Share

Pertengkaran Sengit

Author: SAVANA ALIFA
last update Last Updated: 2023-08-22 20:51:47

Kei tentu tak terima dengan jawab pria itu, apalagi wanita yang bergelayut manja di lengan suaminya tampak tersenyum mengejek. Hal itu semakin memancing kekesalan Kei, ia menarik wanita bernama Clara itu dan menjauhkannya dari Arka.

"Jauhi suamiku!" pekik Kei marah.

Clara yang memang benci pada Kei menggunakan kesempatan itu untuk menyerang balik. Dengan kuat Clara menampar pipi Kei, menimbulkan bunyi cukup keras hingga Kei mundur beberapa langkah karena kerasnya tamparan itu.

Tak ingin kalah, Kei pun mengangkat tangan kanannya, hendak membalas tamparan Clara. Tapi Arka menahannya. Pria itu menghempaskan tangan Kei dengan keras.

"Jaga sikapmu!"

Kei menatap Arka dengan nanar, air matanya semakin membanjir, "Kamu membelanya, Mas? Setelah apa yang kamu lakukan semalam, kamu justru membawa wanita ini dan membelanya?! Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan?!"

"Diam kamu, wanita sialan! Harusnya kamu tahu diri!" sentak Clara, membuat Kei terkejut.

"Yang berhak atas diri Arka dan rumah ini adalah aku. Kamu siapa, hah? Kamu itu hanya objek pelampiasan balas dendam Arka. Jangan kurang ajar!" teriak Clara.

Kei tergugu, ia berusaha mencerna kalimat yang Clara lontarkan. Ia benar-benar tak mengerti. Apa maksud kata-kata Clara?

Baru saja hendak bertanya untuk meminta penjelasan, Arka membawa Clara pergi ke kamar.

"Mas! Tunggu! Mas Arka!"

Percuma, sekeras apapun Kei berteriak memanggil Arka, pria itu tak menggubrisnya sama sekali.

"Mas..." Kei jatuh meluruh ke atas lantai, menangis sejadi-jadinya.

Pernikahan indah impiannya memang terwujud, tapi keindahan dan rasa bahagia yang belum genap 24 jam ia rasakan sudah hancur dalam semalam.

"Apa salahku, Mas?"

Tangisan Kei semakin terdengar pilu. Tak ada yang berani mendekat, semua pelayan takut pada Arka.

"Rumi..." lirih Kei saat melihat gadis itu mendekat untuk menenangkannya.

"Jangan menangis, Nyonya," ucap si pelayan.

"Apa salahku, Rumi? Mas Arka mengkhianati ku... dia bukan mas Arka yang aku kenal, dia berubah hanya dalam semalam..."

Rumi hanya diam, sebelah tangannya mengusap punggung Kei dengan lembut. Gadis itu bingung harus bicara apa. Lagipula sebagai seorang pelayan, ia tak berhak mengomentari masalah dalam rumah tangga tuannya.

Sampai Kei lelah dan tangisannya mulai mereda, Rumi sedikit menjauh untuk memberi jarak di antara mereka. "Mari, saya antar Nyonya ke kamar tamu," ucapnya.

Mendengar kalimat itu, Kei kembali menangis. Bukankah posisinya Nyonya di rumah itu? Tapi ia justru tersingkir ke kamar tamu.

***

"Lepas, Arka! Kenapa sih kamu bawa aku ke kamar? Aku belum puas memberinya pelajaran! Wanita itu harus diberi peringatan!" Clara meronta dari genggaman Arka begitu mereka tiba di kamar lantai atas.

"Dia itu hanya mempunyai status dari kamu, tapi tidak berhak atas dirimu. Apalagi rumah ini, harusnya aku yang menjadi nyonya! Sampai kapan kamu akan terus bermain-main seperti ini? Sampai kapan kamu akan terjebak dalam pernikahan balas dendam ini? Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Arka. Aku mau kamu segera menceraikannya lalu nikahi aku!" cecar Clara.

Gadis itu kesal bukan main, harusnya Arka tak memisahkannya tadi karena ia sangat ingin kembali menampar Kei.

"Bersabarlah. Setelah urusanku dengannya selesai, aku pasti akan menikahi mu," kata Arka setelah lama terdiam. Ia membawa Clara duduk di sofa, mengusap punggung tangan perempuan itu untuk menenangkannya.

"Iya, tapi kapan? Sudah dua tahun kita menjalin hubungan, tapi kamu justru menikahinya! Apa kamu pernah membayangkan seberapa besar rasa sakit di hatiku? Kamu egois!"

Arka menghela nafas panjang, ia mulai lelah dan jengah, "Kamu tahu pasti alasanku menikahinya. Bersabarlah sebentar lagi, setelah itu kita akan benar-benar menikah."

Clara menghembuskan nafas kasar. Selain mengangguk untuk bersabar, ia tak bisa apa-apa lagi. Ia tak mau kehilangan Arka.

"Baiklah, aku akan bersabar," ucap Clara kemudian. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher Arka, memeluknya dan menggodanya dengan memainkan jemari tangannya di leher pria itu.

"Clara," tegur Arka sambil melepas kedua tangan Clara dari lehernya. Ia duduk bergeser untuk memberi jarak.

"Kenapa sih, Sayang? Kenapa kamu nggak pernah mau menyentuhku?" tanya Clara dengan wajah terluka.

"Ada saatnya, Clara. Ada saatnya aku akan menyentuhmu," jawab Arka datar.

Clara berdecak, pandangannya terarah ke atas ranjang yang tampak masih berantakan. Kei memang belum sempat membereskannya. Ia lantas menatap Arka dengan tajam. "Jangan katakan kamu sudah menyentuh jalang itu!"

Arka terdiam beberapa saat, mencari jawaban yang tepat agar tak membuat Clara marah atau melukai perempuan itu. "Percaya padaku, Sayang."

"Bagaimana aku bisa percaya? Apa ada jaminan kalau kamu benar-benar tidak menyentuhnya?" tanya Clara dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kalian suami istri, dan aku hanya..."

Clara tak dapat melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba saja air matanya sudah menetes. Ia langsung menghapus air matanya dengan kasar, pikirannya sudah tak karuan. Apalagi melihat kasur yang berantakan itu, mustahil tidak terjadi apa-apa.

Clara beranjak, mengambil tas di atas nakas hendak pergi.

"Ra, tunggu. Aku hanya tidak mau merusak mu," kata Arka menyusul gadis itu, berusaha menahannya. "Hanya kamu satu-satunya wanita di hidupku."

Clara menepis tangan Arka yang hendak menggenggam tangannya. "Aku mau pulang!"

"Biar ku antar."

Tak ada jawaban dari Clara, tak ada juga penolakan. Perempuan itu pergi begitu saja.

Arka mengeraskan rahang. Situasi rumit ini benar-benar membuat kepalanya hampir pecah.

'Semua gara-gara wanita sialan itu!'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   RINDU

    Sudah larut malam, tapi Kei belum juga bisa terlelap. Beberapa kali ia mengubah posisi tidur, miring ke kanan miring ke kiri, semuanya tak membuatnya nyaman.Entah mengapa perasannya mendadak tak karuan, pikirannya terus tertuju pada Arka yang beberapa jam yang lalu mengirimnya sebuah pesan, bahwa pria itu akan pulang larut malam. Entah ada apa, mungkin pekerjaannya sedang banyak, atau mungkin juga menghindari Kei karena Kei tak juga mau memberi jawaban atas permintaannya.Terbersit sebuah ide, "Apa aku harus melakukan itu?" gumamnya.Seperti ada sebuah dorongan, Kei pun bangkit dari pembaringan, lalu beranjak keluar kamar.Sepi, bahkan lampu di beberapa ruangan sudah padam, tapi Arka belum juga pulang. Kei tak tenang, tapi Kei enggan mengirim pria itu pesan untuk sekedar bertanya kapan pulang?Perempuan itu menghela nafas panjang, menguatkan tekad untuk melakukan ide yang beberapa saat lalu terbersit dalam benaknya.***Arka menghela nafas panjang saat melangkah memasuki rumah. Sebag

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   MEMAAFKAN

    Jam makan siang tiba, tapi Starla masih tak keluar dari kamarnya. Mungkin karena kakinya masih sakit, meski tak sesakit tadi sebelum Cio membantunya."Bi, Starla belum makan siang?" Tanya Kei yang baru saja tiba di ruang makan. "Belum nyonya, mungkin kakinya masih sakit," jawab Bi Inah.Kei menghela nafas panjang, tadi ia sempat mencurigai Starla. Kepercayaannya pada perempuan itu tak mudah untuk kembali seperti dulu, tapi sepertinya Starla memang tak berbohong, sesuai dengan yang Cio katakan tadi."Biar aku saja yang membawakannya makan siang bi, bibi tolong siapkan yah," kata Kei lagi. Mungkin ia harus meminta maaf pada Starla.Bi Inah mengangguk, "Baik Nyonya," jawabnya.Sembari menunggu makanan untuk Starla siap, Kei meminum jus alpukat kesukaannya, lalu menusuk buah melon yang sudah di potong kecil-kecil dengan garpu. Rasanya manis, Kei sangat menyukainya, apalagi buah melon itu mampu mengusir rasa mualnya ketika makan.Beberapa saat kemudian, nampan berisi makanan untuk Starla

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   KECURIGAAN KEI

    Starla menepis tangan Cio saat pria itu hendak memapahnya dan membantunya berjalan, “Aku bisa sendiri,” katanya dengan sedikit ketus.Cio mengerutkan dahinya, bukankah beberapa saat yang lalu sikap gadis itu sudah sedikit mencair? Atau karena ada hal urgent saja Starla mau bicara dengannya?“Kaki kamu terkilir, aku hanya ingin membantumu,” ucap Cio. Pria itu mengerutkan dahi saat Starla memanggil pak Bimo yang masih berbicara dengan petugas pemadam kebakaran yang berhasil menaklukan ular cobra di sana.“Pak, tolong banti saja ke sana,” Starla menunjuk sebuah bangku, kakinya benar-benar sakit, sepertinya ia harus beristirahat sebentar.Pak Bimo menatap Cio, ia tak mengerti dengan situasi antara Cio dan Starloa. Tapi taka da salahnya ia bertanya pada Cio lewat tatapan mata. Dan cio memberikan jawaban dengan gelengan kepala, Bimo yang mengerti pun menjawab, “Maaf bu, tapi tangan saya kotor. Tadi saya sempat memegang ular itu.”Cio bersorak dalam hati, Bimo bisa ia ajak berkompromi meski

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   SEPERTI ORANG GILA

    Cio mengambil payung dari jok belakang, ia buka lalu ia gunakan untuk memayunginya dan Starla. Membuat gadis itu memutar bola matanya dengan malas."Tidak perlu menggunakan payung, aku sudah terbiasa dengan panas," Starla menolak, ia menjauh dari Cio, tapi Cio tak menyerah dan kembali melindungi gadis itu dengan payung."Kalau tidak memakai payung, kepala kamu bisa pusing. Panasnya lagi terik, sudahlah, apa susahnya menurut?"Starla berdecak, tapi ia tak menolak lagi. Mungkin Cio salah meminum obat, kenapa pria itu menjadi sangat perhatian padanya? Biasanya Cio tak akan perduli apapun tentangnya, apalagi sejak kejadian di villa dulu, pria itu bersikap seperti tak mengenalnya.Dulu, ketika mereka bersahabat, Cio memang sangat perhatian, melindungi Starla seperti layaknya melindungi Kei. Tapi setelah kejadian di villa, Cio seperti orang asing. Apalagi Kei menjadi objek balas dendam Arka, Cio semakin membencinya.Lalu kenapa sekarang Cio kembali bersikap baik? Apa pria itu ingin menjalin

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   KARMA

    Beberapa saat berdiam diri di balik pintu sebuah ruangan, helaan nafas panjang terdengar berhembus dari mulutnya. Setelah benar-benar siap, tangannya terangkat mengetuk pintu di hadapannya."Masuk," sahutan dari dalam sana.Sekali lagi Starla menghela nafas panjang, kemudian ia hembuskan dengan sedikit kasar, jika bukan karena paksaan sang kakak, ia malas menemui Cio lagi. Bukan karena benci, tapi kata-kata pria itu seketika berputar begitu saja ketika ia melihat wajah Cio. Dan hal itu membuat hatinya kecewa."Selamat pagi pak."Suara itu membuat Cio sontak mengalihkan pandangan, tanpa ia sadari, bibirnya melengkung mengukir senyum, "Starla?" sapanya."Maaf pak, saya kesini ingin melakukan peninjauan proyek, apa Zifa bisa menemani saya?" Starla tak ingin berbasa-basi bicara, ia langsung membicarakan tujuannya datang kesana."Zifa?" ulang Cio, mungkin ia ingin mengatakan, KENAPA HARUS ZIFA? AKU ADA DI SINI!Starla mengangguk, "Kalau begitu, saya langsung ke ruangan Zifa saja. Permisi,

  • BELENGGU DENDAM SUAMI KEJAM   PERMINTAAN

    "Kenapa aku lagi kak? Kakak saja, aku sibuk," tolak Starla saat Arka kembali memintanya bertemu dengan Cio untuk meninjau proyek mereka."Kakak lebih sibuk darimu, ayolah Star, kakak akan memberikan tanggung jawab penuh untukmu di proyek ini. Bukankah ini jalan yang menguntungkan untuk karirmu? Ini proyek pertamamu, dan ini bukan proyek abal-abal, Star. Proyek besar loh, kalau kamu berhasil, kemampuan kamu akan di perhitungkan banyak lawan," Arka terus membujuk. Melihat perkembangan mental sang adik yang sudah sangat baik, ia ingin Starla juga bisa seperti dirinya, berdamai dengan masa lalu lalu hidup lebih tenang dan bahagia. "Kakak, aku tidak perduli dengan karirku, aku bekerja hanya untuk belajar dan juga membantumu. Jadi kakak saja yang pergi," tolak Starla lagi, ia enggan bertemu dengan Cio. "Tapi kamu sudah pintar, kamu tidak perlu belajar lagi. Kamu hanya perlu menunjukkan kemampuanmu pada semua orang. Star, kelak yang akan memegang perusahaan ini juga kamu, kamu harus mencar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status