Home / Romansa / Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin / BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

Share

BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

Author: TenMaRuu
last update Huling Na-update: 2025-08-02 01:30:55

Perjalanan kembali ke suite hotel di dalam lift terasa begitu berbeda.

Jika tadi pagi lift ini terasa seperti sebuah kotak sempit yang menyesakkan, kini lift yang sama terasa seperti podium kemenangan yang sunyi.

Alina tidak berkata apa-apa. Revan pun diam.

Tapi keheningan di antara mereka tidak lagi canggung. Ada sebuah pemahaman baru yang menggantung di udara.

Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka baru saja melewati sebuah pertempuran bersama.

Dan mereka menang.

Begitu pintu suite tertutup di belakang mereka, Alina akhirnya bisa bernapas dengan lega.

Adrenalin yang sejak tadi membuatnya berdiri tegak kini mulai surut, meninggalkan perasaan lelah yang memuaskan.

Ia melepaskan sepatunya yang berhak tinggi dan berjalan ke arah jendela, menatap lampu kota Singapura yang kini terasa lebih ramah.

"Kerja bagus," sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan.

Alina menoleh.

Revan berdiri di dekat minibar, sedang menuangkan air putih ke dalam gelas. Ia tidak menatap Alina, tapi kata-kata itu jelas ditujukan untuknya.

Jantung Alina berdebar sedikit. Pujian dari Revan Adhitama terasa seperti sebuah artefak langka.

Bukan karena ia butuh pengakuan, tapi karena untuk pertama kalinya, pria itu tidak sedang berbicara pada 'aset'-nya. Ia sedang berbicara pada seorang arsitek.

Dan pengakuan itu, entah kenapa, terasa lebih intim daripada sentuhan apa pun.

"Kau juga," balas Alina pelan. "Serangan dari sisi angka tadi... brilian."

"Aku hanya menjalankan tugasku sebagai klien yang baik," jawab Revan datar, tapi Alina bisa menangkap sedikit nada kepuasan dalam suaranya.

Ini dia. Momen ini.

Sebuah momen normal yang aneh. Seperti dua rekan kerja yang sedang melakukan evaluasi setelah rapat penting. Mungkin, mungkin saja, ini adalah awal dari sebuah...

TRING! TRING!

Suara telepon interkom di dalam suite berdering nyaring, memotong momen itu dengan kasar.

Revan berjalan dan mengangkatnya. "Ya?"

Hening sejenak. Alina melihat rahang Revan kembali mengeras. Topeng dinginnya yang tadi sempat sedikit melunak, kini kembali terpasang dengan sempurna.

"Ada apa?" tanya Alina saat Revan meletakkan telepon itu kembali.

Revan menatapnya, tatapannya tajam. "Itu resepsionis. Ada seseorang yang memaksa ingin bertemu denganku. Dia tidak mau pergi."

"Siapa?"

"Leo Santoso," jawab Revan. "Dia terlihat... sangat marah."

Darah seolah surut dari wajah Alina. Leo? Di sini? Sekarang?

"Untuk apa dia kemari?" bisik Alina, rasa takut yang tadinya hilang kini merayap kembali.

Revan tidak menjawab pertanyaan itu.

Ia mengambil satu langkah, secara naluriah memposisikan tubuhnya sedikit di antara Alina dan pintu utama suite, seolah menjadi perisai.

Baru setelah itu, ia menoleh ke arah pintu kamar tidur.

"Masuk ke kamar," perintahnya, suaranya tidak memberi ruang untuk bantahan. "Apapun yang kau dengar, jangan keluar. Kunci pintunya."

"Tapi..."

"Alina. Masuk," tegas Revan.

Dengan berat hati, Alina menurut. Ia masuk ke dalam kamar tidur dan menutup pintunya, tapi tidak menguncinya.

Rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Ia menempelkan telinganya ke daun pintu yang tebal, mencoba mendengar.

Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara pintu utama suite dibuka, diikuti oleh suara langkah kaki yang marah.

"APA-APAAN INI, REVAN?!"

Itu suara Leo. Terdengar serak karena amarah.

"Kau sengaja menjebakku! Kau tahu soal proyek Sentosa itu, kan? Kau sengaja menggunakan istrimu untuk menghancurkanku di depan para investor!"

Alina menahan napas.

Ia mendengar suara Revan yang tenang, kontras dengan amarah Leo.

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Leo. Aku hanya klien yang mendengarkan dua proposal. Dan proposal istrimu, kebetulan, lebih jujur."

"Jujur?!" Leo tertawa sinis. "Jangan naif! Kau pikir aku tidak tahu permainanmu? Kau ingin menyingkirkanku dari proyek ini sejak awal!"

"Kalau memang begitu, lalu kenapa?" balas Revan dingin. "Ini bisnis."

"Ini bukan lagi soal bisnis!" teriak Leo. "Ini sudah personal! Kau dan istri kecilmu yang sok suci itu akan menyesal telah mempermainkanku!"

"Dengar, Revan," lanjut Leo, suaranya kini lebih rendah dan mengancam.

"Aku mungkin tidak bisa menyentuhmu. Tapi istrimu... arsitek idealis itu... dunianya kecil. Sangat mudah untuk membuatnya tersandung. Sangat mudah untuk memastikan tidak akan ada lagi yang mau memakai jasanya."

Jantung Alina serasa berhenti berdetak.

Ancaman itu ditujukan langsung padanya.

Ia mencengkeram gagang pintu, siap untuk keluar dan menghadapi Leo sendiri.

Tapi sebelum ia sempat bergerak, ia mendengar suara Revan.

Suara yang berbeda dari yang pernah ia dengar sebelumnya. Sangat tenang, sangat kalem.

Sebuah ketenangan yang justru mengandung bahaya mematikan, yang membuat bulu kuduk Alina merinding.

Tangannya yang mencengkeram gagang pintu terasa dingin dan kebas. Ia tanpa sadar menahan napas, takut jika suaranya sendiri akan mengkhianati kehadirannya.

"Ancamanmu itu membosankan, Leo."

"Kalau kau mau bermain, bermainlah denganku. Jangan bawa-bawa dia."

Revan berhenti sejenak, dan Alina bisa membayangkan tatapan mata dingin yang sedang ia berikan pada Leo.

"Sekali lagi kau menyebut namanya, atau bahkan hanya berpikir untuk mengganggunya..."

"...aku pastikan kau tidak akan pernah bisa membangun apa pun lagi di belahan bumi mana pun."

"Sekarang, keluar dari suite-ku."

Setelah itu, yang terdengar hanyalah suara pintu yang dibanting dengan keras.

Dan keheningan.

Alina masih berdiri di balik pintu, tangannya gemetar.

Ia baru saja mendengar sesuatu yang tidak seharusnya ia dengar.

Sebuah deklarasi perlindungan yang paling mutlak, yang tidak ada dalam pasal kontrak mana pun.

Dan itu... jauh lebih membingungkan daripada semua permainan bisnis mereka.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 26 : Pertolongan Pertama

    Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.Satu bantingan pintu yang keras.Setelah itu? Hening. Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu. Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar. Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.Alina sudah siap untuk apa pun. Siap

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

    Perjalanan kembali ke suite hotel di dalam lift terasa begitu berbeda.Jika tadi pagi lift ini terasa seperti sebuah kotak sempit yang menyesakkan, kini lift yang sama terasa seperti podium kemenangan yang sunyi.Alina tidak berkata apa-apa. Revan pun diam.Tapi keheningan di antara mereka tidak lagi canggung. Ada sebuah pemahaman baru yang menggantung di udara. Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka baru saja melewati sebuah pertempuran bersama.Dan mereka menang.Begitu pintu suite tertutup di belakang mereka, Alina akhirnya bisa bernapas dengan lega. Adrenalin yang sejak tadi membuatnya berdiri tegak kini mulai surut, meninggalkan perasaan lelah yang memuaskan.Ia melepaskan sepatunya yang berhak tinggi dan berjalan ke arah jendela, menatap lampu kota Singapura yang kini terasa lebih ramah."Kerja bagus," sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan.Alina menoleh.Revan berdiri di

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 24 : Konsep yang Jujur

    Boardroom itu terasa dingin, bukan hanya karena pendingin ruangan yang disetel rendah, tapi juga karena atmosfer di dalamnya.Di satu sisi meja panjang yang mengilap, duduklah Leo Santoso, dengan senyum percaya diri yang seolah sudah memenangkan pertempuran bahkan sebelum dimulai.Di sisi lain, duduklah Alina. Jantungnya berdebar kencang, tapi ia memaksakan punggungnya untuk tetap tegak. Di sampingnya, Revan duduk dengan tenang, wajahnya adalah topeng netralitas yang sempurna. Ia benar-benar memposisikan diri sebagai klien, sebagai juri.Selain mereka bertiga, ada dua orang lain di ruangan itu. Dua investor dari Singapura yang mewakili pihak penanam modal.Yang pertama adalah Mr. Chen, seorang pria paruh baya dengan pembawaan tenang dan tatapan mata yang bijak.Yang kedua adalah Ms. Yuo, seorang wanita muda yang terlihat sangat cerdas dan kritis, dengan kacamata berbingkai tipis dan tatapan yang seolah bisa memindai setiap kebohongan."Baik, terima kasih atas kehadirannya," Revan mem

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 23 : Dua Jenderal

    Alina tidak bisa tidur nyenyak.Pikirannya terlalu pusing, terjebak di antara bayang-bayang Revan yang berbaring di sofa dan tulisan tangan di atas sticky note kuning itu.Pelajari musuhmu.Saat fajar pertama kali menyingsing di ufuk Singapura, Alina sudah duduk di sofa yang sama tempat Revan tidur semalam. Map tebal berwarna cokelat itu terbuka di atas pangkuannya.Ia membacanya.Bukan hanya membaca, tapi menelannya bulat-bulat.Ini bukan sekadar portofolio. Ini adalah sebuah pembedahan total terhadap Leo Santoso.Di dalamnya ada semua proyek yang pernah Leo tangani, lengkap dengan foto-foto indah, data bujet, dan daftar klien. Tapi bukan itu yang membuat Alina terpaku.Di antara data-data yang berkilauan itu, terselip analisis mendalam yang jelas-jelas bukan buatan Leo. Ada catatan-catatan kecil di pinggir halaman, ditulis dengan pulpen tinta hitam.Analisis tentang pilihan material Leo yang cenderung murah tapi dibungkus dengan fasad yang mewah. Analisis tentang bagaimana ia serin

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 22 : Pelajari Musuhmu

    Kalimat itu menggantung di udara, terasa penuh makna."...itu juga yang membuatnya tak ternilai."Setelah itu, keheningan mengambil alih. Tapi ini bukan keheningan yang dingin atau canggung. Ini adalah keheningan yang terasa rapuh, seolah sebuah gelas kristal baru saja diletakkan di tepian meja, dan keduanya menahan napas, takut jika satu gerakan yang salah akan membuatnya jatuh dan pecah berkeping-keping.Revan adalah orang pertama yang memecah kontak mata.Ia berdeham pelan, sebuah suara kecil yang terdengar begitu keras di tengah kesunyian. Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kaca yang besar, memunggungi Alina.Ia menatap kerlip lampu kota Singapura di bawah sana. Sebuah cara untuk membangun kembali dindingnya yang baru saja retak.Alina hanya bisa diam, mengamati punggung pria itu. Punggung yang selalu terlihat tegap dan kokoh, tapi entah kenapa, saat ini terlihat sedikit... berbeda.Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?Pikiran itu melintas di benak Alina.Apa aku bar

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 21: Aku Menjual Cerita

    Revan berdiri menjulang di hadapannya, tatapannya menuntut, tidak memberikan ruang untuk alasan."Tunjukkan padaku strategimu."Udara di dalam suite mewah itu terasa menipis. Ini adalah momen penentuan. Momen di mana Alina harus membuktikan bahwa klausul yang ia perjuangkan mati-matian semalam bukan hanya gertakan sambal.Alina menarik napas dalam-dalam.Ia menatap tumpukan coretan dan diagram di buku sketsanya. Data, studi kasus, analisis kompetitor. Semua ada di sana. Ia bisa saja menyajikan argumen yang sangat teknis, sangat logis, sangat… Revan.Tapi ia tahu, itu adalah permainan yang tidak akan pernah bisa ia menangkan. Melawan Revan dengan logika adalah seperti mencoba memadamkan api dengan bensin.Maka, ia melakukan sesuatu yang tidak terduga.Ia menutup buku sketsanya. Dengan satu gerakan pelan yang terasa begitu final.Revan mengangkat sebelah alisnya. Sebuah gestur kecil yang menunjukkan ketertarikan.Alina bangkit berdiri, menyejajarkan tatapan matanya dengan pria itu."Str

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status