Ombak-ombak menggulung-gulung mengenai bibir pantai. Sebuah jejak kaki membekas di bibir pantai. Telapak kaki itu menginjak pasir-pasir putih bersih. Putih seputih susu. Sedangkan warna air laut biru, sebiru langit. Pohon-pohon kelapa berdiri jauh di sana. Terdengar suara ombak yang melebur di bibir pantai. Menyisakan buih-buih putih.
Gadis kecil itu termenung di bibir pantai, sesekali melihat Sang Suami yang bersama perempuan lain. Ada rasa perih yang merayap. Perasaannya bagaikan suara ombak yang terombang-ambing. Dari tadi pagi, kebersamaan mereka di ganggu oleh perempuan yang pernah singgah di hati Sang Suami. Lelaki itu tak menolak saat Violet merangkul lengannya. Membiarkan Sang Istri tersakiti dalam diam menyaksikannya.Pria itu bangkit dari pasir. Butir-butiran pasir masih menempel di pantatnya. Melangkah menuju Sang Istri yang sibuk dengan pikirannya. Menarik tangan Ayuna. “Mau ke mana?”“Aku Haus.” VioletOmbak-ombak menggulung-gulung mengenai bibir pantai. Sebuah jejak kaki membekas di bibir pantai. Telapak kaki itu menginjak pasir-pasir putih bersih. Putih seputih susu. Sedangkan warna air laut biru, sebiru langit. Pohon-pohon kelapa berdiri jauh di sana. Terdengar suara ombak yang melebur di bibir pantai. Menyisakan buih-buih putih.Gadis kecil itu termenung di bibir pantai, sesekali melihat Sang Suami yang bersama perempuan lain. Ada rasa perih yang merayap. Perasaannya bagaikan suara ombak yang terombang-ambing. Dari tadi pagi, kebersamaan mereka di ganggu oleh perempuan yang pernah singgah di hati Sang Suami. Lelaki itu tak menolak saat Violet merangkul lengannya. Membiarkan Sang Istri tersakiti dalam diam menyaksikannya.Pria itu bangkit dari pasir. Butir-butiran pasir masih menempel di pantatnya. Melangkah menuju Sang Istri yang sibuk dengan pikirannya. Menarik tangan Ayuna. “Mau ke mana?”“Aku Haus.”Violet
Lampion-lampion bertebaran di atas langit. Bagaikan bintang-bintang. Begitu banyak dan indah. Hembusan angin malam begitu besar. Membuat banyak orang yang merapatkan jaket untuk menghangatkan tubuh. Sambil mendongak ke atas menatap langit yang begitu mempesona dengan banyaknya lampion berwarna keemasan.Di bawah sinar keemasan dua pasangan suami istri itu merapatkan tubuh. Sang Pria menempelkan bibirnya pada bibi istrinya. Dunia terasa milik berdua. Namun, pernafasan Ayuna seakan akan habis karena ulah Eugene. Buru-buru Ayuna mendorong tubuh Eugene keras. Akhirnya pria itu menyudahi perbuatannya. Memandang Eugene horor. Seperti tak terima dengan perbuatan Eugene padanya. Namun, kesalahan ini berawal dari dirinya sendiri karena mencium lebih dulu. Walaupun niat awal untuk memberi hadiah Eugene. Namun, pria itu seperti salah tangkap.“Yuna enggak suka.” Ayuna membalikkan badan dan berlari dengan langkah panjang meninggalkan pasir putih. Lang
Kabut-kabut putih mengantung di langit. Sang Penerang terbangun dari tidur. Tersenyum lebar pada bumi. Semilir angin laut menerbangkan gorden berwarna putih. Meniup-niup wajah Ayuna yang tengkurap dengan air liur yang menetes di bantal. Saat sinar mentari menebus jendela Resort membuat ke dua kelopak mata Ayuna silau. Ia menutup cahaya dengan punggung tangan. Mata itu belum bisa menetralkan cahaya matahari.“Silau!” Gadis itu berbalik badan . Hendak menarik bantal yang ada di sampingnya. Samar-samar ia melihat tubuh setengah telanjang Eugene yang berada di sampingnya.“Ih masak enggak dingin, tidur gak pakek baju,” cicit Ayuna. Gadis itu mencari guling untuk menjadi pelindung dari cahaya penganggu itu. “Gulingnya jauh amat di samping Mas Eugene.” Saat Ayuna bangun. Ia baru sadar bahwa dirinya tak memakai sehelai benda satu pun.“Aaaa!” teriak Ayuna sambil menarik selimut menutup tubuh sentilnya. T
Eugene menutup telefon. Mengamati tajam pintu kamar mandi. Ia akan meninggalkan gadis itu. Ada sebuah kasus yang menunggu di kota. Dan dirinya di suruh bertugas segera. Meninggalkan Sang kekasih. Eugene mengambil tas mengambil tas dan memasukkan baju-baju yang mungkin di butuhkah ketika pulang . Setelah selesai ia merapikan kemeja dan rambut. Menatap pintu kamar mandi, melangkah dan mengetuk pintu. Namun, tak ada jawaban dari Ayuna. Mungkin gadis itu marah atau benar-benar tak mendengar. Namun, ia tak bisa lama-lama karena pesawat Pribadi milik Sang Papa menunggu. Eugene dirinya harus meminjam pada Ruth, karena lelaki tua itu memiliki sesuatu yang tidak di miliki oleh banyak orang.Mengambil tas dan melangkah panjang meninggalkan Resort. Di pintu keluar kamar, tak sengaja ia berpapasan dengan seorang pelayan. “Tunggu!” Perempuan anggun itu terdiam dan berbalik badan.“Boleh saya mintak kertas dan pensil.” Pelayan itu menyobek buku yang ia bawa. Eugene mengambilnya
“Selamat Siang Mbak Yuna?”Ayuna dan Wanda saling melempar pandang. Mereka berdua sama-sama tidak mengenai Pria berbaju necis yang ada di depannya.Wanda mendekatkan bibirnya ke telinga Ayuna, “Siapa dia Yun?”“Yuna juga gak tahu,” balas Yuna dengan berbisik. Lay pun sudah selesai mengeluarkan koper. Menyeret koper ke Ayuna, lelaki itu tak kalah terkejut.“Siapa dia Ayuna?” Mereka berdua bergidik karena tidak mengetahui.“Perkenalkan nama saya Budi.” Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. “Bu Emma ingin bertemu dengan Anda?” jelas Budi tujuannya di rumah Ayuna.“Tante Emma, bukankah ada di kampung Pak?”Budi menggeleng keras. Menunjukkan gurat kesedihan yang sulit di artikan. Membuat Ayuna ikut panik. Bagi Ayuna, Wanita itu adalah pengganti orang tuannya. Dan satu-satunya orang yang paling berharga di hidupnya. Sontak Ayuna memegang bahu Budi, “Di mana Tante Emma Pak?”“Mari ikut saya?” Budi mempersilahkan Ayuna
Awan-awan gelap masih mengantung di atas langit dengan sempurna. Melindungi matahari dengan kabut-kabut kelabu miliknya. Langi seperti hendak menangis, namun tangis itu tertahankan sesaat. Berapa menit akan tumpah membasahi bumi.Ayuna dan Wanda masuk ke dalam kamar ICU. Kamar yang di peruntukan oleh pasien yang kritis. Kaki Ayuna sesaat kaku, mulutnya bergetar. Gestur wajahnya sedih. Air mata berderai. Di susul dengan kaki lemas yang hendak jatuh. Untung ada Wanda di samping Ayuna. Ia membimbing Ayuna untuk bangkit. Kedua gadis itu melihat seseorang wanita yang tak asing berbaring kaku di atas ranjang. Dengan selang-selang dan kabel-kabel di seluruh bagian tubuhnya. Dengan susah payah, wanita itu menoleh. Menatap sendu. Tersenyum samar di balik peralatan medis.“Tan-te...” rintih Ayuna sambil memeluk Emma. “Tante ngapain di sini? Ayuk pulang sama Yuna. Tante jangan bercanda dong, bercandanya enggak lucu.” Ayuna bangkit dan menatap wajah Emma ta
Hujan rintik-rintik lama-lam menjadi sangat lebat. Saat hujan turun seharusnya kita bersyukur. Karena nikmat tuhan berada di kaki hujan. Dengan derasnya hujan seseorang bisa menyembunyikan tangis, kegembiraan secara bersamaan. Tak ada seorang pun yang menyadari. Sebuah payung berada di bawah pohon, di pegang oleh Lelaki yang senantiasa memandang lurus ke depan. Mengamati seorang gadis yang masih meratapi kepergian wanita berumur tiga puluh tahunan itu.Dengan jelas, Eugene masih melihat Sang Istri masih memeluk pusara Tante Emma. Eugene menghelai nafas berat, di sana pasti dingin. Tapi gadis itu tak mau pergi. Setelah hampir setengah jam di kuburan. Ayuna dengan tertatih-tatih bangkit. Sang suami segera menyusul. Namun, Ayuna tiba-tiba lemas dan jatuh pingsan. Sontak Eugene menjatuhkan payung dan menghampiri tubuh Ayuna lemas di atas tanah basah dan wajahnya di tampar oleh hujan lebat. Dengan sigap, Eugene mengendong Ayuna. Tak peduli Bajunya saat ini ikut basah,
Waktu terus berputar. Hari-hari telah berlalu. Minggu ke sedihan sudah hilang. Sekarang satu minggu sejak kematian kedua orang tuannya. Dan juga hampir 12 purnama kematian kedua orang tuanya. Sedih masih menderai dalam dada. Namun, Ayuna adalah seorang gadis yang pintar menyembunyikan perasaannya. Semua orang menganggap dirinya selalu bahagia, padahal dalam jiwanya ia menyimpan luka yang entah kapan akan berlalu. Dalam satu pekan di dalam mimpi selalu di penuhi mimpi-mimpi buruk yang selalu mengawali malam. Dan pada akhirnya memeluk Eugene untuk mendambakan ketenangan.“Tenang lah!” Eugene memeluk Ayuna saat gadis itu kembali bermimpi buruk. Menenangkan lewat kata-kata dan kecupan malam.Eugene merebahkan Ayuna di ranjang. Lalu memeluknya. Memberi kehangatan pada tubuh mungil gadis itu. “Mas jangan pergi!”“Iya saya enggak mungkin pergi.” Jam sudah menunjukkan pukul empat subuh. Saat ayam-ayam kokok baru terbangun dari tidur. Eugene terus saja memeluk A