Home / Romansa / Ayah Untuk Anakku / 03. Mempermalukan Rania

Share

03. Mempermalukan Rania

Author: bigelbul
last update Huling Na-update: 2023-10-28 15:21:36

"Jadi kau tidak merasa pelacur, ya? Apa menjajakkan tubuhmu untuk ayahku bukan sesuatu yang bisa disebut jual diri?"

Astaga, telinga Rania rasanya sangat sakit mendengar penuturan menyakitkan itu. Sebentar ia menolehkan kepalanya ke samping. Vano tidur di bawah sana dengan kasur lipatnya. Rania harap anak laki-lakinya itu tidak mendengar kata-kata kotor itu sekarang.

"Kenapa kau diam? Merasa, kan?"

Rania mendongak. "Aku tidak tahu lagi harus bicara apa. Aku akan datang, tidak perlu menambahkan kata pelacur, itu sangat menyakiti hatiku sebagai seorang wanita."

"Menyakiti? Siapa yang lebih sakit? Ibuku jauh lebih sakit ketimbang dirimu."

"Aku tidak menyakiti ibumu. Semua terjadi karena ulah ayahmu sendiri."

"K-kau-"

"Sudah ya, Bos. Ini bukan sesuatu yang boleh dibicarakan saat sedang bekerja." Rania membungkukkan tubuhnya dan kembali fokus pada layar komputer dan mengabaikan Raihan yang masih menatapnya jengkel.

***

Raihan menarik rambutnya frustasi. Sudah pukul 19.10 batang hidung Rania juga tidak muncul dihadapannya. Apa gadis itu sekarang mulai memberontak? Kolega-kolega dan investor perusahaan sudah berada di dalam gedung.

"Maaf, Pak. Saya telat," ucap Rania pelan. Wanita itu berbalut mantel tebal yang menutupi tubuhnya, wajar saja kan memasuki musim dingin.

Rania meninggalkan kedua putranya begitu saja. David berjanji akan menjaga Vano selama bunanya pergi.

"Ck, tidak konsisten. Masuklah, lepaskan mantelmu itu." Raihan berjalan mendahului Rania. Rania melepaskan mantelnya dan menitipkan pada penjaga di dekat resepsionis undangan. Rania mengenakan dress pemberian dari Raihan, dress yang cukup terbuka dan memiliki kesan sexy. Rania berjalan di belakang Raihan, membuntuti bosnya sampai ke dalam gedung perayaan pesta kolega dan investor.

Banyak pasang mata tertuju memperhatikan Rania, membuat Raihan tersenyum menang. Baik, memang wanita itu akan membuat banyak pria meliriknya, karena bentuk tubuh yang sangat ideal dan mantap.

Acara berjalan sampai kepuncaknya. Seseorang sengaja membuat Rania menjadi pusat perhatian.

"Jangan menghancurkan nama perusahaan," tekan Raihan di telinga Rania, saat salah satu investor terbesar mendekati Rania dan dirinya. Rania mengangguk pelan, sebenarnya ia takut sama laki-laki mata keranjang yang berjalan ke arahnya. Mana semua orang memperhatikan.

Pak Doni begitu mendetail memperhatikan Rania, Raihan sedikit menjauh. Dia akan membuat Rania sengsara malam ini, maka dia akan puas.

"Raihan, ini senjata kalian, ya? Hahaha," ucap Pak Doni sambil menyentuh tangan Rania dan mencium punggung tangan Rania. Wanita itu diam saja saat tangannya dicium.

"Iya, dia senjata perusahaan kami. Bukankah sangat menggoda dan bergairah," ucap Raihan dengan kekehan remehnya sekaligus menatap Rania yang kepalanya sudah menunduk.

"Aku akan menanam saham lebih besar jika diberi yang beginian." Tangan Doni berpindah memeluk bahu Rania dan membawa wanita itu menuju depan."

Rania dengan ragu-ragu mengikuti Doni ke depan. Rania akan diperhitungkan dan dilelang dengan uang. Raihan mengawasi saja. Dia rasanya juga sedikit terkejut karena Pak Doni berani membawa Rania ke depan.

"Ada yang berani menawarnya?" tanya Doni sembari menurunkan tali bahu dress Rania dengan gampang, membuat Rania mengepalkan kedua tangannya. Ingin melayangkan tinjuan, namun bisa menghancurkan nama perusahaan.

"10 juta deh, buat pegang tetenya," celetuk seseorang bernama Daegan. Dia memperhatikan dada Rania yang bajunya sudah hampir melorot ke bawah. Sontak, semua undangan terkekeh. Rania memejamkan matanya dan tertunduk lesu.

"Kenapa, sayang?" tanya Doni membawa dagu Rania mendongak. "Bukannya itu memang pekerjaan dirimu, kan?"

Seketika seluruh permukaan tubuh Rania bergetar, bayang-bayang masa lalu saat dia hampir dilecehkan berputar lagi dalam otaknya. Rania rasanya ingin kabur sekarang juga dan berteriak minta tolong. Namun apalah daya, bahkan dia disini menjadi tontonan.

"Mungkin kurang, 50 juta buat disentuh," celetuk Daegan lagi.

Mendengar penuturan itu, seketika mata Raihan terbelalak. Apa benar tindakannya ini? Apa boleh melecehkan Rania seperti itu? Apalagi tubuh gadis itu bergetar hebat, mengingatkan Raihan akan masa kelam Rania waktu itu.

"Kau menghargainya murah sekali, makanya dia murka," balas Pak Doni, kini tangannya berpindah menyentuh paha Rania. "Berapa sayang? 100 juta?" tanyanya sambil mengelusi paha Rania yang mulus dan terekspos itu. Sungguh menjijikkan bagi Rania, dirinya bahkan merasa kotor dengan perlakuan laki-laki brengsek hidung belang itu. Rasanya, ingin segera menghilang dan pulang ke apartemen untuk menemui kedua putranya yang mungkin sudah tertidur lelap.

Seseorang menyenggol lengan Raihan. "Nak Raihan, sudah cukup. Entah apa yang dibuatnya di masa lalu, sampai saat ini dia masih seorang perempuan yang tidak boleh dilecehkan begitu saja."

Raihan menolehkan kepalanya, mendapati Pak Bian dengan mata teduhnya.

"Dia wanita pekerja keras dan lembut, aku teringat putriku …. Aku bisa bayar berapapun jika aku ingin membeli wanita itu. Tapi aku tahu, kau orang yang tepat untuk menolongnya."

Tes! Tes! Tes! 

Air mata Rania jatuh begitu saja saat tangan Pak Pandu menjalar ke atas ingin menyentuh mahkotanya. Kaki Raihan mengayun begitu saja, matanya terus berfokus pada Rania yang bibirnya sudah bergetar hebat menahan tekanan mental dan ketakutan yang luar biasa. Dia merasa tidak akan ada yang bisa menolongnya. Bayang-bayang wajah David dan Vano berputar di otaknya. Dalam hatinya, Rania merafalkan kata maaf untuk kedua putranya.

Raihan terus berjalan dan fokus pada Rania yang sedang menangis. Terlepas dari itu, di masa lampau Raihan pernah menjaga wanita itu mati-matian dan tidak membiarkan wanita itu lecet sedikitpun karena Raihan mencintainya.

"Eng ... j-jan-"

Tas!

Raihan menepis tangan Pak Pandu.

"Maaf, aku memamerkannya karena dia senjata perusahaan, bukan untuk dilecehkan. Dia wanita yang sangat aku hormati. Kami menerima investor yang masih menggunakan otaknya dengan benar." Raihan menarik lengan Rania hati-hati dan membawa ke dalam dekapannya. Raihan memeluk pinggang Rania dan menaikkan tali bahu wanita itu secara sopan. Sungguh, Raihan tidak menyangka Rania akan tertekan dan

ketakutan seperti waktu dulu.

Raihan berbicara pada divisi lain untuk melanjutkan acara. Dia pergi begitu saja membawa Rania keluar dari gedung tersebut lewat pintu belakang. Semua pasang mata menatap kepergian Raihan dan Rania.

Pak Bian pun bernapas lega karena Raihan telah melakukan sesuatu yang benar. Raihan membawa Rania keluar, laki-laki itu menggenggam telapak tangan Rania dengan lembut.

"M-mantelku …," lirih Rania saat sudah berada di luar pintu belakang.

"Pakai jasku saja." 

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ayah Untuk Anakku   121. End

    "Eunghh- eohh!" Alvaro tampak akan menangis saat melihat wajah ayahnya. Tangan mungilnya terkepal saat sedang ingin dimandikan oleh nininya. "Renan," tegur Hani karena Renan terus melakukan permainan cilukba pada Varo. "Cilup, baaaaa," goda Renan lagi sambil membuka tutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Eungg- eoh- engg engg." "Renan! Anakmu ini masih berumur 14 hari! Belum bisa diajak bermain peek a boo!" marah Hani karena Renan tidak mengindahkan nasehatnya sejak tadi. "Uhuuuu, nini Varo suka malah-malah, ya sayang …," kilah Renan sambil menciumi perut Varo yang menggemaskan. "Eunghhh eohh," respon Varo dengan suara khas anak bayinya. "Kau menggoda cucuku terus. Bunanya sedang makan di dalam kamar, jika dia menangis kau sendiri yang akan membuat buna Varo terhalang untuk mengisi nutrisi di tubuhnya," ucap Hani sambil menjewer telinga Renan. "Aduh duh ... Varo liat ninimu sangat galak pada Handa ...." "Egh," respon si kecil pecah saat melihat handanya di jewer oleh

  • Ayah Untuk Anakku   120. Rania lahiran

    "S-sayang ... apa begitu sakit?" tanya Renan dengan suara yang bergemetaran. Wajahnya penuh keringat dingin dengan pancaran kecemasan yang luar biasa. Apalagi saat Rania berusaha memompa perutnya ke bawah dengan susah payah, semakin Renan tidak tahan untuk menumpahkan air mata pilu. "Euhhh ... huhhhh ... hahhhh!" Rania membuang napas sesuai anjuran perawat. Persalinan ini bukan yang pertama untuknya, sehingga Rania tidak terlalu cemas menjalaninya. Tapi .... Lihat, suaminya. Kaki laki-laki itu menjadi gemetaran dan tidak mampu berdiri lebih lama. Pertama kalinya dia melihat kekaguman luar biasa dari seorang wanita yang sedang bertaruh nyawa untuk melahirkan kehidupan baru. "Ibu tarik napas dan hentakkan ke bawah, pelan-pelan saja. Tidak perlu terburu-buru ...." pinta sang perawat di sisi kiri Rania. Perawat itu sejak tadi menggenggam tangan Rania dan diusap lembut sebagai penenang. "Hmmmmhhhh." Rania menarik napas dalam-dalam. "Haaaaaahhhhhh." "Lagi, Ibu ...." "Huhhhhhh ... hahh

  • Ayah Untuk Anakku   119. Mau lahiran

    Rania masih setia berada di dekapan sang suami pagi itu. Pikirannya masih bercabang akibat kejadian yang menimpanya barusan, tangannya masih terasa lemas dan sedikit bergetar. Sadar akan hal itu, Renan menggenggam telapak tangan istrinya dengan lembut. "Ibu sedang dalam perjalanan kesini, nanti aku antarkan pulang sebelum ke kantor," ucap Renan memulai percakapan lebih dulu. Rania menggeleng. "J-jangan ke kantor, izin saja. Ku mohon ...." Renan menghela napas. "Iya, aku hanya absen sebentar." Laki-laki itu merapikan rambut istrinya yang sedikit berantakan. "Bagaimana perasaanmu, sudah mendingan?" "Masih sedikit nyeri di bagian pantat ...," rengeknya dengan manja, mengadu pada sang suami bahwa tulang pantatnya sedikit sakit. "Nanti, aku oleskan salap pereda nyeri yang diberi dokter tadi." Rania mengangguk dan matanya menjadi lelah seperti ingin tertidur. "Mengantuk ... Buna mengantuk, Handa." "Ayo berbaring, Handa akan membantu Buna berbaring." Renan sudah bersiap untuk melepask

  • Ayah Untuk Anakku   118. Wanita baru?

    "Raihan punya pilihan sendiri, walupun tidak yakin untuk, tapi Raihan akan mencoba ...." Raihan memandang ayah dan bergantian. "S-siapa?" Hani ragu-ragu. "I-itu, sekretaris pribadi Raihan yang baru." Hani merasakan merasakan lega di hati. "Raisya? Yang kemarin siang dokumen ke rumah?" Raihan menggaruk belakang kepalanya, dia menjadi salah tingkah dan malu untuk merespon pertanyaan ibunya. "Tidak apa-apa. Anaknya sopan dan baik seperti Rania. Ayah setuju saja," ucap Haru yang mengerti kegugupan anaknya. "A-ah itu ... Raihan masih tidak yakin apa dia mau menerima Raihan ...." Hani menyentuh punggung tangan Raihan dan diusap lembut. "Berjuanglah, jalanmu lebih mudah sekarang, Nak ...." ungkap Hani menyemangati anaknya. Benar, jalan Raihan sekarang lebih mudah karena tidak ada halangan, tidak seperti dulu banyak penghalangnya antara dia dan Rania. "Terima kasih Ayah, Ibu ... Raihan akan mencoba membuka hati dan berjuang untuk gadis itu." *** Grup Atmadja. "Raisya, apa?" tanya

  • Ayah Untuk Anakku   117. Naik kuda

    Suatu hari di kediaman Renan dengan pemandangan senja yang menyenangkan dari jendela unitnya. "Enan sayang ....." Renan tidak melepaskan penglihatannya dari karikatur superman yang kepala dan tubuhnya secara terpisah. "Buna pasti ada maunya kalau sudah panggil sayang-sayang. Ada apa? Tas gucci lagi? Atau jaket gucci?" "Issss, memangnya Handa merasa diporotin ya kalau Buna minta barang-barang bermerek seperti itu?" Rania berjalan mendekati Renan yang sedang fokus pada karikatur superman tersebut. "Handa bekerja untuk Buna, kenapa Handa harus merasa diporotin? Memangnya kemana lagi uang Handa kalau bukan buat Buna?" Rania berusaha jongkok dan memeluk punggung laki-laki itu. "Buna, si kecil terjepit, apa tidak sesak seperti itu?" "Lembang village. Buna ingin ke lembang village ...." "Mau lihat apa disana? Mending ke kebun binatang, lebih jelas banyak binatang yang bisa dilihat." Rania terus memeluk punggung Renan. "Mau naik kuda, Buna ingin naik kuda di Lembang village." "Loh?"

  • Ayah Untuk Anakku   116. Perkara nafsu

    Renan menjadi diam seribu bahasa. Perkataan Rania sungguh ada benarnya. Setelah menikah, bahkan Rania tidak melakukan apa-apa pun Renan tetap bernafsu. Renan kembali memandang Rania dengan keberanian dan tatapan yang teduh. "A-aku bisa jamin itu, aku tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu khawatir." "Ini sudah sore, kau akan meninggalkan istrimu yang juga sedang hamil demi temanmu itu?" "Buna, tidak. Handa hanya sebentar melihat keadaannya. Hanya sebentar ...." "Ren, tidak bisakah kau mengerti perasaanku sedikit saja?" "Aku tahu aku salah." Rania menarik napasnya dengan dalam, lagi-lagi dia mengalah. "Pergilah, aku tidak melarang. Dari pada bayiku terguncang pertumbuhannya karena aku yang terus-terusan emosi, lebih baik aku diam." Rania menarik gagang pintu kamarnya dan masuk tanpa melihat Renan lagi. "B-buna ...." Stak. Pintu kamar tertutup rapat, bahkan bunyi pintu itu tidak keras. Biasanya orang yang suka emosi akan menutup pintu secara kasar. Yah, Rania membuat seoran

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status