Share

BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM
BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM
Penulis: SAVANA ALIFA

Berubah Dalam Semalam

“Kamu bahagia?”

Kei mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Genggaman lembut tangan sang suami membuat dadanya terasa hangat.

"Lebih dari bahagia, Mas. Terima kasih karena kamu sudah mengabulkan pernikahan impianku. Aku beruntung memiliki kamu."

Arka tersenyum singkat. Ia menatap Kei dengan tatapan tak terbaca. Dan entah mengapa, sekilas Kei merasa ada yang berbeda dari tatapan pria itu.

Tapi apa?

Kei lantas menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan pemikiran itu. Arka ada di sini bersamanya, dalam perjalanan menuju rumah baru mereka. Kei tak perlu memusingkan hal lain di hari bahagianya bukan?

Sekitar lima belas menit kemudian, mobil mewah milik Arka memasuki gerbang tinggi yang dijaga dua satpam.

Kei terus tersenyum, tak bisa menyembunyikan rasa bahagia. Jantungnya berdegup kencang saat mengingat malam ini ia akan menyerahkan seluruh hidupnya pada Arka, pria yang kini sudah sah menjadi suaminya.

Memikirkan semua itu sudah membuat wajah Kei terasa panas.

Arka turun dari mobil lebih dulu tanpa mengatakan sepatah kata. Kei kira Arka akan membukakan pintu untuknya, seperti yang sering pria itu lakukan jika mereka pergi bersama. Tapi kali ini, pria itu justru memasuki rumah lebih dulu, meninggalkan Kei yang masih terpaku di dalam mobil.

"Mas Arka kenapa?" Kei bertanya-tanya sambil turun dari mobil. Heran dengan sikap suaminya. Apalagi sepanjang perjalanan tadi Arka tak banyak bicara. Biasanya pria itu pintar mencairkan suasana, ceria, dan banyak bicara.

"Mungkin dia lelah," gumam Kei sambil melangkah masuk ke dalam rumah megah itu.

"Selamat malam, Nyonya. Mari saya antar ke kamar Tuan."

Kei sedikit terkejut dengan kedatangan pelayan yang tiba-tiba bicara padanya. Ia lalu mengangguk, berjalan pelan mengikuti langkah pelayan tersebut. Mungkin Arka yang meminta pelayan itu menghampiri Kei untuk mengantarnya ke kamar.

Kei mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih..."

"Rumi. Nama saya Rumi, Nyonya."

"Terima kasih, Rumi," ulang Kei. Ia kembali tersenyum, dibalas senyum pula oleh Rumi. Sepertinya usia mereka tak jauh beda, Rumi bahkan terlihat sedikit lebih muda darinya.

Kei menghela nafas panjang sebelum membuka pintu kamar dengan pelan. Pandangannya mengedar, dan tak menemukan siapa pun di sana.

"Mas Arka?" panggilnya. "Apa dia di kamar mandi?" Kei bermonolog. Tapi dilihat dari pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, sepertinya Arka tak berada di sana.

Kei memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu karena tubuhnya sudah terasa lengket. Namun, saat hendak mengambil pakaian ganti, ia tak mendapati kopernya di sana. Akhirnya, ia mengambil kemeja milik Arka di ruang ganti.

Beberapa menit kemudian, Kei keluar dari kamar mandi menggunakan kemeja Arka yang tampak kedodoran di tubuh rampingnya. Wajah cantiknya sudah tampak segar, wangi mawar menguar dari tubuhnya.

Keningnya mengkerut saat mendapati kamar itu ternyata masih kosong. Arka belum kelihatan batang hidungnya.

Suara erangan dari arah balkon membuat Kei mengalihkan atensinya ke sana. Ia berjalan ke arah pintu dan matanya seketika membulat saat mendapati Arka tengah duduk di sofa, sambil menengguk minuman keras.

"Mas..." lirih Kei, terlalu terperanjat hingga tak tahu harus berkata apa.

Arka tak merespon. Wajahnya tampak memerah di tengah cahaya remang. Racauan tidak jelas yang keluar dari mulutnya membuat Kei yakin suaminya itu sudah mabuk.

Kei segera menghampiri dan mengambil botol minuman yang masih pria itu pegang lalu menjauhkannya.

"Kenapa kamu seperti ini, Mas?" tanya Kei cemas.

Arka menoleh dengan tatapan yang begitu tajam. Tatapan yang baru kali ini Kei dapatkan dari pria itu. "Pergi kamu!" ucap Arka dengan suara parau, sambil mendorong Kei yang berusaha membantunya berdiri.

Kei tidak begitu mengindahkan protes suaminya. Dia hanya ingin membawa Arka masuk ke dalam kamar.

"Mas, lebih baik kita masuk," Kei meraih tangan Arka lagi, tapi dengan kasar Arka menepis tangan gadis itu.

"Jangan menyentuhku!" sentaknya. Dengan mata memerah, Arka menatap Kei dengan tatapan jijik. Pria itu menyeringai, lalu meludah muak. "Perempuan sialan!" ucapnya lagi.

Kei seketika terpaku di tempat.

Dengan sempoyongan Arka berusaha berjalan sendiri. Melihat tubuh tak seimbang Arka, Kei kembali mendekati pria itu hendak memapahnya. Namun, lagi-lagi Arka menepis tangan Kei dengan kasar. Meski sorot matanya tidak fokus, tapi Kei bisa merasakan tatapan itu begitu tajam menghunusnya.

"Aku tidak sudi disentuh olehmu!" sentak pria itu. "Jangan harap ada kebahagiaan dan cinta dalam pernikahan ini!"

Kei semakin tak mengerti dengan ucapan dan sikap Arka, tapi ia masih berpikir mungkin sikap Arka itu hanya karena pengaruh alkohol saja. Ia kembali menghampiri Arka dan membantu pria itu berjalan hingga mendekati ranjang.

Arka mengibaskan tangannya, membuat tangan Kei terlepas dari lengannya. "Kamu tuli? Aku bilang jangan menyentuhku!" sergah Arka lagi.

Kei mulai menyerah, tak sekali Arka mengatakan kalimat itu. Hatinya berdenyut sakit, sikap Arka benar-benar kasar.

Ia berbalik hendak pergi, namun Arka justru menarik tangan Kei dengan keras dan melempar tubuh perempuan itu ke atas ranjang.

Kei memekik kaget, tidak menyangka Arka akan melakukan hal itu padanya. Gadis itu cepat-cepat beranjak untuk menjauh dari suaminya yang sedang dalam pengaruh alkohol.

Namun, Arka dengan cepat menahan Kei dan menindihnya. Gadis itu belum sempat mencerna apa yang terjadi ketika Arka tiba-tiba mencekik lehernya. Tatapan Arka benar-benar menakutkan, dengan penuh kebencian pria itu terus mengeratkan tangannya di leher Kei.

"M-mas, lepas..." ucap Kei dengan suara terbata. Wajahnya memerah menahan sakit, nafasnya mulai terasa sesak. Ia memukul-mukul tangan Arka, berharap pria itu melepaskannya dan tersadar bahwa dia adalah istrinya.

"Mas Arka..." lirih Kei, matanya mulai berair. Hatinya sakit, raganya sakit. Apa yang Arka lakukan benar-benar melukainya. Ia tak pernah tahu sisi lain dalam diri suaminya ini.

Selama ini Arka selalu memperlakukannya dengan baik dan terhormat. Benarkah pria yang tengah mencekik lehernya ini adalah orang yang sama?

"Ini balasan untukmu," kata Arka dengan suara serak dan dalam. "Ini baru permulaan," ucap Arka lagi, penuh penekanan. Kedua mata pria itu bahkan terlihat melebar, mengeluarkan tenaga sekuat mungkin untuk mencekik leher istrinya.

Kei terus memukul-mukul tangan Arka, kedua kakinya bergerak sembarang berharap dapat melepaskan diri dari cengkraman suaminya. Air mata semakin membanjir, haruskan ia pasrah?

Haruskah ia mati di tangan suaminya sendiri?

Kei bisa merasakan pasokan udara di sekitarnya mulai menipis. Telinganya berdenging, tapi masih bisa menangkap suara dingin dan penuh kebencian suaminya ketika berkata, "Akan ku pastikan kamu mendapatkan balasan yang setimpal!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status