LOGIN“Sudah, sudah! Tidak perlu dibicarakan lagi mengenai siapa ayah dari anakmu dalam kandunganmu itu.”
“Jika memang anak itu adalah hasil buah madumu dengan putraku Luke, maka aku sebagai ibu dari Luke meminta dengan sangat kepadamu, tolong jangan libatkan anakku Luke dengan kandunganmu itu.”
Mendengar ucapan nyonya Margareth, Veren hanya bisa meremas jari jemarinya yang disembunyikan dibalik meja. Mencoba untuk menahan rasa sakit yang kini menggeliat dalam hatinya.
“Sebagai ibu dari Luke tentu aku tidak akan lari dari tanggung jawab. Dan suamiku juga demikian, kami telah bersepakat untuk memberikan uang tambahan kepadamu sebesar dua miliar, dengan dua catatan yang harus selalu kamu ingat.”
“Pertama, silahkan kamu hilangkan janin dalam kandunganmu itu, jika kamu tidak mau terbebani. Mengingat nama baikmu yang akan rusak, begitu dengan keluargamu yang akan menjadi gosip para tetangga.”
“Dan yang kedua, jika kamu memang tidak mau menggugurkan anak itu dan ingin menepati perkataanmu barusan yang bisa membiayai kebutuhan anak itu tanpa Luke, maka tolong jangan sampai di kemudian hari kamu datang untuk menuntut pertanggung jawaban dari Luke.”
“Karena urusan kamu dengan Luke, akan diselesaikan dengan uang sebesar dua miliar yang akan kami berikan kepadamu. Apakah kamu paham?”
Tubuh Veren gemetar, seakan goyah dengan semua ucapan yang keluar dari mulut nyonya Margareth. Namun, dia tetap menguatkan hati dan berharap akan segera pergi dari tempat itu.
Sekali lagi, Veren menegaskan jika dia tidak perduli dengan uang yang dimiliki oleh keluarga Luke. Tak perduli dengan pertanggungjawaban dari Luke, setelah rasa sakit yang harus dia alami.
Mata Veren perlahan berkaca-kaca, berusaha menahan sakit yang menggerogoti hati setiap perkataan yang menyakitkan dari nyonya Margareth menyentak telinganya.
Ia menggigit bibir bawah, menarik nafas panjang, dan menegakkan punggung seolah menguatkan diri. Tanpa sepatah kata lagi, Veren berdiri dan bersiap untuk melangkah pergi, meninggalkan bisik-bisik dan tatapan dingin yang menyayat, berharap hatinya bisa berhenti terluka dan Luke tak lagi diharapkan untuk bertanggung jawab atas kandungannya saat ini.
Namun tiba-tiba, nyonya Margareth berdiri dengan langkah cepat, wajahnya memancarkan kemarahan. Ia langsung melangkah ke sisi Veren, meraih salah satu satu lengannya, lalu meremasnya dengan erat yang membuat Veren mengerang kesakitan.
“Aduh, lepas, nyonya!” Suara Veren tercekik, sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman yang mengekang itu.
Sedangkan nyonya Margareth dengan suara pelan namun menusuk sampai ke hati, meminta kepada Veren untuk kembali duduk dan tidak pergi begitu saja.
“Jangan anggap aku orang lain, yang dengan sesuka hatimu meninggalkan pembicaraan yang belum selesai! Aku mau kamu menegaskan kembali perkataanmu tadi, jika kamu tidak akan menggangu Luke dan meminta pertanggungjawaban atas kandunganmu itu.”
Suaranya nyonya Margareth meluncur cepat, menusuk telinga Veren seperti pisau tajam yang mengiris rasa sakit di dalam dadanya.
Veren menggigil, matanya membelalak melihat raut wajah nyonya Margaret yang dingin dan penuh kemarahan. Jantungnya berdetak tak menentu, seolah tahu ada badai amarah yang akan menghantamnya kapan saja jika dia telah melangkah untuk pergi.
Tindakan nyonya Margareth terhadap Veren, sejenak menarik perhatian dari para tamu restaurant. Namun, semua kembali kondusif setelah beberapa pengawal pribadi mengarahkan kembali para tamu untuk fokus terhadap aktivitas mereka masing-masing dengan senyuman yang penuh arti.
“Nyonya Margareth, aku berjanji tidak akan mengganggu Luke lagi. Dan aku tidak akan menuntut pertanggung jawaban dari Luke atas kehamilanku ini. Aku akan mengurus anak ini nanti tanpa melibatkan Luke dan keluarga Perez Giani.”
Ucapan itu terdengar tegas, terlontar dari bibir manis Veren, meski dari hati yang tersayat. Seakan tak percaya jika dia akan diperhadapkan dengan situasi seperti ini, akibat menaruh perasaan yang mendalam terhadap seorang pria.
Berbeda dengan nyonya Margareth, yang dengan sikap angkuh memancarkan seringai atas jawaban yang diberikan oleh Veren. Nyonya Margareth merasa jika kali ini masalah dengan Veren benar-benar teratasi.
Begitu juga dengan ke empat sahabatnya yang merasa lega mendengar jawaban dari Veren, karena salah seorang dari mereka turut merekam pengakuan yang Veren ucapkan untuk tidak mengganggu Luke lagi, dan tidak akan melibatkan Luke atas kehamilannya.
Namun tiba-tiba, mereka semua dilanda kepanikan tatkala Veren yang tak tahan lagi dengan tekanan yang dirinya alami, sehingga pada akhirnya rebah dipundak nyonya Margareth.
“Hei Veren, kamu kenapa?” tanya nyonya Margaret yang dilanda kepanikan.
Ke empat sahabat nyonya Margaret turut dilanda kepanikan, takut jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Veren. Apa lagi kini begitu banyak pasang mata kembali terarah menatap mereka.
Tak mau jika orang-orang akan merekam kepanikan yang melanda nyonya Margaret, Lidya dengan gerak cepat segera memberikan perintah kepada para pengawal untuk membawa Veren ke rumah sakit terdekat.
Nyonya Margaret hanya terdiam dengan mata yang melebar, menatap beberapa orang yang merekam ke arah mereka. Seakan aksi orang-orang itu bak semua ancaman besar terhadap keluarga Perez Giani.
Beberapa saat kemudian, Veren terbaring lemah di ranjang rumah sakit, masih tampak pucat setelah sempat tak sadarkan diri di pundak nyonya Margaret.
Di sisi ranjang, kedua sahabatnya menatap Veren dengan penuh kesedihan. Bahkan, mereka mengepalkan tinju demi melampiaskan amarah terhadap nyonya Margaret. Karena bagi Ella dan Prily, nyonya Margaretlah yang menjadi penyebab Veren masuk ke rumah sakit.
Tak lama kemudian, ibunya dan adiknya datang tergopoh-gopoh, wajah mereka penuh kepanikan bercampur haru saat melihat Veren yang terbangun rapuh. “Kok bisa tiba-tiba begin ya, nak? Kamu sakit apa sebenarnya?” tanya ibu Veren dengan rasa penasaran, sambil menggenggam tangan Veren erat-erat, takut melepaskan sedikitpun.
Karena selama ini, ibu Sintia tentu sangat tahu jika anaknya Veren adalah wanita yang kuat dan tidak pernah di rawat di rumah sakit. Namun, seakan tak percaya mendengar informasi dari Ella dan Prily jika Veren tiba-tiba pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.
Veren menatap erat ibu dan adiknya, merasa tak tega jika harus memberitahukan perihal kehamilannya di luar nikah. Sejenak, pandangannya terarah menatap kedua sahabatnya, seakan meminta kedua sahabatnya itu untuk peka membantu dirinya mencari alasan yang tepat, takut jika penyakit jantung ibunya akan kambuh setelah mengetahui kehamilannya saat ini.
Ella dan Prilly saling bertukar pandang, keduanya tahu bahwa tatapan yang dilemparkan oleh Veren bukan sekadar tatapan biasa. Tetapi sebuah kode untuk meminta bantuan kepada mereka berdua, agar dapat memberikan alasan tepat kepada ibunya sehubungan dengan dirinya yang di rawat di rumah sakit, supaya kehamilannya tidak akan terbongkar.
Namun, tepat ketika kedua sahabatnya bergegas menghampiri ibunya, langkah mereka terhenti oleh dokter dan dua perawat yang masuk ke ruangan. Dokter tersenyum lembut, suaranya pelan namun tegas.
“Ibu Veren, kondisi kandungan ibu Veren sedikit rawan. Mohon jaga kesehatannya dengan baik agar janin tidak mengalami keguguran.”
Nyonya Sintia terhenyak. Matanya membelalak, dadanya sesak hingga tangannya dengan cepat menggenggam erat di dada seolah mencoba menahan gelombang panik yang datang tiba-tiba.
Tatapannya tajam beralih ke Veren, penuh campur aduk antara ketakutan dan kekhawatiran. Namun lebih dari pada itu, mata nyonya Sintia yang melotot seakan tak percaya dengan ucapan dari sang dokter, jika salah satu putri tercintanya itu telah hamil di luar nikah.
Veren menatap ibunya dengan mata membelalak saat melihat nafas ibunya yang tersengal-sengal. Tangan ibunya menggenggam dada seolah menahan sesak yang tiba-tiba melanda, tubuhnya mulai melemah lalu kemudian ambruk.
“Mama, dokter tolong mama saya dokter!” pinta Veren dengan wajah yang panik.
Velove sang adik langsung bergerak untuk menolong ibunya yang kini terkapar di lantai. Semua orang benar-benar terkejut melihat ibu Sintia yang tiba-tiba tak sadarkan diri.
“Toktok …”Pintu terbuka, sosok wanita yang sangat cantik membuat mata semua pria yang berada dalam ruangan, kini teralihkan menatap wanita itu.Sosok Bianca Lopez masuk dengan senyuman yang sangat mempesona. Dia membawakan teh hangat untuk semua orang yang tengah mengikuti rapat, sesuai dengan permintaan dari tuan Robin dan semua pria yang berada dalam ruangan tentunya.Pandangan tuan Robin tak lepas dari sosok Bianca, yang kini melangkah ke arah meja, untuk meletakan the bagi dirinya.Namun, tuan Robin segera melayangkan pandangan ke arah lain, karena menyadari jika putranya Luke kini tengah menatap ke arahnya.Setelah Bianca keluar dari ruangan itu, rapat kembali berjalan untuk pembahasan terakhir, dimana tuan Robin berencana untuk membeli sebuah hotel yang terbengkalai.Dia memiliki rencana besar untuk merenovasi hotel itu, lalu menjadikan hotel tersebut menjadi hotel bintang enam yang akan menjadi salah satu mascot provinsi Milano.Meski begitu, pikiran tuan Robin kembali terlint
Mata Bianca berbinar, tatkala melihat kalung berlian yang begitu mengkilau terpampang jelas di depan matanya.Kalung itu secara perlahan dipasangkan oleh Luke, sebagai hadiah kecil darinya untuk Bianca.“Coba kamu lihat … bukankah kalung ini begitu cocok dengan kulitmu yang begitu bersih.”“Kalung ini adalah pemberianku secara cuma-cuma, tolong jangan di tolak Bianca. Kamu boleh menolak permintaanku untuk makan bersama, tapi mengenai benda ini, tolong kamu terima ya.”Pinta Luke yang membuat Bianca terdiam. Bianca tak menyangka, jika Luke akan secepat itu memberikan benda yang nampak sangat berharga kepadanya.Padahal, dia menduga jika membutuhkan satu sampai dua minggu baginya, untuk bisa menarik Luke ke dalam jeratnya. Barulah rencana untuk memeras Luke secara perlahan, akan mulai dia jalankan.“Apakah pemberian ini tidak berlebihan untuk karyawan baru sepertiku, pak Luke?”Ucapan dari Bianca, membuat Luke tersenyum lebar. Dia tentu meyakinkan Bianca, jika pemberian itu hanyalah hal
Mata Bianca berbinar, tatkala melihat kalung berlian yang begitu mengkilau terpampang jelas di depan matanya.Kalung itu secara perlahan dipasangkan oleh Luke, sebagai hadiah kecil darinya untuk Bianca.“Coba kamu lihat … bukankah kalung ini begitu cocok dengan kulitmu yang begitu bersih.”“Kalung ini adalah pemberianku secara cuma-cuma, tolong jangan di tolak Bianca. Kamu boleh menolak permintaanku untuk makan bersama, tapi mengenai benda ini, tolong kamu terima ya.”Pinta Luke yang membuat Bianca terdiam. Bianca tak menyangka, jika Luke akan secepat itu memberikan benda yang nampak sangat berharga kepadanya.Padahal, dia menduga jika membutuhkan satu sampai dua minggu baginya, untuk bisa menarik Luke ke dalam jeratnya. Barulah rencana untuk memeras Luke secara perlahan, akan mulai dia jalankan.“Apakah pemberian ini tidak berlebihan untuk karyawan baru sepertiku, pak Luke?”Ucapan dari Bianca, membuat Luke tersenyum lebar. Dia tentu meyakinkan Bianca, jika pemberian itu hanyalah hal
Canda dan tawa menghiasi makan bersama para pegawai keuangan. Meskipun terbilang sebagai pegawai baru, namun Bianca terlihat cepat akrab dengan delapan pegawai termasuk Toni.Siska memberikan beberapa masukan kepada Bianca soal pekerjaan mereka, sebagai rasa kepeduliannya kepada Bianca.Begitu juga dengan beberapa pegawai lainnya. Dimana mereka ingin terlihat akrab dengan Bianca, apa lagi kaum pria yang sangat terpesona dengan paras cantik yang dimiliki oleh Bianca.Berbeda dengan Toni, dia nampak sedikit sibuk menekan tombol hp. Dimana beberapa pesan terkirim ke ponsel cadangannya Luke, ingin memberitahukan kepada Luke mengenai posisinya bersama dengan pegawai yang lain, bahwa saat ini mereka sedang menikmati makan bersama dengan Bianca.Luke yang menerima pesan itu, tersenyum lebar. Tak ingin menunda waktu, langsung menuju ke titik lokasi yang dikirimkan oleh Tony.Tak berselang lama, Bianca dan para pegawai yang tengah berbincang di kejutkan dengan kedatangan Luke.“Pak, kenapa and
“Cari tau wanita yang bernama Bianca ini, apakah dia sudah menikah atau belum. Jika belum, maka atur dia bekerja dibawah pengawasanku langsung. Kamu pasti tau yang kumaksud.”Ucapan itu datang dari Luke, memberikan perintah tegas kepada sang asisten.Semakin dia mengingat wajah Veren barusan, wajah itu semakin merasuk dalam pikirannya memberikan kesan yang luar biasa. Dimana kecantikan yang dimiliki oleh Veren yang kini dengan identitas barunya sebagai Bianca Lopez, telah membuat Luke tersenyum sendiri.Sementara itu, Veren yang kita sebut sebagai Bianca saat ini, tengah menjelaskan arahan dari seniornya mengenai pekerjaan yang harus dia lakukan.Dia dan dua karyawan baru yang akan ditempatkan di posisi yang sama, nampak begitu serius mendengarkan arahan dari senior perempuran di depan mereka saat ini.“Terima kasih atas arahannya kak. Kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk pekerjaan ini.” ucap Bianca.Dua karyawan barunya turut berkata demikian, lalu kemudian langsung melakukan
“Siapa wanita itu? dia cantik sekali loh.”Beberapa karyawan pria yang melihat sosok Veren melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan, tentu dibuat terperangah dengan kecantikan yang dia miliki.Bahkan dua satpam pria yang tengah berjaga, turut dibuat berliur menatap kecantikan Veren. Setelan kemeja dan rok ketat yang sangat pas dengan tubuhnya, membuat Veren semakin nampak menarik dimata semua pria yang melayangkan pandangan ke arahnya.“Cantik sekali wanita ini. Aku benar-benar iri loh.” Ucapan itu datang dari seorang karyawan wanita, yang turut mengakui kecantikan yang dimiliki oleh Veren.Veren segera diarahkan oleh seorang staf, menuju ke ruangan dimana dia bersama beberapa orang yang terpilih untuk bekerja di perusahaan keluaga Perez Giani akan melakukan pertemuan dengan salah satu sosok penting dari perusahaan tersebut.Beberapa menit berlalu, Veren dan sembilan orang lainnya tengah duduk dan menunggu di dalam ruangan.“Aku dengar, yang akan memberikan arahan kepada kita adalah







