Ayo ...." Raihan menyodorkan telapak tangannya, membuat Vano menaruh tangannya di telapak tangan Raihan. Lagi, euphoria itu muncul. Bahkan, Raihan ingin mencium pipi anak laki-laki itu dan menggendongnya.Raihan membawa Vano pergi ke kantin untuk membelikan jajanan. Menyisakan Rania yang sejak tadi berdiri di b
Sore hari itu, Rania dan Vano memilih tidak langsung pulang ke apartement, tapi mampir ke toko kue kesukaan Vano. Vano antusias sekali saat memilih bentuk-bentuk donat kesukaannya dan memilih kesukaan abangnya juga, David."Bun, Ano boleh ambil yang ini?" tunjuknya pada donat berbentuk kepala beruang, sangat lucu dan menggiurkan untuk Vano. Bahkan, lidah anak laki-laki itu mungkin sedang menari-menari di dalam sana karena tidak sabar ingin melahap si donat kepala beruang.Rania tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya. Tangannya terulur untuk mengusap kepala si buah hati dengan begitu lembut."Boleh dong, Ano ambil yang Ano suka, Buna tidak akan melarang.""Yeeee!" Vano tertawa riang. Lalu, anak laki-laki itu sedikit berlari ke arah rak kue yang lain dan melihat-lihat bentuk donat mana yang akan ia ambil lagi. Rasanya, semua ingin dibeli dan dibawa pulang ke kediaman mereka.Rania hanya bisa memperhatikan dan tentu hatinya berbunga-bunga
Seseorang perawakan tubuh tinggi datang menghampiri Rania dan putra-putranya. Laki-laki itu sempat ragu-ragu dengan kehadiran sosok Rania disana.Rania menoleh diikuti oleh Vano dan David. Seorang berperawakan tinggi dan tegap tampak terkejut dengan kehadiran Rania di makam Naresh."D- dino.""Kau sedang apa Rania? Sudah lama sekali ... terakhir ka-" Ucapan Dino terpotong tat kala netranya menangkap sosok David di sebelah Rania. Anak-anak laki itu memiliki wajah yang mirip dengan mendiang sahabatnya, yaitu Naresh."D- david?"David mengernyitkan dahinya, lalu menatap Rania. "Buna, Paman ini siapa?" Jelas David tidak kenal, dulu sekali David masih kecil sekali saat bertemu dengan Dino yang merupakan sahabat handanya."Teman handamu," jawab Rania. Wanita itu kembali menatap Dino dan tersenyum sekilas dengan ramah. "Dino, aku membawa David kesini, dia ingin mengunjungi makam handanya. Aku pikir memang sudah waktunya dia tahu ayahnya
Plak!Anak laki-laki itu tersungkur saat mendapat satu tamparan dari pipi kanannya. Dia mencoba berdiri lagi sambil memegangi pipinya yang memerah, terasa sangat sakit dan perih menyengat."Apa tidak ada lagi wanita di dunia ini, sehingga kau harus memilih wanita sampah itu untuk kau peristri?" tanya Haru tepat di hadapan Renan.Kemarahan lelaki itu semakin memuncak karena Renan yang keras kepala dan tidak mengindahkan perkataannya dulu."Dia bukan wanita sampah! Tapi, Ayahlah sampah itu!" jawabnya kembali menentang perkataan Haru. Renan tidak terima jika wanita pujaannya malah mendapat hinaan dan disamakan dengan sampah."Anak sialan!""Aku ingin Rania, Ayah!""Ren-" panggil Hani pada anak tirinya itu. Wanita itu berjalan tertatih-tatih menghampiri Renan seperti sedang terburu-buru atau sedang dikejar seseorang."Ibu ....""D-dimana Rania?""Jangan mencampuri urusanku dengan anakku! Keluar kau Hani
"Ano sama Handa Enan dulu, ya. Buna dengan Abang David akan ke rumah sakit, akan sedikit lama," bujuk Rania, dia memasukkan mainan Vano ke dalam tas anak itu."Ke yumah atit? Abang Avid atit ya, Buna?"Rania menggelengkan kepalanya dan memakaikan Vano kaos kaki karena saat bermain di area kantor, Vano melepasnya dan memakai sandal pombobnya."Abang David ngin tes kesehatan, minggu depan abangmu akan ikut pertandingan bela diri, jadi Ano harus ikut Handa Enan dulu, ya.""Ikut ... Ano ikut, Buna.""Disana akan lama sayang, Ano ikut Handa Enan saja dulu, ya. Pulang ke rumah angkasanya," bujuk Rania lagi dengan sangat pengertian. Rumah angkasa yang dimaksud adalah apartemen Renan yang bernuansa luar angkasa. Apalagi di bagian kamarnya, Vano sangat suka sekali karena terlihat seperti sedang berada di atas langit."Potokna Ano itut, Ano tidak mau ngan Handa Enan, Ano mau itut Abang dan Buna ke yumah atit," balasnya tak mau kalah. Kini,
Sejujurnya, Raihan tidak ingin berkata seperti itu, dia tahu sendiri, semasa pacaran mereka melakukan hubungan tubuh karena mereka saling mencintai, bahkan Rania tidak pernah membahas untuk dinaikkan nilainya saat Raihan menjadi asisten dosen di mata kuliah ilmu kebisnisan. Sungguh, Raihan sedang emosi sekarang."CIH! jangan termakan oleh ucapan wanita ular itu! Kau akan melihat sendiri bagaimana dia akan menghabisimu, tubuhnya bukan apa-apa. Kau bisa mendapatkan jalang yang lebih memuaskan ketimbang dirinya," ucap Raihan, lalu membuka kunci layar hp-nya. Disana satu pesan masuk dari Jihan. Wanita itu mengatakan bahwa dia telah siap dan Raihan akan menjemputnya untuk pergi berkencan.Mendengarnya, sekali lagi membuat hati Renan perih. Urat-urat lehernya pun mengeras, dia marah. Kenapa Raihan itu sangat bodoh sekali."Abang memang bodoh, kau akan menyesalinya suatu saat," kilah Renan. Punggungnya berbalik begitu saja, sudah tidak ingin mendengar kalimat jah
Maret, 2016.Raihan mencintai Rania, sangat."Kakak! Ingin pesan apa? Rania sedang di minimarket ini, sebentar lagi akan kesana," ucap gadis itu bersemangat sekali, terlihat dari nada bicaranya yang lantang dan antusias."Hah! Kok sudah disana, Kakak bilang kan tadi untuk menjemputmu, kau ini," balas Raihan sambil memakai Hodie-nya dan keluar unit apartemennya. Berniat menyusul kekasihnya itu yang berada diluar pada malam hari seperti ini."Hihi, hanya kejutan saja," ujar Rania sambil memasukkan cemilan ke dalam keranjangnya."Suka mengejutkan kau ini, Kakak menyusulmu sekarang."Sambungan telpon terputus. Laki-laki itu menyusulnya, tidak akan pernah bisa membiarkan bayi rusa itu diluar sendirian saat malam hari, akan sangat bahaya.19.30"Kakak! Kakak! Tangannya nakal sekali. Anya kan ingin fokus menonton," kilahnya saat tangan Raihan masuk ke dalam bajunya tanpa permisi, membuat Rania terkejut karena ada telapak tangan yang hangat menempel pada permukaan kulitnya."Sambil nonton, sa