Home / Rumah Tangga / BALASAN UNTUK SUAMIKU / Kejutan Untuk Mereka

Share

Kejutan Untuk Mereka

Author: Tyarasani
last update Huling Na-update: 2022-03-18 09:46:52

****

"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Umi ketika mereka berkumpul di ruang keluarga.

"Aku baik-baik saja, Mi," jawab Dinda. Ia mencoba tersenyum semanis mungkin di depan Umi, wanita terhebatnya.

"Maaf, Umi tak bisa berlama-lama di sini, kasihan Abi di rumah sendirian. Mungkin Disha, sementara waktu akan tinggal di sini, untuk menemani kamu dan Alif." Sambil mengusap punggung putrinya, Umi berkata dengan lembut.

"Iya, Umi."

"Tenang, Kak. Disha akan jagain Kak Dinda dari orang-orang jahat!" sahut Disha sambil cengengesan.

"Jagain Kakak kamu dan Alif dengan baik, ya, Dis!" pesan Umi lagi. 

'Sekhawatir itukan Umi padaku? Berasa masih di perlakukan seperti anak kecil, nyatanya sekarang usiaku sudah masuk di angka 37. Ah, Umi I Love You!'

****

Sepeninggalnya Umi, Dinda masih duduk di ruang keluarga. Menyandarkan kepalanya di kepala kursi, tatapannya menatap kosong ke luar jendela. video berdurasi beberapa menit itu menyisakan luka dan kehampaan dalam jiwanya.

Suara bel pintu menyadarkan lamunannya. Mbak Sri sepertinya masih sibuk di belakang, Disha dan Alif tengah bermain di dalam kamar. Mau tak mau ia terpaksa beranjak, mengayunkan langkah kakinya ke depan untuk melihat siapa tamu yang datang?

Kebetulan, pintu rumahnya terbuat dari kaca berpadu dengan kayu jati yang diukir dengan indah. Siapapun tamu yang datang, akan terlihat dari dalam rumah.

"Mama," gumam Dinda. Ia segera membukakan pintu untuk Mama Wulan, mertuanya.

"Bukain pintu saja, leletnya minta ampun!" gerutu mertuanya, sambil menjatuhkan bokongnya di sofa.

Wanita tua dengan kisaran usia sekitar 65 tahunan, mulutnya terbiasa pedas kepada Dinda.

'Andai dia bukan mertuaku, andai dia bukan orang yang harus di hormati, andai dia seumuran denganku, akan kuruwes mulut jahatnya yang selalu menyakitiku!'

"Harusnya salam dulu kalau bertamu, Ma!" Dinda mencoba mengingatkannya. Heran saja, baru datang sudah ngomel-ngomel nggak jelas!

"Kamu itu pandai nyela orang tua. Makanya, kamu tak becus melahirkan anak perempuan!" cibir Wulam, membuat tanduk di kepala Dinda hendak keluar.

"Ma, mau minum apa?" tanya Dinda kemudian. Ia mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar suasana hatinya tak semakin hancur.

"Tidak perlu! Bawakan saja koper Mama di mobilnya Galuh!" ucapnya sambil berlalu ke kamar tamu.

Dinda bergegas kembali ke depan, mencari-cari keberadaan Mbak Galuh, yang ternyata dia duduk di dalam mobil. Ia turun ketika melihat Dinda menghampiri mobilnya.

"Loh, Mama datang sama Mbak Galuh, kenapa tak masuk dulu?" tanya Dinda pada Mbak Galuh.

"Aku sedang buru-buru, Din. Laura dan Hanif nggak ada yang jagain, tapi Mama maksa minta aku mengantarnya kemari. Padahal, aku tahu kamu sedang ada masalah. Maaf, ya!" jelas Mbak Galuh.

"Ya ampun, Mbak, kenapa minta maaf segala? Mama, kan mertuaku juga, jadi nggak masalah. Mbak tenang saja!" sahut Dinda. Ia menepuk-nepuk pundak iparnya dengan lembut.

"Din, kamu yang sabar, ya!" 

Tiba-Tiba, Mbak Galuh memeluk Dinda. Ia mencoba menguatkan batinnya agar selalu tersenyum menghadapi luka jiwa yang terasa begitu perih dan semakin menganga.

****

Dinda berkutat di dapur dengan berbagai bahan makanan untuk di jadikan hidangan kesukaan mertuanya, anggap saja untuk sekadar menyambut kedatangannya.

"Non Dinda duduk saja, sambil kasih arahan. Biar saya saja yang kerjakan." Mbak Sri mungkin merasa tak enak karena tugas masaknya tiba-tiba diambil alih oleh majikannya.

"Nggak pa-pa, aku ingin memanjakan lidah Mama mertuaku dengan masakan hasil tanganku sendiri, Mbak."  Dinda memberi alasan yang cukup mudah.

Ya, Dinda nggak tahu sampai kapan ia menjadi menantunya Mama Wulan? Mengingat pernikahannya yang sudah di ambang kehancuran.

"Non Dinda itu hebat, berhati malaikat pula!" puji Mbak Sri, ia mengacungkan kedua jempol tangannya. Mungkin, sedikit banyaknya ia tahu masalah yang sedang di hadapi majikannya saat ini.

"Masak, kok, ngobrol!" cibir mertuanya dengan sinis.

'Hadeh, apa-apa segala di komentarin!'

"Kamu tidak dengar Mama ngomong, Din?" tanya mertuanya, matanya melotot menatap Dinda.

"Loh, bukannya Mama bilang lagi masak nggak boleh ngobrol?" jawab Dinda datar.

"Nyela saja terus bisanya, pantas saja suamimu tak betah di rumah. Selain tak becus memberiku cucu perempuan kamu juga tak becus jadi istri!" pekik mertuanya tiba-tiba.

Degh!

Begitulah mertuanya. Semenjak Adam lahir ia seolah memusuhi Dinda terus-menerus. Alasannya, sangat klasik bagi siapapun, dia menginginkan cucu perempuan bukan laki-laki. Bahkan, ketika Dinda hamil anak kedua dan mengetahui janinnya laki-laki lagi, mertuanya meminta ia untuk progam hamil lagi sampai berhasil memiliki anak perempuan. Hal yang gila bukan?

Namun, sayangnya saat Dinda melahirkan Alif, ia mengalami placenta akreta. Istilah lainnya di sebut placenta yang lengket ke rahim, sehingga mengakibatkan rahimnya robek dan terpaksa harus di angkat saat itu juga.

Mama mertuanya tentu saja murka dan meminta Helmi untuk menceraikannya saat itu juga. Namun, saat itu Helmi mati-matian membela istrinya di depan mamanya.

Tiba-tiba, Alif berlari ke arah Dinda dan memeluk kakinya dengan kuat. 

"Oma, jangan marahin bundaku!" teriak Alif sambil menangis sesenggukan.

Dinda terkejut dengan kata-kata yang keluar dari bibir mungil bocah lima tahun itu. Dinda sejajarkan tubuhnya, mengecup keningnya dengan lembut, lalu segera menghapus air matanya yang telah tumpah di pipinya.

"Sayang, Oma nggak sedang marah, Nak! Bunda dan Oma sedang berakting seperti yang di televisi itu, loh. Iya, kan, Oma?" Dinda melirik mertuanya yang acuh dengan keberadaan cucunya.

"Tapi Alif nggak suka Oma teriak-teriak sama Bunda," ucap Alif. 

'Astaga, sepeka itukah perasaanmu, Nak? Lalu bagaimana kalau pada akhirnya kamu tahu, ayahmu menyakiti Bunda dengan sengaja?'

****

Jam dinding menunjukan pukul 19:00 malam. Dinda, Disha, Alif juga mertuanya sudah duduk di meja makan. Mereka sudah siap untuk menikmati makan malam yang di hidangkan oleh Dinda sendiri.

"Jam berapa suamimu pulang?" tanya mertuanya menatap Dinda dengan tajam. 

"Mm, kalau ada kerjaan darurat bisa sampai larut malam, Ma." Dinda berbohong. Padahal, beberapa hari lalu Helmi sudah Dinda usir.

"Suamimu, kan kerja di perusahaan sendiri, kenapa kamu porsir tenaganya sampai larut malam? Sial sekali Helmi beristrikan perempuan seperti kamu!" bentak Mama Wulan. Tentu saja ucapannya membuat Dinda memejamkan mata, karena ucapannya menghujam tepat di jantungnya!

"Ma, tolong, jangan bicara begitu! Ada Alif di sini." Dinda memelas, berharap mertuanya mau mengerti.

"Mama, nggak mau makan sebelum Helmi pulang ke rumah ini!" teriaknya. Ia berdiri lalu melangkahkan kakinya meninggalkan meja makan.

'Sudah tua nggak punya adab! Astagfirullah!'

"Ajaib, ya, Kak?" bisik Disha, sambil terkikik di telingaku.

"Hust, dia masih mertuaku," Sahut Dinda. Ia kembali berbisik juga di telinga adiknya.

****

"Dinda, hubungi suamimu, sekarang!" titah mertuanya tanpa basa-basi lagi.

"Untuk apa, Ma?" tanya Dinda acuh.

"Kamu itu jadi istri benar-benar nggak becus, ya! Tahu rasa kalau suamimu di ambil perempuan lain yang lebih tulus menyayanginya," sahut mertuanya kemudian. Membuat Dinda ingin tertawa terbahak-bahak.

"Ya sudah, Dinda coba telepon, ya."

Dinda menghubungi orang yang di perintahkannya tadi untuk melacak tempat terakhir yang Helmi kunjungi di sebuah aplikasi canggih.

"Mama rindu Mas Helmi, kan? Ayo berangkat sekarang, Mas Helmi sudah menunggu kita di sana, Ma!" ajak Dinda pada mertuanya.

Mertuanya terlihat semringah saat mendengar kabar tentang anaknya. Dinda ke kamar sebentar, sekadar merapikan pakaian dan jilbabnya, lalu menyambar tas kecil yang tergeletak di meja rias miliknya.

"Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, dong!" mertuanya mengeluh, mungkin ia takut terjadi hal-hal yang tak di inginkan.

"Ini nggak ngebut. Oya, Mama siap-siap, Mas Helmi akan memberi Mama kejutan spesial." Dinda tersenyum sinis. Ia membayangkan apa yang akan terjadi sebentar lagi?

Dinda berhenti tepat di depan sebuah rumah berlantai dua, tidak besar tapi terkesan elegan dan rapi.

"Ini rumah siapa, Dinda? Tak mungkin Helmi ada di sini, kamu jangan bercanda sama orang tua!" ucap mertuanya dengan wajah penasaran, menatap rumah sederhana yang berdiri di depannya.

"Ayo turun, Ma!" ajak Dinda sambil menarik tangan keriput itu, tanpa menghiraukan lagi ocehan-ocehannya.

Ia pun turun mengikuti langkah menantunya. Dinda mengetuk pintu rumah itu beberapa kali, namun tak ada jawaban dari dalam.

"Mas, aku tahu kamu ada di dalam, Keluarlah! Aku membawa mamamu ke sini, katanya dia rindu!" teriak Dinda tak ragu-ragu.

Beberapa tetangga memperhatikan Dinda dan mertuanya. Mungkin, mereka heran dan risih dengan sikap Dinda yang berteriak-teriak.

Beberapa menit kemudian, pintu itu perlahan terbuka. Perempuan muda terbelalak kaget, seperti sedang melihat hantu, saat melihat Dinda berdiri di depannya.

"Sayang, siapa?" Suara lelaki dari dalam rumah terdengar tak asing di telinga Dinda. Karena pemilik suara itu adalah suara lelaki yang telah membersamainya selama lima belas tahun terakhir.

"He-Helmi, kamu sedang apa di rumah ini?" pekik Wulan. Ia seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"A-aku, Aku ..." Helmi gugup.

"Ma, kenalkan ini gundiknya Mas Helmi. Dan Mas Helmi sekarang tinggal di sini. Mungkin, lebih detailnya nanti Mama ngobrol saja sama perempuan pelakor ini!" 

Dinda melirik perempuan muda itu. Perempuan itu sepertinya marah ketika Dinda menyebutnya dengan sebutan pelakor. Wajahnya memerah, beringas seperti hendak ingin mencakar Dinda.

"Dinda, tolong dengarkan penjelasan Mas dulu!" ucap Helmi memohon pada Dinda. Ia masih mengharapkan pengampunan dari Dinda.

Dinda hanya tersenyum sinis menanggapi ucapan Helmi. Lalu, ia melangkah menjauh dari rumah itu sambil melambaikan tangan.

Dari dalam mobil, Dinda melihat beberapa tetangga memaki-maki Helmi dan perempuan itu. Sepertinya, warga baru sadar kalau pemeran video mesum itu tinggal di sini antara mereka. Bahkan, ada beberapa orang yang melempari perempuan itu dengan telur busuk.

'Nikmati karma yang sedang merangkak ke arahmu, Mas! Ini belum seberapa dengan sakit yang kurasakan.'

________________

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Jess
ceritanya gak nyambung
goodnovel comment avatar
Riwu Yohanes
setimpal dengan perbuatannya
goodnovel comment avatar
Hilman Rayagung
good, menyentuh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Hijrah

    ****"Mariah, kamukah itu?" Dinda mengernyitkan keningnya, melihat Mariah yang berdiri di depannya, jelas banyak berubah dengan Mariah yang di kenalnya selama ini."Iya, ini aku, Mbak!" ucap Mariah sambil tersenyum.Dinda terdiam. Ia khawatir Mariah akan melakukan hal yang membahayakannya seperti dulu."Mbak jangan takut, aku sengaja datang ke sini untuk meminta maaf sama Mbak Dinda!" ucapnya lagi.Dinda masih bergeming. Mariah menurunkan anak kecil itu dari gendongannya hingga anak itu duduk beralaskan rumput taman. Kemudian Mariah menurunkan tubuhnya sampai berjongkok. Tidak sampai di situ, Mariah seperti hendak bersujud tepat di kakipermpuan yang dulu telah di sakitinya."Mar, Bangun, Mar! Kamu  mau ngapain, Mar?" teriak Dinda. Ia mundur beberapa langkah demi menghindari Mariah yang masih bersimpuh."Mbak Dinda, Maafkan aku! Aku memang salah sudah merebu

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Akhir Yang Bahagia Untuk Dinda

    ****"Dua minggu lagi aku akan menikahi Dinda, Ma. Aku harap, Mama bisa menerima keputusan ini dengan hati yang lapang!" ucap Bram. "Hm, apa kamu sudah pikirkan baik-baik? Masalahnya, Helmi mengidap penyakit kelam*in. Ada kemungkinan Dinda juga sudah tertular, Bram!" sahut Wulan."Beberapa hari lalu, Dinda sudah melakukan cek darah di sebuah klinik. Alhamdulilah, hasilnya negatif.""Apa? Jadi Dinda baik-baik saja?" seru Helmi. Ia baru saja datang dan ikut bergabung dengan Wulan dan Bram."Ya, Dinda negatif, Hel!""Lalu, dari mana sumber penyakit ini? Karena akhir-akhir ini aku tidak pernah melakukan hubungan itu dengan perempuan manapun!" umpat Helmi kesal."Coba kamu ingat-ingat lagi! Mungkin kamu pernah transfusi darah atau menggunakan jarum suntik yang tidak steril? Karena penularan penyakit itu tidak melulu dari hubungan badan saja, Hel!""Aku bukan pem

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Dua Minggu Lagi

    ****"Bram, silakan duduk!" sambut Abi Ahmad terdengar ramah.Bram mengangguk dan mengikuti perintah Abi Ahmad. Ia sedikit demi sedikit berusaha mengurai kegugupannya di depan orang tuanya Dinda.Bibi datang dengan nampan berisi minuman di tangannya. Dinda dengan cekatan membantu pekerjaan ART-nya.'Sungguh, calon istri idaman!' puji Bram dalam hati."Maksud kedatangan Nak Bram sudah kami dengar dari Dinda. Namun, kali ini kami ingin mendengarnya langsung dari Nak Bram. Apa keberatan?" Pertanyaan Abi Ahmad mampu meluluh lantakkan pertahanan Bram untuk tetap tenang di depan orang tua kekasihnya. Namun, detik kemudian Bram berhasil menguasai dirinya kembali."Bismillahirrohmanirrohim, saya datang kesini karena saya ingin meminta restu dari Abi dan Umi. Saya mencintai Adinda dan berniat menikahinya dalam waktu dekat. Itupun jika Abi dan Umi memberikan restu."Singkat, padat dan j

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Menghadap Keluarga

    ****Samudra bertamu dengan membawa kabar baik untuk Dinda, ia akan melakukan pernikahan dengan Amel dalam waktu dekat ini."Selamat, ya, Sam. Akhirnya kamu menemukan cinta sejatimu di rumahku!" kelakar Dinda setelah memberi ucapan selamat untuk Samudra."Haha, kamu bisa aja, Din! Tapi ... Maaf,nih, mungkin setelah aku menikahi Amel, Amel akan berhenti bekerja sebagi baby sitternya Alif. Kamu nggak pa-pa, kan?" tanya Samudra ragu-ragu."Nggak pa-pa, Sam. Lagipula, aku sudah memprediksikan ini. Mana mungkin istri seorang pengusaha masih bekerja jadi baby sitter di rumahku?" sahut Dinda."Makasih, untuk pengertiannya, Din. Kamu memang sahabat terbaikku!""Sama-sama, tapi jangan lupa kamu harus jaga Amel layaknya berlian!" tegas Dinda."Siap!"Dinda semringah melihat lembaran undangan berwarna cream di tangannya. Nama Amelia dan Samudra tertulis di sana dengan indah. Ia jadi membayangkan bagaimana pernikahannya nanti dengan Samudra? Apa harus meriah atau han

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Amera Hilang

    ****"Hai, Om Bram!" Alif menyambut Bram dengan sangat ramah. Bahkan, kadang-kadang ia tak akan sungkan untuk memeluk lelaki dewasa itu."Apa kabarmu? Bagaimana sekolahmu?" tanya Bram pada bocah itu."Kabarku baik dan sekolahku sangat menyenangkan. Aku sudah bilang pada teman-temanku, kalau Om Bram sebentar lagi menjadi papaku!" Dengan polosnya Alif bercerita."Wow! Alif di ajarin siapa cerita-cerita begitu?" Dinda tampak bertanduk mendengar cerita dua lelaki beda usia di depannya."Memangnya nggak boleh, ya, Bunda?" Alif balik bertanya, tatapannya berubah menjadi sendu."Sutt!" Bram memberi kode isyarat."Em, boleh. Tapi cuma ke teman dekat saja ,ya!" jawab Dinda sedikit terpaksa karena kode dari Bram."Siapa teman dekatnya Alif?" Bram menyela pembicaraan antara Dinda dan Alif."Itu, anaknya Bu RT. Namanya Salwa, Om." 

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Negatif

    ****"Pak, bangun, Pak! Ini sudah siang, Pak Helmi sudah melewatkan sarapan dan minum obat setengah jam yang lalu." Rena memberanikan diri untuk membangunkan Helmi."Hoam!" Helmi menguap sambil menggeliat. Entah kenapa akhir-akhir ini ia sering mengantuk padahal semalam tidurnya sangat nyenyak."Ini sarapan dan obatnya saya taruh di sini, ya!" ucap Rena lagi. Lalu, ia kembali keluar kamar karena ada pekerjaan yang harus di selesaikannya.Helmi berjalan tertatih, tangannya bertumpu pada tembok.  Ia melakukan terapi sendirian. Dari tempat tidur ke kamar mandi saja, Helmi membutuhkan waktu yang lumayan lama, karena kakinya terasa sangat lemas."Argh, andai saja aku tak ceroboh,tak mungkin aku akan menderita seperti ini!" gerutu Helmi. Dengan penuh perjuangan, akhirnya ia sampai juga di kamar mandi.Di dapur Rena berpapasan dengan Wulan, jangankan menyapa dengan ramah, sekadar senyum pun tidak.

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Menikahlah Dengan Dia

    ****Seminggu kemudian dari kejadian Bram mengenalkan Dinda sebagai calon istrinya, kesehatan Helmi kembali menurun. Kepalanya yang sering tiba-tiba sakit dan demam tinggi sering menyerangnya malam-malam. Beruntung ia sudah mendapatkan orang yang bersedia untuk merawat serta mengurus semua keperluannya. Dari mulai makan, menyiapkan pakaian, juga hal-hal kecil lainnya."Hel, apa kamu yakin ingin mengurus Amera sedangkan kondisi kamu saja seperti ini?" tanya Wulan. Ia tiba-tiba masuk kamar dengan wajah yang kusut. Pasti gara-gara belum di kasih jatah bulanan."Terus kalau bukan kita yang urus, mau siapa lagi, Ma?" Helmi balik menatap mamanya."Ya, misal di titip di panti asuhan. Kita bisa menjenguknya kapanpun kita mau. Iya, kan?" ucap Wulan sambil menunduk.Sebenarnya ia tak enak memberi ide seperti ini kepada Helmi. Apalagi, dulu ia sangat menginginkan cucu perempuan dari Helmi. Tetapi ketika Helmi

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Calon Istriku

    *****Sore hari, Helmi pulang ke rumah. Baru saja ia sampai di ruang tamu, Wulan menyambutnya dengan bibir yang mengerucut."Hel, bagaimana kabar si Amera? Apa sudah ada kemajuan hari ini?" tanya Wulan dengan mata yang sedikit mendelik."Belum, Ma.""Harus berapa lama lagi dia di rawat di NICU? Lama-lama bisa tekor persediaan uang kita, tabungan Mama sudah mulai berkurang, loh!" sungut Wulan, tampak sedikit kesal."Sabar, ya,Ma. Kita berdo'a untuk Amera agar berat badannya cepat stabil dan bisa di rawat di rumah saja.""Pasti," sahut Wulan datar."Aku mandi dulu, ya, Ma.""Hm!"Helmi mengayuh roda kursi yang ia duduki dengan dua tangannya. Ia harus belajar mandiri, apalagi nanti kalau Amera sudah pulang ke rumah, ia harus bisa mengurus diri sendiri dan mengasuh Amera sekaligus.Helmi mengguyur tubuhnya yang terasa lengket dengan air hangat. Aroma sabun mandi yang menyegarkan menguar dari t

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Ungkapan Cinta

    ****Bram tampak segar sore ini, setelah mandi dan bersiap-siap ia segera melangkah ke kamar putrinya dengan cepat."Kamu sudah siap, Laura?" teriak Bram sambil mengetuk pintu kamar putrinya yang mulai beranjak remaja."Sedikit lagi, Pa!" teriaknya dari dalam tanpa membukakan pintu untuk papanya."Huh, perempuan sama saja! Masih bocah atau dewasa sama saja, sama-sama suka lama kalau dandan!" gerutu Bram di depan pintu kamar anaknya."Papa tunggu di depan saja, ya!" "Iya, Pa."Bram berjalan ke depan dengan gontai sambil bersiul-siul. Wajahnya kali ini tampak riang tak sekusut sebelumnya, berharap apa yang telah di susun rapi dengan putrinya berjalan sesuai dengan keinginannya.Setengah jam kemudian, Laura menghampirinya sambil senyum-senyum. Dandanan Laura kali ini bikin sakit mata. Bagaimana tidak? Dia memakai rok selutut warna kuning, di padukan dengan atasan k

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status