Setelah jawaban ambigu Fahri, mereka berdua kembali berbincang hal lain, karena sepertinya Fahri tak nyaman dengan pembicaraan sebelumnya.
Daru beberapa kali mencuri pandang ke arah wanita yang saat ini ada di meja kasir, wanita yang tadi mengantarkan Cappuccino buatannya yang memang enak luar biasa.
Tak salah jika Fahri merekomendasikan Cappuccino buatan Zeta, karena Daru bisa langsung jatuh cinta pada varian kopi itu di sesapan pertama.
"Daru, sepertinya saya harus kembali ke kantor. Ada klien yang ingin bertemu setengah jam lagi."
"Oh, oke Bang."
"Kamu ingin pergi juga?"
"Saya... kayaknya saya di sini dulu deh. Cappuccino dan mille feuille-nya enak dan belum habis," ucap Daru sambil menunjuk pastry yang terkenal di Perancis itu.
Fahri tertawa renyah, lalu beranjak dari duduknya. "Sudah saya bilang, Cappuccino buatan Zetaya memang juara di sini. Kamu juga beruntung, karena bisa makan kue buatannya. Biasanya karyawannya yang buat kue itu, dan ya, rasanya tak seenak buatan Zetaya."
Susah payah Daru mengeluarkan senyumnya yang berbanding terbalik dengan hati. Sejak tadi, seniornya itu tak putus-putus memuji Zetaya, dan itu sangat mengganggu sekali di telinga Daru.
"Oke kalau begitu, saya benar-benar harus pergi. Sampai jumpa lagi ya." Fahri menepuk pundak juniornya itu, lalu beranjak pergi ke meja kasir. Namun belum sempat menjauh, Fahri membalikkan tubuh. "Ah ya, nanti kamu langsung pergi saja, saya yang urus pembayarannya."
Rahang Daru mengeras mendengar kalimat Fahri. Sepertinya seniornya ini takut sekali Daru mendekati mantan istrinya. Cih! Mengesalkan! Kalau masih cinta kenapa berpisah?! Jangan salahkan Daru jika dia ingin mendekati Zetaya! Mereka kan sudah tidak ada hubungan apapun! Tak berapa lama, senyum palsu tercetak di bibirnya. "Wah, saya ditraktir, Bang?"
Fahri hanya tertawa sambil menggelengkan kepala. "Lain kali kamu traktir saya, ya."
"Siap, Bang."
Fahri kembali tersenyum, lalu kali ini benar-benar berbalik untuk menuju meja kasir.
Tatapan Daru tak lepas dari pemandangan di depannya. Sang senior terlihat berbicara dengan Zeta. Sesekali mereka tertawa bersama, membuat udara di sekitar Daru menipis. Entah paru-parunya yang mengecil, atau pasokan oksigen di dunia ini berkurang?
Mata Daru membelalak tak suka, saat tangan besar sang senior mampir ke atas kepala Zeta dan menepuknya beberapa kali. Dan lihatlah senyum senang di bibir mantan kekasihnya itu, membuat Daru ingin membungkam bibir Zetaya.
"Udah mantan masih sayang-sayangan! Dasar gak ada etika!" monolog Daru tak jelas. Pria ini langsung mengalihkan pandangan karena takut ketahuan memperhatikan saat sang senior berbalik untuk pergi menuju pintu keluar cafe ini.
"Daru..."
"Ah, ya, Bang?" tanya Daru pura-pura terkejut sambil menoleh ke samping tempat Fahri berdiri tak jauh darinya.
"Saya tinggal dulu ya."
"Iya, Bang," balas Daru sopan, tapi dalam hati sudah menjerit senang karena seniornya akhirnya benar-benar pergi seiring terdengarnya gemerincing dari arah pintu.
Daru mengalihkan pandangan, lalu tak sengaja matanya bertemu dengan mata indah itu, mata yang dia rindukan selama ini. Mata Aya-nya...
Daru menyunggingkan senyum kecil, yang dibalas lengosan tak peduli sang mantan.
Sial!
Sepertinya dia harus ekstra keras kembali meraih cinta mantan terindahnya itu.
Sementara itu, Zeta pura-pura sibuk menghitung penghasilan cafenya hari ini. Namun bibirnya terlihat mengerucut tak suka.
"Mantan Bangke! Kenapa aku harus ketemu lagi sama dia?!" desis Zeta kesal sambil menghitung lembar demi lembar uang dari mesin kasirnya. "Kenapa juga tuh orang masih nangkring di cafe-ku! Sumpah gue badmood banget!" gerutu Zeta kembali.
"Ish! Tadi berapa deh ini hitungan ku? Gara-gara si Bangke, Jadi lupa kan tuh!" Zeta kembali menghitung uang yang berada di tangannya dari awal.
***
"Anda gak pulang, Papanya Evan?"
"Anda ngusir pelanggan?"
"Hah?" Zeta mengalihkan pandangan ke sekeliling cafe-nya yang mulai kembali ramai. Kali ini oleh anak-anak muda yang nongkrong bersama teman-teman mereka. Kebetulan cafe milik Zeta berada di tempat yang strategis. Di area perkantoran dan kampus, yang membuat cafe-nya akan ramai di jam-jam makan siang dan malam.
Belum lagi menu andalan cafe-nya yang menyediakan nasi goreng ala keluarga Zeta turun temurun, yang sudah terkenal tujuh tahun yang lalu dari sejak cafe ini dibuka, membuat cafe-nya ramai pengunjung.
Beberapa pengunjung melihat ke arah Zeta dan Daru, karena suara Daru lumayan kencang.
Zeta kembali mengalihkan pandangan ke arah Daru. "Bu-bukan begitu..." bisik Zeta supaya suaranya tak terdengar oleh pengunjung cafe yang lain.
"Lalu?" tanya Daru sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ehm, begini, cafe saya sebentar lagi akan ramai, dan mungkin bisa sampai waiting list seperti hari-hari biasanya. Kalau Anda tidak ingin memesan menu yang ada di sini lagi, lebih baik Anda--"
"Saya pesan semua menu andalan yang ada di sini."
"Apa?"
"Ah... Mbak, saya minta menunya ya."
Zetaya mengerjapkan matanya beberapa kali, saat Daru memanggil salah satu karyawannya yang kebetulan lewat di dekat mereka.
Pria ini segera sibuk menunjuk beraneka menu yang ada di sana, sementara sang karyawan mencatat semua pesanan Daru.
Setelah beberapa menit, karyawan Zeta undur diri meninggalkan sang bos dan sang pria tampan yang sempat membuat karyawan Zeta gelagapan tak jelas karena terlalu terpesona.
Daru bersedekap, lalu tersenyum miring ke arah Zeta. "Masih mau usir saya? Apa pesanan saya kurang banyak? Kalau kurang, saya bisa pesan lebih banyak lagi. Mb--"
"Cu-cukup." Segera saja Zeta menahan pergelangan tangan Daru, saat pria ini hendak kembali melambai ke arah salah satu karyawannya.
"Pe-pesanan Anda akan segera diantar."
"Ehm... baik, terima kasih dan... bisa tolong lepaskan tangan saya, Mamanya Misha?"
Zeta dengan segera membebaskan pergelangan tangan Daru. Wajah wanita ini merona karena malu.
"Kangen pegang tangan saya, ya?"
"Najis!"
"Astaga, najis? bahasa apa itu?" tanya Daru pura-pura terkejut dengan suara sengaja sedikit lebih kencang.
Zeta menutup mata kesal. Sepertinya mantan kekasih brengsek nya ini sengaja membuatnya malu sejak tadi. Wanita ini kembali membuka mata, lalu memasang senyum pura-pura ramah. "Anda bisa di sini sampai cafe saya tutup, mengingat Anda memesan hampir semua menu yang ada di sini, yang pastinya tidak akan bisa habis dalam waktu yang sebentar. Nanti kalau cafe saya sudah tutup dan Anda belum bisa menghabiskan pesanan Anda, Anda bisa minta karyawan saya untuk bungkus sisanya, supaya bisa Anda bawa pulang. Baiklah kalau begitu, silahkan ditunggu ya pesanannya, Papanya Evan," ucap Zeta panjang lebar setengah menyindir dengan senyum yang kelewat manis, tapi matanya kelewat tajam menatap Daru. Wanita ini segera berbalik untuk pergi kembali menuju meja kasir.
Wanita ini menggerutu kesal seiring langkah kakinya meninggalkan Daru. Niat mengusir Daru gagal total, karena pria itu punya cara untuk bertahan di cafe-nya. Sepertinya setelah ini, dia memilih berada di dalam ruangannya saja sampai cafe tutup, agar tidak merasa risih diperhatikan sedemikian rupa oleh mantan brengseknya itu sejak tadi mantan suaminya pergi dari cafe ini.
Sementara itu, Daru menyunggingkan senyum geli.
"Kamu gak berubah, masih tetap punya tatapan tajam kayak dulu, Aya..." monolog Daru sambil memperhatikan punggung Zeta yang semakin menjauh.
BAB MENGANDUNG DUA PULUH SATU PLUS-PLUS!SADAR DIRI BUAT YANG MASIH UNYU-UNYU DAN BARUNETASYES.KUPANTAUDARI JAUH NIH.YANG TETAP NEKAD BACA2 BAGIAN PALING BAWAH BAB INI, TAR KUSURUHZETANYEMBURKALIAN PAKAI KOPI RASA AIR LAUT.WWKKWKW...Happy Reading,&
BAB MENGANDUNG DUA PULUH SATU PLUS-PLUS!SADAR DIRI BUAT YANG MASIH UNYU-UNYU DAN BARUNETASYES.KUPANTAUDARI JAUH NIH.YANG TETAP NEKAD BACA2 BAGIAN PALING BAWAH BAB INI, TAR KUSURUHZETANYEMBURKALIAN PAKAI KOPI RASA AIR LAUT.WWKKWKW...Happy Reading,
"Calonnya belum datang ya?"Zeta hanya dapat tersenyum kecut saat salah satu penjaga butik tempat dirinya dan Daru akan mencari pakaian pernikahan sesuai keinginan mereka menanyakan hal yang sama lebih dari lima kali. Ingin rasanya Zeta mencongkel bola mata wanita itu, dan menarik kuat bibirnya karena senyum sinis sang penjaga butik, yang saat ini menatapnya mengejek.Tatapan seperti itu sudah hampir dua minggu lebih didapat Zeta setelah Daru mengumumkan hubungan mereka pada media. Kafenya bahkan belakangan ini ramai, hanya karena banyak yang ingin melihat dirinya, lalu menatap sin
“Bagaimana nasib Evan jika media menghujat anakmu, Becca? Menuduh anakmu sebagai anak haram setelah nanti media tahu bahwa Andaru bukan ayah kandung cucu mama. Pikirkan itu! Seandainya kamu tidak menyerahkan dirimu pada Kafka, semua ini tidak akan terjadi! Ingat, kamu yang salah di sini, karena sudah menjadi wanita murahan!” desis Mayang tajam, yang membuat kaki Rebecca lemas seperti jelly.Rebecca akui dia salah, tapi apakah kesalahan harus dilimpahkan padanya semua? Rebecca tahu dirinya bodoh karena menyerahkan diri pada Kafka. Tapi haruskah Mayang menghinanya seperti itu?
Bibir Daru tak pernah berhenti tersenyum sejak ayah Zeta merestui hubungan mereka. Pria tampan ini masih betah bersandar pada dinding depan toilet restoran di salah satu mall besar di kota ini.Depan toilet wanita? Ya, pria ini sejak keluar dari rumah Zeta setelah meminta izin pada Setyo untuk membawa Zeta menghabiskan waktu bersama, tak pernah melepas Zeta sedetikpun. Seperti sekarang, saat sang calon istri pergi ke toilet, Daru bahkan mengikutinya layaknya anak ayam yang takut tersasar. Padahal mereka sedang makan, tapi Daru memilih meninggalkan makanan mereka, dan meminta seorang pelayan di sana untuk tak membereskan dulu meja mereka.
Zeta menguap, sesekali mengusap matanya, karena matanya masih saja lengket minta dipejamkan. Memang sih semalam wanita manis ini tidur sangat larut. Alasannya apa lagi kalau bukan hubungan yang baru kembali dibinanya dengan Daru. Sepanjang malam, Zeta tak pernah berhenti tersenyum dengan jantung berdetak kencang. Wanita ini masih tak habis pikir dengan dirinya sendiri yang berani mencium Daru lebih dulu. Padahal hanya mencium di pipi, tapi rasanya seperti melepaskan semua pakaiannya di depan Daru. Antara malu, tapi senang tak terkira. Bagaimana jika nanti wanita ini benar-benar ‘polos’ di depan Daru?Zeta segera menggelengkan kepala guna mengenyahkan pikiran tak pantas yang tiba-tiba saja hadir di kepala. Pa
"Ki-kita udah sampai di depan rumahku. Kamu... kamu masih mau pegangin tangan aku terus?" tanya Zeta menyindir, namun suaranya terdengar gugup. Wajah Zeta masih merona malu. Dirinya tak menyangka bisa kembali menjalin hubungan dengan Daru.Daru terkekeh geli sambil menatap tangan kirinya yang sejak pria ini mengemudi, bolak balik memegang tangan kanan Zeta. Pria ini mengusap sayang punggung tangan Zeta, yang membuat tubuh Zeta meremang."Aku gak lagi mimpi kan, bisa genggam tangan kamu lagi kayak gini?"
Matanya nyalang menatap Daru. Sebelah tangannya mengusap kasar bibir yang baru saja Daru nikmati. "Aku bukan wanita murahan, Ansel!" ucap Zeta tajam. Mata wanita ini berkaca-kaca."Hiks... a-aku—"Sreeet!Zeta terkejut saat Daru menarik sebelah tangannya sampai tubuh wanita ini kembali berada di dalam rengkuhan Daru.
Tubuh Zeta lemas seketika, sampai Daru langsung melangkah pasti untuk merengkuh tubuh Zeta agar wanita ini tak terjatuh. Mereka saling pandang dengan jarak sedekat ini. Napas mint Daru menerpa bibir Zeta."Kamu tidak apa-apa?" tanya Daru cemas.Zeta memperhatikan wajah Daru dengan seksama. Apakah ucapan mantannya ini bukan candaan? Tapi kalau hanya candaan, tidak mungkin wajah Daru terlihat penuh penyesalan seperti ini."Ka-kamu serius melakuk