Share

Bab 7

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2022-05-23 20:41:40

Tentu saja. Aku bahkan bisa melenyapkan keluargamu kalau benar menipuku." Tuan Edbert tersenyum sinis, kemudian kembali berdiri mendekat padaku.

Tangan kananku diraihnya, menuntun ke sofa dekat jendela. Kami duduk berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Tangan kekar Tuan Edbert menyibak rambutku, lalu mengelus leher ini sangat lembut.

"Kita harus terbiasa seperti ini agar kamu tidak malu jika sudah menjadi istriku. Setelah menikah, jangan memanggilku Tuan Edbert lagi. Aku ingin panggilan yang lebih romantis," bisik Tuan Edbert, lalu memberi gigitan kecil di telingaku.

Jujur, ini sangat menggelikan. Seorang istri yang telah berkhianat pada suaminya yang lumpuh. Air mata jatuh membasahi pipi. Aku tidak bisa menerima perlakuan lelaki kaya di depanku hanya saja ... entahlah.

Tuan Edbert memegang daguku, sehingga wajah kami saling berhadapan. Untuk sesaat aku sadar kalau dia mendekat hendak mencium bibir ini, beruntung aku lekas memalingkan wajah. Sekalipun nanti harus melakukan hal yang lebih, tetapi sekarang bukan waktunya.

Aku mungkin bisa meminta Mas Zaki menceraikanku dengan mencari alasan yang masuk akal agar pengkhianatan dan dosa ini tidak pernah terjadi. Mungkin ibu mertua bisa membantu atau juga Mbak Utami.

Menjadi istri simpanan sama sekali bukan keinginanku, ini adalah paksaan lantas apakah hanya aku yang menanggung dosa sebesar ini? Sungguh ini adalah pekerjaan yang paling memalukan dan aku pernah memarahi teman kuliah karena jadi kekasih gelap bos perusahaan.

Ya, sebenarnya aku pernah kuliah.

"Apa kamu menolakku, Tyas?" Wajah Tuan Edbert memerah.

"Maaf, Tuan. Aku bukan menolak, tetapi masih malu. Mungkin kita bisa melakukan itu ketika sudah menikah nanti." Aku menjawab dengan sedikit keberanian. Jika terus lemah, pasti dia akan memangsaku dengan mudah.

"Kenapa harus malu, bukankah pacarmu pernah mereguk manisnya madu yang ada padamu?"

Jleb!

Kalimat Tuan Edbert sangat melukai hati. Andai saja dia tahu kalau keperawananku direnggut suami sendiri, mungkin dia akan malu pada prasangkanya sendiri, sebaliknya nyawa ini akan melayang. Semua demi Lia, aku tidak ingin dia tumbuh tanpa sosok ibu.

Raut wajah Tuan Edbert berubah. Aku ketakutan, mungkin ini yang dimaksud Pak Damar. Dia pun menghadiahi banyak cumbuan di wajahku. Sekalipun berusaha menghindar, tetap saja kalah karena kedua tangan sudah dikunci dengan gerak cepat.

Aku telah ternoda, bahkan bibir ini dikulum dengan kasar. Air mata mengalir deras, ada perih yang merajai hati mengingat diri yang berselimut dosa.

"Kamu harus ikut perintahku atau harus menyaksikan bagaimana tersiksanya keluargamu!" ancam Tuan Edbert sambil menekan wajahku kasar.

"Iya, Tuan. Aku akan menurut."

Tuan Edbert berdiri, kemudian memberi isyarat agar aku duduk di kursi semula. Ketika kami saling berhadapan, aku bisa melihat senyum yang sangat ramah tercetak indah di bibirnya.

"Bibirmu manis, aku menyukainya. Hanya saja perlu perawatan. Kecantikan yang tertutupi sangat tidak kusukai. Aku akan memberimu uang, ada nomor rekening?"

Sebenarnya kalimat Tuan Edbert bisa saja terdengar pujian bagi orang lain, tetapi untuk perempuan yang telah bersuami adalah hinaan. Aku sadar telah menjatuhkan harga diri Mas Zaki demi uang dan rencana dari ibu, kakak dan iparnya sendiri.

Mungkin aku bisa meminta tolong pada Tuan Edbert untuk melawan mereka ketika lelaki itu telah jatuh cinta padaku. Ini hanya kemungkinan kecil karena aku tahu selera Tuan Edbert sangat tinggi, lagi pula dia telah menikah dengan perempuan yang mungkin sangat dicintai.

Hanya ada rekening Mandiri yang aku miliki sejak menjadi mahasiswi dulu. Aku menuliskan beberapa digit di kertas putih dengan tinta biru. Tyas Aryani. Itu nama yang tertulis sebagai pemilik rekening.

"Aku akan men-transfer jumlah yang lumayan banyak, rahasiakan dari keluargamu yang mata duitan itu!" perintah Tuan Edbert.

Jujur saja, aku tidak mengerti kenapa dia mengatakan hal itu. Tentu Tuan Edbert mengira aku putri kandung ibu, jadi tidak menimbulkan kecurigaan. Entah drama apa saja yang sudah terjadi.

"Sekarang kamu boleh ke luar. Bawa barang-barangmu itu ke kamar yang sudah disediakan!" Tuan Edbert berdiri, lalu melangkah cepat ke pintu dan membukanya lebar-lebar.

Aku tidak mengerti, dia bahkan mempersilakanku layaknya putri raja. Maria yang berdiri di depan pintu gegas tersenyum, lalu menuntunku ke kamar. Rupanya kamar yang di maksud ada di lantai dua. Kami harus menaiki beberapa anak tangga.

Sesampainya di kamar, aku terkagum-kagum karena ruangan sangat luas dengan bad king size berwarna keemasan. Sepertinya keberuntungan berpihak karena Maria bilang ini bukan kamar Tuan Edbert, seolah pelayan cantik itu bisa membaca pikiranku.

"Tuan tidak suka sekamar dengan siapa pun, kecuali Nyonya Aluma, Nona," jelas Maria.

"Apa Nyonya Aluma itu cantik?"

"Tentu saja. Nyonya Aluma itu laiknya bidadari yang turun ke bumi. Dia sangat memperhatikan kecantikannya bahkan kuku pun tidak boleh lecet. Namun, sifatnya yang pemarah membuat nyali kami menciut ketika bertemu."

"Apa dia pernah datang ke sini?"

"Ini adalah rumah kedua Tuan Edbert, Nyonya Aluma sangat jarang untuk datang ke sini. Dia terlalu sibuk perawatan atau jalan-jalan ke mancanegara. Tuan tidak suka perempuan seperti itu, tetapi hatinya begitu cinta." Maria tersenyum. Sepertinya dia sangat paham dengan sifat majikannya.

Kalau diperhatikan, Maria ini jauh lebih cantik daripada aku. Ingin bertanya, mengapa sampai bekerja sebagai pelayan, aku ragu. Mungkin itu termasuk mengulik pribadi seseorang.

"Kita bisa berteman?" tanyaku pada Maria.

"Tentu saja jika Nona menginginkan itu."

"Panggil saja Tyas!"

Maria menggeleng pelan, lalu menjelaskan bahwa tidak boleh memanggil kekasih atau istri Tuan Edbert dengan menyebut nama saja. Aku mengangguk paham, semua karena pekerjaan padahal bisa jadi kami seumuran.

Aku menata pakaian dalam lemari. Ini semua pakaian baru yang pernah aku beli ketika Mas Zaki masih bekerja. Aku juga membawa beberapa daster untuk menutupi kebohongan kalau pekerjaan yang sedang aku jalani tidak seperti yang diketahui suamiku.

"Tuan Edbert itu umurnya berapa?"

"32 tahun."

Aku menghentikan aktivitas, lalu menatap Maria tidak percaya. Seorang lelaki yang rupawan itu ternyata sudah berkepala tiga. Dia sangat kaya, mungkin menghabiskan banyak uang untuk perawatan. Oke, ini hal yang wajar.

"Tyas!" Suara berat itu mengagetkanku. Maria melangkah mundur begitu Tuan Edbert masuk kamar. Kedua tangannya tersembunyi dalam kantong celana.

"Iya, Tuan?"

"Aku sudah men-transfer uang ke rekeningmu. Gunakan dengan baik dan kamu harus cantik dalam sepekan. Hari ini kamu bisa pergi ke salon diantar Pak Damar. Jangan berharap untuk kabur karena kamu sudah terkunci dalam genggamanku!"

Aku menelan saliva. "Iya, Tuan."

"Sekarang pulanglah, pakaianmu biar di sini saja. Aku tidak tahan melihat kecantikan yang tersembunyi!" Tuan Edbert kemudian meninggalkan kamar ini dengan ekspresi wajah datar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arifrahman Muhamma
dia pernah belajar bukan orang bodxh ,tapi bisa di manipulasi mertua sampai segitunya,,ini kan cerita fiksi maklum saja lah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 120

    Mas Bayu sudah dibawa oleh pihak berwajib kemarin sementara Tuan Edbert baru saja dimakamkan. Aku tidak tega melihat Nyonya Aluma terus menangis di atas gundukan tanah itu.Akan tetapi, lebih menyakitkan lagi melihat Maria yang tersenyum padahal matanya menampilkan binar luka. Aku tidak sanggup menyaksikan pemandangan ini."Aku harus kembali ke Detroit untuk memulai lembaran baru. Tenang saja, Islam sudah ada dalam hatiku, aku tidak akan melakukan hal yang dilarang dalam agama," tutur Maria.Mendengar itu aku langsung memeluknya penuh haru. Rasa rindu seketika menyeruak dalam dada padahal aku sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Maria. Dia perempuan baik, mungkin itu yang bisa menjadi alasan."Terimakasih atas bantuan kamu selama ini, Maria!" balasku.Perempuan itu tersenyum, kemudian menaiki mobil alphard hitam dan meninggalkan lokasi pemakaman yang sudah mulai sepi. Mbak Utami tidak ada di sini karena dia pulang ke rumah orangtuanya mengadu nasib di sana.Sementara ibu m

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 119

    "Ya, dia ibu kita, Zaki.""Kenapa ibu seperti itu?""Aku menyandranya di rumah ini karena sudah menduga banyak kemungkinan. Andai kamu tahu dalam beberapa hari saja dia sudah serusak itu karena aku terus menyuntikkan racun dalam tubuhnya yang tua itu!""Apa?""Sekarang kamu harus memilih antara menyelamatkan ibu kandungmu atau melepas Tyas untukku!" Tuan Edbert melipat kedua tangan di depan dada.Setelah itu matanya memberi isyarat yang tidak kami mengerti pada Mas Bayu. Di detik yang sama lelaki yang menjadi suami Mbak Utami itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya di kepala Bu Yola.Kami semua tercengang. Aku ingin melarang, tetapi bibir terlalu kaku untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Bukan hanya aku, bahkan Mbak Utami pun hanya bisa melotot sembari membekap mulut dengan kedua tangannya."Tidak ada hakmu untuk melakukan ini, Ed! Bu Yola adalah ibumu sementara Tyas adalah istri dari kakak kandung kamu!" sentak Maria dengan emosi yang meluap-luap."Kenapa aku tidak memiliki hak? K

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 118

    "Tidak, kamu salah! Aluma sendiri yang tidak pernah menginginkan anak dariku makanya aku sampai mencari istri simpanan," elak Tuan Edbert."Bagaimana mungkin dia tidak menginginkan anak dari lelaki yang dia cintai, Ed. Apa kamu lupa kalau Aluma merebut kamu dariku?""Dia hanya menginginkan aku, tetapi tidak sampai memiliki anak.""Dia menginginkan anak darimu, Ed. Aluma tidak ingin perempuan lain melahirkan anakmu," selaku.Tuan Edbert membuang pandangan. Dia bersikukuh kalau Nyonya Aluma sama sekali tidak mau melahirkan anak karena bisa merusak postur tubuhnya yang indah.Sementara itu aku terus menentang karena yakin Nyonya Aluma sebenarnya ingin, tetapi Tuan Edbert yang selalu menolak. Bagaimana pun lelaki itu tidak pernah mencintai istrinya.Padahal memang bagus mencintai lelaki yang memikat hati, tetapi lebih bagus lagi mencintai lelaki yang telah menikahi kita. Cinta itu agung dan luas maknanya, tidak boleh disalahgunakan oleh mereka yang hanya mengedepankan ego dan nafsu belaka

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 117

    Kembali aku merasa lega ketika Tuan Edbert kembali ke kamar utamanya. Dia pasti bahagia karena sudah melakukan permainan selama dua jam lebih menurut cerita Nyonya Aluma yang kini bersembunyi di kamar sebelah.Dia mengaku lelah dan lekas tidur, untung saja tadi malam dia tidak ketiduran sampai pagi atau Tuan Edbert akan marah besar. Aku kasihan karena ternyata perempuan itu menunggu fajar.Untung saja Tuan Edbert tidak banyak bertanya ketika melihatku sudah duduk di meja rias padahal baru pukul enam pagi. Aku tidak mandi melainkan hanya mencuci muka saja karena khawatir dia menyusul dan mengulangi permainan tadi malam."Nona, ada seseorang yang mencari Anda!" kata salah seorang pelayan."Siapa?""Aku melihat Maria, Utami dan seorang lelaki, Nona." Pelayan itu menjawab dengan suara pelan.Aku langsung beranjak dari tempat duduk untuk menemui mereka. Tidak butuh waktu lama karena aku menuruni anak tangga dengan langkah tergesa. Mas Zaki sepertinya rindu berat sehingga langsung membawaku

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 116

    PoV Tyas AryaniBahkan hingga matahari sudah berada di ufuk barat pun aku tetap tidak menemukan ide untuk pergi dari sini. Terutama karena Mbak Utami sudah tidak bekerja sebagai pelayan. Ingin mengobrol dengan Mas Bayu juga enggan.Entah Tuan Edbert ada di mana karena sejak tadi aku menolak ke luar kamar ketika dipanggil pelayan untuk makan siang. Mereka malah langsung membawa makanan itu ketika aku perintahkan.Rasa malas beranjak menguasai jiwa. Bahkan untuk menoleh pun aku enggan. Akan tetapi, ketukan di pintu berhasil membuatku terusik."Pergi atau kuhabisi kau!" teriakku penuh emosi."Keluar jika kamu berani!" sentak suara itu.Aku terkejut bukan main. Ternyata Nyonya Aluma kembali datang padahal aku berharap dia sudah meninggal dunia. Kedatangannya ke sini begitu menganggu, dengan cepat aku beranjak melangkah cepat menujunya.Mata kami saling beradu. Kini tidak ada rasa takut dalam jiwa ketika bertemu Nyonya Aluma. Sekalipun dia tetap sekeji dulu, aku tidak akan mundur walau sel

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 115

    Setelah kepergian Zaki, Utami lekas membuka pintu kamar itu dan menyambar ponsel yang tergeletak manja di nakas. Dia mulai mengotak-atik kontak mencari nama Maria di sana. Tidak lama karena hanya ada sedikit kontak, itu pun tertera dengan nama Veriel Maria. Untung saja nama itu pernah didengar langsung oleh Utami. Dia menyalin kontak Maria ke dalam ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon. Hanya berdering, tanpa ada jawaban. Namun, Utami tidak ingin putus asa sehingga dia terus menelepon. "Halo?" sapa Maria di balik telepon setelah panggilan ke delapan. "Ini Maria, kan? Aku Utami." "Ada apa?" "Kamu harus membantuku menemukan Tyas. Apa kamu bisa ke sini sekarang? Aku tidak bisa menjelaskannya via telepon. Aku mohon." "Ke mana?" "Rumah ibu mertuaku." Sedikit lama mereka berbincang sebelum akhirnya menutup telepon. Utami bernapas lega begitu Maria setuju akan membantu sampai menemukan titik terang. Dua jam menunggu dengan gamang, akhirnya Maria datang juga. Dia cantik sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status