Share

03. Mempermalukan Rania

"Jadi kau tidak merasa pelacur, ya? Apa menjajakkan tubuhmu untuk ayahku bukan sesuatu yang bisa disebut jual diri?"

Astaga, telinga Rania rasanya sangat sakit mendengar penuturan menyakitkan itu. Sebentar ia menolehkan kepalanya ke samping. Vano tidur di bawah sana dengan kasur lipatnya. Rania harap anak laki-lakinya itu tidak mendengar kata-kata kotor itu sekarang.

"Kenapa kau diam? Merasa, kan?"

Rania mendongak. "Aku tidak tahu lagi harus bicara apa. Aku akan datang, tidak perlu menambahkan kata pelacur, itu sangat menyakiti hatiku sebagai seorang wanita."

"Menyakiti? Siapa yang lebih sakit? Ibuku jauh lebih sakit ketimbang dirimu."

"Aku tidak menyakiti ibumu. Semua terjadi karena ulah ayahmu sendiri."

"K-kau-"

"Sudah ya, Bos. Ini bukan sesuatu yang boleh dibicarakan saat sedang bekerja." Rania membungkukkan tubuhnya dan kembali fokus pada layar komputer dan mengabaikan Raihan yang masih menatapnya jengkel.

***

Raihan menarik rambutnya frustasi. Sudah pukul 19.10 batang hidung Rania juga tidak muncul dihadapannya. Apa gadis itu sekarang mulai memberontak? Kolega-kolega dan investor perusahaan sudah berada di dalam gedung.

"Maaf, Pak. Saya telat," ucap Rania pelan. Wanita itu berbalut mantel tebal yang menutupi tubuhnya, wajar saja kan memasuki musim dingin.

Rania meninggalkan kedua putranya begitu saja. David berjanji akan menjaga Vano selama bunanya pergi.

"Ck, tidak konsisten. Masuklah, lepaskan mantelmu itu." Raihan berjalan mendahului Rania. Rania melepaskan mantelnya dan menitipkan pada penjaga di dekat resepsionis undangan. Rania mengenakan dress pemberian dari Raihan, dress yang cukup terbuka dan memiliki kesan sexy. Rania berjalan di belakang Raihan, membuntuti bosnya sampai ke dalam gedung perayaan pesta kolega dan investor.

Banyak pasang mata tertuju memperhatikan Rania, membuat Raihan tersenyum menang. Baik, memang wanita itu akan membuat banyak pria meliriknya, karena bentuk tubuh yang sangat ideal dan mantap.

Acara berjalan sampai kepuncaknya. Seseorang sengaja membuat Rania menjadi pusat perhatian.

"Jangan menghancurkan nama perusahaan," tekan Raihan di telinga Rania, saat salah satu investor terbesar mendekati Rania dan dirinya. Rania mengangguk pelan, sebenarnya ia takut sama laki-laki mata keranjang yang berjalan ke arahnya. Mana semua orang memperhatikan.

Pak Doni begitu mendetail memperhatikan Rania, Raihan sedikit menjauh. Dia akan membuat Rania sengsara malam ini, maka dia akan puas.

"Raihan, ini senjata kalian, ya? Hahaha," ucap Pak Doni sambil menyentuh tangan Rania dan mencium punggung tangan Rania. Wanita itu diam saja saat tangannya dicium.

"Iya, dia senjata perusahaan kami. Bukankah sangat menggoda dan bergairah," ucap Raihan dengan kekehan remehnya sekaligus menatap Rania yang kepalanya sudah menunduk.

"Aku akan menanam saham lebih besar jika diberi yang beginian." Tangan Doni berpindah memeluk bahu Rania dan membawa wanita itu menuju depan."

Rania dengan ragu-ragu mengikuti Doni ke depan. Rania akan diperhitungkan dan dilelang dengan uang. Raihan mengawasi saja. Dia rasanya juga sedikit terkejut karena Pak Doni berani membawa Rania ke depan.

"Ada yang berani menawarnya?" tanya Doni sembari menurunkan tali bahu dress Rania dengan gampang, membuat Rania mengepalkan kedua tangannya. Ingin melayangkan tinjuan, namun bisa menghancurkan nama perusahaan.

"10 juta deh, buat pegang tetenya," celetuk seseorang bernama Daegan. Dia memperhatikan dada Rania yang bajunya sudah hampir melorot ke bawah. Sontak, semua undangan terkekeh. Rania memejamkan matanya dan tertunduk lesu.

"Kenapa, sayang?" tanya Doni membawa dagu Rania mendongak. "Bukannya itu memang pekerjaan dirimu, kan?"

Seketika seluruh permukaan tubuh Rania bergetar, bayang-bayang masa lalu saat dia hampir dilecehkan berputar lagi dalam otaknya. Rania rasanya ingin kabur sekarang juga dan berteriak minta tolong. Namun apalah daya, bahkan dia disini menjadi tontonan.

"Mungkin kurang, 50 juta buat disentuh," celetuk Daegan lagi.

Mendengar penuturan itu, seketika mata Raihan terbelalak. Apa benar tindakannya ini? Apa boleh melecehkan Rania seperti itu? Apalagi tubuh gadis itu bergetar hebat, mengingatkan Raihan akan masa kelam Rania waktu itu.

"Kau menghargainya murah sekali, makanya dia murka," balas Pak Doni, kini tangannya berpindah menyentuh paha Rania. "Berapa sayang? 100 juta?" tanyanya sambil mengelusi paha Rania yang mulus dan terekspos itu. Sungguh menjijikkan bagi Rania, dirinya bahkan merasa kotor dengan perlakuan laki-laki brengsek hidung belang itu. Rasanya, ingin segera menghilang dan pulang ke apartemen untuk menemui kedua putranya yang mungkin sudah tertidur lelap.

Seseorang menyenggol lengan Raihan. "Nak Raihan, sudah cukup. Entah apa yang dibuatnya di masa lalu, sampai saat ini dia masih seorang perempuan yang tidak boleh dilecehkan begitu saja."

Raihan menolehkan kepalanya, mendapati Pak Bian dengan mata teduhnya.

"Dia wanita pekerja keras dan lembut, aku teringat putriku …. Aku bisa bayar berapapun jika aku ingin membeli wanita itu. Tapi aku tahu, kau orang yang tepat untuk menolongnya."

Tes! Tes! Tes! 

Air mata Rania jatuh begitu saja saat tangan Pak Pandu menjalar ke atas ingin menyentuh mahkotanya. Kaki Raihan mengayun begitu saja, matanya terus berfokus pada Rania yang bibirnya sudah bergetar hebat menahan tekanan mental dan ketakutan yang luar biasa. Dia merasa tidak akan ada yang bisa menolongnya. Bayang-bayang wajah David dan Vano berputar di otaknya. Dalam hatinya, Rania merafalkan kata maaf untuk kedua putranya.

Raihan terus berjalan dan fokus pada Rania yang sedang menangis. Terlepas dari itu, di masa lampau Raihan pernah menjaga wanita itu mati-matian dan tidak membiarkan wanita itu lecet sedikitpun karena Raihan mencintainya.

"Eng ... j-jan-"

Tas!

Raihan menepis tangan Pak Pandu.

"Maaf, aku memamerkannya karena dia senjata perusahaan, bukan untuk dilecehkan. Dia wanita yang sangat aku hormati. Kami menerima investor yang masih menggunakan otaknya dengan benar." Raihan menarik lengan Rania hati-hati dan membawa ke dalam dekapannya. Raihan memeluk pinggang Rania dan menaikkan tali bahu wanita itu secara sopan. Sungguh, Raihan tidak menyangka Rania akan tertekan dan

ketakutan seperti waktu dulu.

Raihan berbicara pada divisi lain untuk melanjutkan acara. Dia pergi begitu saja membawa Rania keluar dari gedung tersebut lewat pintu belakang. Semua pasang mata menatap kepergian Raihan dan Rania.

Pak Bian pun bernapas lega karena Raihan telah melakukan sesuatu yang benar. Raihan membawa Rania keluar, laki-laki itu menggenggam telapak tangan Rania dengan lembut.

"M-mantelku …," lirih Rania saat sudah berada di luar pintu belakang.

"Pakai jasku saja." 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status