Share

Bab 3

Penulis: Ayaa Humaira
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-26 16:50:25

Kulangkahkan kaki menuju motor kembali, Dahlia sudah hendak masuk kedalam rumah ibu, namun urung dia lakukan. Beruntung Dahlia yang tadi sempat berbincang dengan mbak Yuli, tidak mendengar ucapan ibu.

"Gak ketemu ibu dulu sama mbak Tika?"

"Mbak Tika mungkin sudah di rumah mas Rahmat." Aku memundurkan motor hingga ke tepi jalan, sementara Dahlia mengekor dibelakangku.

"Itu berasnya kenapa diletak diteras mas? Nanti dimakan ayam?"

"Ruang tamu ibu penuh Dek, jadi mas tarok disitu dulu," bohongku.

Aku tuntun motor menuju rumah mas Rahmat yang hanya berjarak 500 meter dari rumah ibu. Dahlia berjalan disamping kananku dengan menjinjing tas yang sudah mulai usang.

Rumah mas Rahmat sudah dipenuhi orang. Dahlia menurunkan bawaan dan langsung berbaur dengan ibu-ibu yang tengah memasak.

"Eh Lia, sini masuk." Terdengar suara mbak Atin--istri mas Rahmat mempersilahkan Dahlia masuk, sementara aku berbaur dengan bapak-bapak yang sedang memasang tarup. Setelahnya aku tak mendengar lagi celoteh ibu-ibu didapur.

Acara aqiqah rencananya akan dilangsungkan ba'da Isya. Sore menjelang Magrib tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya, aku dan bapak-bapak langsung meneduhkan kursi yang terkena iar hujan. Halaman menjadi becek karena air juga ikut masuk hingga bawah tarup.

Mas Joko berinisiatif membuat siring dadakan agar air tak menggenang. Akupun turun tangan ikut membantu. Nasib baik, hujan turun tidak lama. Setelah air surut, kami menyusun kembali kursi-kursi yang akan digunakan caara nanti malam.

Aku ke dapur untuk mencari keberadaan Ridho, tetapi tak kunjung kutemukan. Kulihat Dahlia sedang menggoreng kerupuk.

"Dek, lihat Ridho gak?" tanyaku pada Dahlia, wanita itu menoleh. Matanya sedikit sembab, mungkin karena asap tungku yg digunakannya untuk menggoreng kerupuk.

Disini memang sudah biasa menggunakan tungku kayu jika ada acara, agar menghemat gas. Disamping itu, keberadaan kayu bakar juga masih banyak, tinggal mencari di kebun.

"Tadi pamit mau mandi di rumah Farid mas," jawab Dahlia, tangganya masih sibuk membolak-balikan kerupuk agar tidak gosong. Sesekali dia berdiri dan membalik mie bihun yang sedang dia masak dikuali besar disampingnya.

"Oh, ya udah biaralah dia main disana, kamu kok sendirian goreng kerupuknya? Yang lainnya pada kemana?" Setelah kuperhatikan Dahlia hanya sendiri bekerja didapur, mengerjakan banyak masakan sendiri.

"Pada pulang mas, mau pada mandi dulu katanya."

"Kok gak gantian pulangnya?"

"Gak apa-apa mas, mungkin sebentar lagi mereka pada datang." ujarnya.

"Mas kedepan lagi ya, mau angkut minuman gelas."

"Iya mas." Dahlia menjawab tanpa menoleh. Tangannya masih dengan aktivitasnya tadi. Sesekali Dahlia menyeka keringat yang membajiri wajahnya.

Sebelum aku sambung pekerjaanku, aku pergi kerumah Farid untuk melihat keberadaan Ridho sekalian memantau apakah Ridho sudah mandi atau belum.

Jalanan becek membuatku harus hati-hati dalam melangkah, terkadang aliran tanah yang menjadi genangan memiliki tekstur lembut diatas keras dibawah, jadi jika terpijak bisa membuat kaki tergelincir.

Dirumah Farid, ternyata Ridho sudah mandi, dan sekarang sedang makan nasi berkat dari mas Rahmat.

"Eh mas Guntur," sapa mbak Misna--ibunya Farid.

"Iya Mbak, mau cari Ridho, udah mandi belum ya dia."

"Oh, sudah mas, tadi gantian sama Farid, biarin aja dia disini mas, mau nginap sini katanya."

"Duh nanti malah ngerepotin Mbak," ujarku, merasa tak enak.

"Gak kok Mas," jawab mbak Misna.

Karena Rhido kekeh mau nginap di rumah Farid, akhirnya aku kembali kerumah mas Rahmat untuk melanjutkan persiapan aqiqah.

Setelah selesai persiapan, aku numpang mandi dibelakang, ternyata aku lihat Dahlia masih kerja sendiri tanpa ada yang membantu, sebenarnya kemana ibu-ibu yang lain, padahal tadi kulihat mbak Misna tengah asyik nonton TV.

"Dek, kamu masih sendirian?"

"Iya Mas, mana masih banyak kerjaan. Gak tahu nih pada kemana ibu-ibunya kok gak balik-balik." Dahlia menghela nafasnya. Tampak sekali dia kelelahan.

"Apa lagi yang belum dek? Biar mas bantu."

"Bungkusin nasi belum Mas."

"Duh Mmas gak bisa kalau bungkusin nasi, coba mas tanya sama Mbak Atin atau mas Rahmat dulu dek."

Tanpa menunggu jawaban dari Dahlia, akupun ke rumah utama dimana Mbak Atin berada.

"Mbak, itu kemana ibu-ibunya kok Dahlia masak sendiri dibelakang."

Mbak Atin mengeryitkan dahinya, "Lho masa toh Tur, tadi masih rame pas aku kebelakang."

"Iya mbak, katanya pada pulang mau mandi, tapi sampai sekarang gak balik-balik lagi, kata Dahlia masih banyak kerjaan. Aku mau bantu, tapi gak ngerti kerjaan dapur."

"Yaa Allah, coba aku telfon mamak dulu Tur."

Mbak Atin meraih gawai yang diletak disamping box bayinya. Kemudian menekan tombol nomor telepon, tak berapa lama suara khas ibu-ibu terdengar dari sebrang.

"Ngapa Tin?" Suara bu Harni terdengar, karena mbak Atin menyalakan speakernya.

"Mamak dimana? Kok dapur cuma ada Dahlia?"

"Dirumah Tin, nanti mamak kesana sesudah Magrib ya "

"Lho, kerjaan belum selesai kata Dahlia mak, dia sudah kelelahan dari tadi masak sendiri."

"Kata Tika tadi sudah semua, tinggal nyusun jajanan dipiring aja, tadi dia wa di grup RT katanya datang habis Magrib aja."

Deg ... Seketika aku menajamkan pendengaran untuk mendengarkan obrolan mbak Atin dengan ibunya.

"Halah, mbak Tika kok dipercaya, sengaja dia mau ngerjain Lia itu, mamak kesini ya, aku masih lemes soalnya mau bantu-bantu."

"Owalah, Tika! ya ya, mamak kesanan." Terdengar bu Harni menggerutu.

Setelah mbak Atin menutup telfonnya, segera aku bertanya mengenai mbak Tika, apa maksudnya dengan kata-kata sudah biasa.

"Mbak, maksud mbak Atin tadi gimana ya? Mbak Tika sengaja ngerjain Dahlia?" Emosiku sudah mulai tersulut, mendengar Dahlia dikerjai.

"Eh Tur, kamu masih disini?"

"Iya Mbak, kan aku nunggu kabar ibu-ibu yang bantu Dahlia."

"Eh gak, kan mbakmu itu suka galak sama Dahlia." Aku hanya tersenyum masam, lalu kutinggalkan mbak Atin dengan anaknya yang sedang tidur didepan TV.

Apa iya mbak Tika segitunya sampai membuat Dahlia kewalahan sendiri, kalau kerjaannya gak beres kan mbak Atin juga yang malu.

Aku lanjutkan rencanaku untuk mandi, dibelakang sudah ada mbak Yuli, tetangga sebelah mbak Atin. Terdengar mereka tengah berbincang.

"Masa to Mbak, mbak Tika bilang gitu? Kalau tamu udah datang tapi disini belum beres kan yang malu bukan aku, tapi mbak Atin, dia niatnya mau ngerjain aku tapi imbasny pasti ke mbak Atin sama mas Rahmat," ucap Dahlia disela-sela aktivitasnya.

"Iya lho Li, ini lihat chatingan-nya." terlihat mbak Yuli menunjukkan gawainya.

Aku hanya memperhatikan mereka dari juah. Sebenarnya ada apa dengan mbakku itu, selama ini Dahlia tidak pernah membuat salah apapun sama mbak Tika.

Kutinggalkan mereka yang masih berbincang, tak enak rasanya mendengar pembicaraan orang apalagi ibu-ibu.

Malamnya aqiqah berjalan dengan lancar, hingga acara selesai, baik ibu dan mbak Tika apalagi Fika tak lagi muncul untuk bantu-bantu. Hanya mas Rendi dan Guruh yang datang memenuhi undangan mas Rahmat.

Pukul sembilan malam, hujan mulai turun lagi, aku memutuskan untuk menginap disini, karena malas kalau menginap dirumah ibu, pasti ada mbak Tika dan Fika, otomatis Dahlia semakin terpojok disana nanti.

Setelah subuh aku jemput Ridho dirumah Farid, karena harus pulang ke rumah, pukul tujuh aku masuk kerja.

Dahlia sudah siap, mbak Atin membawakan banyak sekai makanan sisa acara semalam. Kami pulang saat matahari belum muncul kepermukaan.

"Mas, mampir kerumah ibu dulu, aku mau kasih jajanan ini sekalian pamit."

"Iya dek," jawabku singkat.

Rumah ibu ternyata masih sepi, hanya ayamnya yang sudah berisik, ayam-ayam ibu memamg tidak pernah dimasukan kekandang.

Ayam-ayam itu tengah memakan susuatu dirteras. Semakin mendekat aku baru sadar jika yang dimakan unggas itu adalah beras yang kami bawa kemrin.

"Astaghfirullah," gumam Dahlia.

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 70

    Guruh mendudukan ibunya di kursi khusus pelanggan, "Mbak tolong pangkas habis rambut Ibu saya!""Hah? Jangan! Jangan lakukan itu pada Ibu, Ruh!" Tega kamu Ruh. Darinkecil Ibu sayang-sayanh, udah besar, mentang-mentang kamu udah bisa cari uang sendiri malah mau berbuat seenaknya sama Ibu," Sri masih saja meronta-ronta.Pegawai salon hanya bingung melihat Guruh dan ibunya. Mereka belum berani mendekat. Mereka hanya berbisik-bisik antar sesama karyawan.Sri semakin meronta ketika melihat seseorang di luar salon tampak tengah merekam aksi Guruh yang ingin membotaki rambunya. Wanita paruh baya itu teriak meminta tolong untuk melepasnya dari Guruh."Tolong, anak saya mau membotaki rambut saya," ujar Sri.Pria jangkung itu akhirnya geram melihat seseorang yang tengah merekamnya. Dia bergerak menuju pintu masuk salon dan menghardik perekaman video itu."Apa? Kalian mau memviralkan saya?" Melihat Guruh melotot, orang tersebut langsung mematikan kameranya. Dan tanpa berkata sepatah katapun dia

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 69

    ****Dua tahun kemudian "Sin, Mbah minta ayamnya sedikit saja.""Ngak boleh, kata Mama, Mbah tu cuma boleh makan tempe goreng!" Wanita tua itu hanya menelan ludahnya berkali-kali karena melihat sang cucu menikmati gurihnya ayam krispi. Sudah sangat lama sekali Sri ingin sekali mencicipi ayam berbalut tepung yang renyah itu. Suara krenyes-krenyes di dalam mulut Sindi membuat liur Sri tak mampu ia tahanNamun angan hanya tinggal angan, ketika Sindi sang cucu lebih memilih memberikan sisa ayamnya kepada Cery--kucing kesayangannya dibanding memberikan oada neneknya.Hati Sri berdesir melihat pemandangan itu, teringat kejadian beberapa tahun silam, ketika dia lebih memilih memberikan beras yang dibelikan Guntur anak tengahnya kepada ayam kesayangan."Yaa Allah, apa ini balasan untukku?" Lirih Sri dalam tangisnya.Sudah dua tahun terakhir, Sri tinggal besama Guruh, anak bungsunya. Dan selama itulah dia hanya memakan makanan sisa anak dan menantunya makan. Bahkan lezatnya ayam gorengpun sud

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 68

    "Nah ini orangnya datang." Ternyata di sana ada Fahri dan keluarganya. Apa mereka tengah membicarakan perihal tanah itu?Aku dan Dahlia dipersilahkan masuk oleh Ibunya Nia. Wanita berjilbab instan itu kemudian masuk ke dalam dapur.Di ruang tamu rumah orang tua Nia ada Fahri dan juga kedua orang tuanya. Laki-laki itu menatap sinis ke arahku. Sementara Nia tidak terlihat. Mungkin dia sedang menidurkan bayinya.Beberapa saat kami hanya saling diam. Aupun bingung harus memulai dari mana. Karena aku dan Dahlia merasa tidak enak jika memamg mereka datang untuk membicarakan masalah rumah tangga Nia dan Fahri.Fahri yang tadinya terlihat seperti ingin menerkamku, kini laki-laki itu diam seribu bahasa. Hanya menatap tak suka dengan kehadiranku dan Dahlia."Maaf, Pak. Saya boleh menyusul Ibu ke dapur," ucap Dahlia akhirnya membuka suara"Oh. Silahkan Lia. Itu si Nia lagi di kamar, tadi anaknya rewel," jawab Bapaknya Nia.Dahlia memang sudah akrab dengan orang tua Nia sejak mereka SMA dulu. Da

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 67

    Aku tidak peduli dengan jal*ng itu. Dia sudah kuceraikan.""Jangan bercada kamu Fahri!"Fahri melirikku sinis, "sudah jangan banyak bicara! Sekarang katakan kau setuju yang mana?"Aku menatap laki-laki bermata bengis itu sejenak. Sepertinya pria ini tidak bisa di ajak berunding. Percuma saja aku menghubungi Nia, toh dia sudah di cerai dan tanah itu memang belum balik nama atas nama dia.Aku kira hanya dengan surat kuasa, maka semuanya akan beres, ternyata Nia memalsukan surat itu."Aku akan berunding dengan Dahlia terlebih dahulu," jawabku kemudian."Oke, satu hari. Kalau sampai besok belum juga ada keputusan, maka semua yang ada di sini akan aku robohkan rata dengan tanah!""Iya," jawabku. Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan keluar tanpa berpamitan.Aku menarik nafas panjang dan kuhembuskan perlahan. Bersamaan dengan itu, Dahlia masuk tanpa Mariam di gendongnnya. Sudah di pastikan anak bayi itu sudah menjadi bahan candaan para karyawan di depan."Mas, ayo pulang!" Tiba-tiba Dahli

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 66

    Guruh bicara tanpa jeda. Nada bicaranya sangat tinggi dan berapi-api. Sementara taku hanya terdiam mendengar penuturan adik bungsuku itu. Apa maksud semua yang di bicarakan Guruh? Aku benar-benar tak mengerti."Maksud kamu apa, Guruh?" bentakku."Halah, nggak usah pura-pura beg0 gitu, Mas. Kurang apa lagi sih Ibu di mata kamu? Di sudah berubah, tapi kamu malah buang Ibu. Kamu mau balas dendam, hah?" teriak Guruh di seberang telepon. Pernyataannya semakin membuatku tak mengerti apa yang sedang terjadi."Hei, Guruh. Jangan belibet. Ngomong yang jelas!" balasku"Memang, kalau dari dulu pembawa sial ya seperti ini!" Tut ... Tut ... Tut. Sambung telepon di putus sepihak. Hampir saja kata-kata kasar keluar dari mulutku. "Astaghfirullah," ucapku sambil mengelus dada, menahan amarah yang sudah sampai ubun-ubun. Dahlia mendekat dan mengusap bahuku pelan, "ada apa, Mas? Kenapa ngomongnya sampai teriak-teriak begitu?""Ini si Guruh, bilang kalau aku buang Ibu. Apalah yang Ibu katakan sama Guru

  • BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI    Bab 65

    Sepeninggalan Ibu, aku da Dahlia bersiap untuk membuka kedai yg ada di depan rumah. Jam delpan, Mariam sudah tidur serelah di mandikan Dahlia.Bayi berumur tujuh bulan itu memang suka bangun di kala subuh dan akan tidur setelah makan dan mandi pagi. Siang setelah dzuhur bisanya dia akan tidur lagi. Begitulah rutinitasnya setiap hari. Kesempatan itu Dahlia ambil untuk mempersiapkan jualan mie ayam kami. Selesai mempersiapkan jualan, aku langsung berangkat menuju kedai pinggir pantai. Di sana bisanya ramai ketika jam makan siang. Jadi dari jm sepuluh pagi sampai jam sebelas waktunya santai-santai, karena di jam-jam tersebut, pelanggan masih sepi.Jam sembilan kurang aku sudah sampai di kedai pinggir pantai. Di sana beberapa karyawan sudah menunggu. Mereka langsung menurunkan barang yang sudah aku siapakan di rumah. Sembari mengawasi para karyawan, aku membuka laptop untuk mengecak penjualan yang roti milik Haji Mansur. Aku lihat sekilas omset di toko roti milik Haji Mansur mengalami p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status