"Antar?" Alana berdecih. "Aku bisa pulang sendiri, tetapi sebelum itu kamu harus jawab, sejak kapan kamu pacaran sama Al?"Jantung Alana berdegup terlalu cepat karena tersulut emosi. Ah, bahkan rasa amarahnya sudah sampai di ubun-ubun. Berulang kali dia menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan agar bisa menenangkan diri. Dengan perasaan malu kepada Tuhan, dia membaca dzikir karena pernah mendengar penceramah meminta para jamaah untuk berzikir ketika pikiran sedang kacau."Besok sudah tiga bulan. Puas?"Tiga bulan? Itu bukan waktu yang singkat. Berarti selama ini Albian berbohong bahwa dirinya sibuk di luar untuk mencari pekerjaan, ternyata demi menemui Bella. Meskipun masih samar, Alana yakin itu lah yang terjadi. Dalam tiga bulan itu pula, dia sering dicium secara tiba-tiba sehingga melahirkan bunga-bunga cinta.Alana tidak menduga jika Albian melakukannya karena tidak ingin ketahuan telah selingkuh. Setiap sentuhan darinya ternyata berubah menjadi kutukan dan penghinaan. Alan
"Kamu sudah gila? Aku bahkan tidak tahu nama kamu, tapi sudah ngajak pacaran aja. Kamu siapa, sih?!"Lelaki itu melepaskan cengkramannya, beralih menjabat paksa tangan Alana. Dia tersenyum penuh percaya diri seolah dia seorang pangeran. "Aku Rasya, ingat itu."Alana tertegun. Dia berusaha memutar otak mengingat hari-hari sebelumnya. Tidak, bahkan sejak kecil gadis itu belum pernah mempunyai teman dengan nama Rasya. Akan tetapi, lelaki itu terlihat familiar, entah dia datang dari mana."Aku nggak kenal sama kamu.""Jangan jutek seperti itu, Na. Kalau kamu nggak kenal sama aku, lebih baik aku perkenalkan diri. Gimana?"Lelaki yang sangat nekat, Alana bisa langsung menebak kalau dia tipikal egois dan ingin menang sendiri. Namun, mengajak berpacaran di pertemuan pertama membuat gadis itu merasa curiga.Tentu bukan tanpa alasan dia mengutarakan cintanya bahkan ketika menatap mata Rasya, yang ada hanya kebohongan dan luka di sana. Alana memahami karena sudah sering berkaca dengan ekspresi i
"Oke, deal. Kita pacar bohongan demi misi. Tapi aku masih bingung harus ngelakuin apa dan sebelum itu ada yang mau aku kasih tahu ke kamu, Sya." Alana berucap ragu.Bukankah kehamilannya adalah sebuah aib dan sama saja bodoh jika memberitahu Rasya tentang janin itu? Mereka tidak saling mencintai dan ada kemungkinan Rasya membatalkan kerja sama mereka. Namun, kalau terus diam apakah kelak tidak menyesalinya?Alana menggigit bibir bawahnya begitu Rasya menatap lekat menunggu Alana kembali bicara. Selain Bella, dia tidak pernah punya teman dekat karena di luar sana banyak teman yang memakan teman sendiri dam ternyata hal itu terjadi padanya juga. Alana juga takut jatuh cinta jika saja sering bertemu sama Rasya."Kamu mau ngasih tahu apa mau nanya? Mau nanya aku kerja apa? Tenang saja, papaku orang kaya dan tahun depan bakal jadi pewaris tunggal, meskipun sekarang masih yah lebih sering kumpul sama teman. Istilahnya menikmati masa pengangguran sebelum benar-benar sibuk. Lagian kita cuma p
Air mata Alana semakin menggenang, dia pun mengangkat tangannya di udara siap untuk menusuk perut sendiri. Sekalipun itu akan sangat menyakitkan, tetap saja dia harus melakukannya. Alana berharap setelah ini semua orang hanya menganggapnya depresi bukan karena hamil.Napasnya kini memburu sementara kaki berubah pucat. Alana menggigit bibir berusaha memantapkan hati untuk tidak memikirkan hal lain lagi. Dengan gerakan cepat, dia mengarahkan gunting itu ke perutnya."Alana!" teriak Ranti histeris. Untung saja dia berhasil mencekal tangan anak gadisnya sebelum ujung gunting itu berhasil merobek perutnya yang masih rata. "Kamu sudah gila, hah?!""Lepasin, aku mau mati!" Gadis malang itu kesetanan, dia mendorong ibunya sendiri.Bukankah orang depresi memang seperti itu? Dia akan kehilangan kendali, tepatnya alam bawah sadar yang lebih kuat bekerja. Alana tertawa keras melihat ibunya sendiri tersungkur di lantai. Tidak, pandangan gadis itu terganggu oleh halusinasi. Dia mengira wanita yang
"Al, aku tahu banyak kekurangan dan kelebihanmu bahkan aib-aibmu aku tahu. Jadi, nggak usah ngeledek Rasya. Iya, dia pacarku dan kamu nggak lebih baik dari dia. Manusia pengecut kayak kamu nggak pantes disebut laki, mungkin ban-ci?" Alana tertawa kecil, lalu mengajak Rasya kembali melanjutkan perjalanan.Namun sayang, sebelum Alana menaiki motor hitam itu, tangannya sudah dicekal oleh Siti si tetangga paling julid dan toxic. Dia datang bersama Leha dengan wajah penuh intimidasi. "Ada apa?" tanya Alana malas."Oh, jadi ini kelakuan asli kamu, Na? Dengar-dengar kamu hamil sama Albian, tapi kok jalannya sama laki-laki lain? Albian malah kena pukul. Emang anak durhaka, udah hamil gitu malah mau bunuh mama sendiri. Kamu nggak guna hidup tau nggak? Pergi aja deh dari sini sebelum sikap burukmu ditiru sama anak-anakku. Ih, amit-amit."Alana merasa ingin muntah melihat ekspresi Siti yang sangat dramatis. Kenapa dia senang mengurus urusan orang lain? Apa dia dibayar oleh presiden? Alana tidak
"Mama!" teriak Alana bangun dari tidurnya dan melihat jam di detik yang sama. Sudah pukul dua dini hari, rupanya dia ketiduran di sana.Gadis itu terjaga karena memimpikan ibunya meraung meminta tolong. Hati Alana gelisah, dia berusaha menelepon sang ibu, tetapi ponselnya tidak aktif. Terlalu larut jika dia berangkat ke klinik sekarang apalagi Alana tidak tahu apakah Rasya sudah kembali atau belum.Bagaimana jika dia keluar dari kamar mencari Rasya? Ah, tidak. Alana ingat kalau kehadirannya di sana harus dirahasiakan. Mungkin dia akan menuai kontroversi atau ada alasan lain. Saat menunggu, entah kenapa waktu bergerak begitu lambat. Alana melempar bantal kesal ke lantai berharap fajar segera tiba.Tiba-tiba pintu kamarnya terketuk. Alana dilema apakah harus dibuka atau dibiarkan saja? Dia menggigit bibir bawahnya, merasa gugup seolah sosok di balik pintu adalah malaikat maut. Tenggorokannya bagai tersekat sampai ada SMS dari Rasya meminta dibukakan pintu kamar.[Kamu nggak bakal macam-
Dalam hitungan detik, mereka sudah berdiri di ambang pintu dan menemukan sosok laki-laki tengah membuka laci demi laci seperti sedang mencari sesuatu. Alana menggeram, dia baru menyadari kalau rumahnya kemasukan pencuri begitu melihat sosok itu ternyata memakai topeng. Maka dengan penuh berani, dia berteriak lantang, "mau apa kamu, hah?!"Lelaki pencuri itu menghentikan gerakannya, kemudian berdiri mendekati Ranti yang ketakutan di tempat tidurnya. "Diam di tempat atau aku bunuh wanita tua ini!"Alana memicingkan mata, dia merasa tahu siapa pemilik suara itu meskipun masih tidak yakin. Sementara Rasya sendiri langsung melayangkan tendangan keras di bagian dada kiri si pencuri sehingga dia tersungkur ke belakang. Dia memegang kepalanya karena terbentur di tembok.Detik selanjutnya, Rasya mencengkram kerah baju lelaki itu dengan sekuat tenaga. "Katakan, siapa yang menyuruhmu ke sini, hah?!"Tidak ada jawaban semakin memancing amarah Rasya. Dia terus membentak dan menampar wajah lelaki i
"Bu Siti? Ngapain di sini?" tanya Alana ketika dia melihat ke luar kamar. Albian ternyata masih di sana meskipun posisinya sudah tidak diikat."Astagfirullah, dosa apa aku di masa lalu sampai harus tetanggaan sama kamu, Na. Lihat, saat mamamu lagi sakit, kamu malah bawa dua laki-laki sekaligus ke sini padahal tadi malam juga nggak nyusul ke klinik. Sekarang jawab, kamu sudah masak?""Belum.""Oh my God!" pekik Siti dramatis.Wanita kurus yang selalu terlihat menor itu mendelik kesal pada Albian dan juga Rasya sebelum akhirnya tenggelam di balik pintu kamar Ranti. Dia sengaja datang ke sana membawa makanan agar tahu berita panas lagi.Sementara di luar kamar, Alana mengusir Albian sebelum nenek sihir tadi kembali mengeluarkan bualan atau hinaan yang menyakiti hati. Meskipun sedikit sulit, akhirnya lelaki itu pergi juga. Alana sadar, sebentar lagi dirinya akan menjadi trending topik.Bagaimana tidak, di lingkungan mereka, siapa yang paling sering memberi berita baru dan panas layak dise