Putri Tirza Antara, berjalan dengan wajah tersenyum menemui Pangeran Avdar. Gadis itu terlihat penuh dengan aura bangsawannya yang murni, anggun dalam pakaian putri dengan kerah tunggi dan jubah menjuntai biru di hiasi batu permata halus."Kau sudah kembali," Pangeran bermata hitam itu membalas senyum Tirza, meraih tangan gadis itu dan membimbingnya duduk di pendopo gedung putra mahkota."Semuanya berjalan dengan baik,""Aku sudah mendengarnya, dan aku turut bahagia untukmu, Tirza." Sang Pangeran menghela napas sebentar, lalu menatap Tirza dengan pandangan yang penuh damba sekaligus tak percaya, "Kau kembali padaku, sesuai janjimu." ujarnya.Tirza mengangguk. "Seorang ksatria harus memegang janjinya.""Apakah dengan ini kau bersedia..." Pangeran Avdar menggantung kalimatnya, menatap dengan lekat sepasang mata biru indah gadis di hadapannya lalu melanjutkan dengan hati -hati,"Apa kau bersedia untuk menikah denganku?"Tirza tak langsung menjawab pertanyaan penuh harap itu. Gadis itu ta
Sepasang mata cowok tinggi berambut merah kepirangan, di balik kaca mata tebal itu tampak mengerjab beberapa kali, didepan gerbang sekolah SMA Persada Bangsa. Kemudian dia melangkah sambil menunduk memasuki halamannya, membuat siswa-siswi yang tersebar di seluruh penjuru sekolah mengarahkan pandang kepadanya dengan berdecih dan sorot mengejek. Bagaimana tidak? Penampilan cowok itu sangat culun dan menyedihkan. Aura lemah yang menyertainya tentu saja memancing para 'predator' sekolah yang haus darah untuk datang dan melakukan penindasan.Nun di parkiran sekolah, tiga orang pemuda berseragam sudah mulai memasang muka bengis dengan seringai penuh arti."Murid baru yang satu ini sepertinya menarik..." gumam salah seorang dari antara mereka, cowok itu berwajah lumayan, namun matanya yang licik membuat orang tidak terkesan pada kegagahan parasnya. Namanya Rubby. Dia terkenal sebagai ketua geng pembuli yang senang berbuat onar. Kedua cowok yang saat itu bersamanya adalah Tio dan Fandy, dua
Kelas Sepuluh A terdiri dari 40 siswa yang rata-rata berotak cerdas. Tidak menjadi rahasia lagi kalau kelas A selalu ditempati oleh murid ber IQ lumayan, sementara kelas lain menampung para 'murid buangan' alias gagal seleksi, meski tidak bisa dikatakan bodoh.Meski demikian, bukan berarti kelas A adalah tempat para pelajar kutu buku berkacamata tebal yang hanya peduli pada rumus matematika dan fisika.Kelas A rata-rata diisi komunitas borjuis berpenampilan menarik disamping pandai.Ketika Daniah dan Bayu masuk, kelas itu sudah cukup sesak. Bayu memilih tempat duduk pada deret ke tiga sudut sebelah kanan, sementara Daniah tepat didepan Bayu.Para murid 10 A sibuk berkenalan sana sini untuk membangun keakraban. Ada beberapa siswa maupun siswi yang menyalami Daniah sambil menyebutkan nama, dan disambuti gadis itu dengan senang hati."Asmira," seorang gadis bertubuh sedang, berkulit coklat terang dan berwajah seperti orang India mengulurkan tangannya pada Daniah."Daniah,"Gadis itu melir
Pagi itu, Bayu kembali memasuki halaman sekolah dengan langkah pelan, kepala menatap tanah. Beberapa siswi yang sempat melihat cowok berkacamata itu keluar dari mobil mahal tak tahan untuk merumpi dan bertanya-tanya. Siapa sebenarnya si culun ini? Apakah dia putra seorang konglomerat? Atau mungkin dari golongan crazy rich?Meski begitu banyak dugaan, namun tak ada seorangpun yang mau mendekati Bayu apalagi bertanya atau mengajaknya berkenalan. Bayu sendiri tampaknya tidak peduli dengan sekelilingnya. Dia terus berjalan, naik ke lantai dua menuju kelas 10 A, dan menaruh tasnya disana. Suasana kelas masih cukup sepi, baru satu dua orang yang datang. Bayu melirik arlojinya. Masih ada waktu 20 menit sebelum bel masuk. Cowok ini membetulkan letak kacamatanya sebentar kemudian melangkah keluar dari kelas dan menuju ujung koridor lantai dua, dimana disana tampak sebuah pintu tertutup dengan papan keterangan yang menggantung di sisi kiri pintu. Perpustakaan/Library. Tempat favorit apa lagi ba
Daniah masih berdiri menunggu didepan gerbang sekolah. SMA Persada Bangsa sudah mulai sepi. Gadis berkacamata tipis itu celingak-celinguk, namun kendaraan jemputannya belum juga tiba. Sambil memasang wajah masam, dia berpaling ke halaman sekolah dan terkejut melihat sosok Bayu melangkah keluar gerbang. "Bayu!" Daniah segera mendekat. Matanya membeliak melihat penampilan cowok itu yang berantakan dan belepotan lumpur. "Kacamatamu mana?" tanya Daniah. Cowok itu mengangkat kepalanya, namun dia tidak memandang Daniah. Tanpa menjawab, Bayu mengeluarkan handphonenya, lalu menelpon seseorang."Roy, dimana?" tanyanya begitu tersambung."....""Aku menunggumu di gerbang."Bayu mematikan handphonenya, lalu berpaling pada Daniah. Gadis itu tertegun. Shit! Tanpa kacamata, wajahnya benar-benar tampan! Mata hazelnya kayak shining! O my God!"Kenapa kau belum pulang?" pertanyaan Bayu menyentakan gadis itu dari keterpukauan-nya."Ada sedikit masalah. Mungkin jemputanku masih setengah jam lagi." ja
Pemuda tampan itu tegak diatas balkon rumah mewah bernuansa klasik tersebut sambil memandang ke arah taman. Kegelapan malam yang mulai turun tampak bersanding eksotis dengan gemerlap lampu taman di bawah sana. Dibelakangnya, seorang cowok bermata coklat menunduk khidmat."Dia bertindak secara luarbiasa, diluar perintahku." kata pemuda didepannya. Dia membalik. Pencahayaan yang suram menimpa sosoknya yang tinggi sempurna, sepasang matanya bagai manik bintang yang penuh wibawa, memancarkan kekuatan dan ketenangan dalam waktu bersamaan.Meski dia memakai pakaian santai biasa, namun setiap orang akan merasakan aura seorang raja menguar dari dalam dirinya, padahal usianya masih sangat belia."Harap Yang Mulia tidak marah." Si mata coklat merapatkan telapak tangannya diatas kening, khas hamba sahaya jaman dahulu menghadap rajanya."Putri mengkhawatirkan Yang Mulia.""Dia benar. Setelah Rose masuk ke Poison, kau memang harus masuk ke Persada Bangsa untuk menggantikan perannya. Meski kurasa,
....Bayu tersenyum. "Tetap aku berterimakasih,""Siapa namamu?" Pemuda culun itu tertegun sejenak. Apa gadis populer itu sedang menanyakan namanya?"Ba...Bayu. Namaku Bayu.""Well, Bayu. Aku tidak menolongmu, dan aku tidak membutuhkan buku itu lagi. Jelas?"Bayu mengangguk. Kemudian dia mundur perlahan. Diiringi tatapan datar Ariza, pemuda itu memasang punggungnya dan berlalu.Gadis cantik yang selalu mengenakan softlens hitam itu duduk kembali di bangkunya dan kembali memasang earphone. Dia terus asyik dengan dunianya sendiri, sampai tidak menyadari kalau saat itu ada seseorang yang masuk ke dalam kelas dan memperhatikan dirinya."Dasar gadis aneh."Terdengar decak sinis.Ariza mendengar kalimat itu dengan jelas meski dirinya tengah memakai earphone. Namun dia tidak terusik, terus tenggelam dengan buku yang dibacanya. Beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi nyaring. Para siswa kembali ke dalam kelas masing-masing. Begitu pula dengan penghuni kelas Sebelas IPA A.Tak lama kemudi
" Aku akan menghubungi Rose," Saron bersuara. Dia dan Riana masih setia mengawasi rumah Zarah yang terlihat sepi. Tanpa menunggu tanggapan Riana, Saron langsung menelpon orang yang disebutnya. "Hallo." "Ada apa?" "Kau sudah mulai mengawasi dia?" "Ya. Aku sudah mendapatkan beberapa informasi..." "Bisa kau kesini sekarang?" "Rumah Sapphire?" "Bukan. Rumah Zarah. Kau sudah tahu tentu." "Untuk apa?" "Aku akan menjelaskannya nanti." klik. Saron mengakhiri panggilannya. Hampir setengah jam mereka menunggu, dan Rose pun muncul dengan sepeda motor sport miliknya. "Ada apa?" tanyanya begitu mendapati Riana dan Saron disuatu tempat tidak jauh dari rumah Zarah. "Laporanmu." ucap Saron tanpa tedeng aling-aling." "Zarah Alexa, lahir 23 Juli 2003. Dia memiliki seorang saudara kembar laki-laki. Orangtuanya adalah Pembisnis sibuk. Di rumah itu dia tinggal bersama saudara kembarnya itu. Orangtuanya jarang pulang." "Hanya itu?" Saron mengangkat alisnya. "Siapa nama saudara kembarnya?"