Home / Romansa / Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin / BAB 26 : Pertolongan Pertama

Share

BAB 26 : Pertolongan Pertama

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-08-02 18:33:43

Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.

Satu bantingan pintu yang keras.

Setelah itu? Hening.

Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.

Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu.

Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.

Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.

Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.

Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.

Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.

Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar.

Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.

Alina sudah siap untuk apa pun. Siap untuk dimarahi karena menguping. Siap untuk diabaikan. Siap untuk mendengar kalimat dingin lainnya.

Tapi Revan tidak melakukan semua itu.

Pria itu hanya menatapnya, ada ekspresi aneh di matanya yang tidak bisa Alina baca.

Sebuah ekspresi yang bukan marah, bukan juga simpati.

Mungkin… kebingungan?

Seolah ia sedang berhadapan dengan sebuah masalah yang tidak ada dalam buku manualnya.

Ia, sang Revan Adhitama yang selalu memegang kendali, terlihat tidak tahu harus berbuat apa.

Setelah hening yang terasa seperti berlangsung satu jam, ia akhirnya bertanya.

"Kau tidak apa-apa?"

Suaranya datar, tapi pertanyaan itu sendiri terasa begitu personal, begitu tidak biasa keluar dari mulutnya, hingga membuat Alina semakin terpaku.

Ini adalah pertanyaan paling manusiawi yang pernah ia ajukan pada Alina.

Alina, yang terlalu kaget untuk bisa menyusun kata-kata, hanya bisa menggeleng pelan. Sebuah jawaban jujur yang menunjukkan betapa terguncangnya ia saat ini.

Melihat itu, Revan seolah masuk ke dalam mode "problem-solving"-nya.

Ia tidak mendekat. Ia tidak mencoba menenangkan dengan kata-kata.

Otaknya yang logis sepertinya langsung mencari solusi yang paling efisien.

Ia berjalan cepat ke arah minibar, membuka pintunya, dan mengamati isinya dengan saksama, seolah sedang mencari sebuah obat.

Lalu, ia mengambil sesuatu.

Bukan sebotol anggur atau minuman keras lainnya.

Ia mengambil sebatang cokelat hitam mahal dengan bungkus berwarna emas.

Revan berjalan ke arah meja kopi, meletakkan cokelat itu di atas meja, tepat di depan sofa tempat Alina bisa duduk.

"Makanlah," katanya.

Alina menatap cokelat itu, lalu menatap Revan. Kebingungannya mencapai level tertinggi.

Di tengah situasi yang begitu tegang, setelah sebuah ancaman pembunuhan karier, setelah sebuah deklarasi perlindungan yang berbahaya, pria ini… menyuruhnya makan cokelat?

Melihat tatapan bingung Alina, Revan sepertinya merasa perlu memberikan penjelasan.

"Cokelat hitam," katanya, nadanya kini terdengar seperti seorang dosen yang sedang memberikan kuliah.

"Dengan kandungan kakao di atas tujuh puluh persen. Kandungan phenylethylamine dan theobromine di dalamnya bisa membantu menenangkan sistem saraf pusat saat seseorang mengalami syok atau stres akut."

Ia berhenti sejenak.

"Itu fakta ilmiah."

Alina menatap Revan, lalu kembali menatap cokelat itu.

Dan ia tidak tahu harus tertawa atau menangis.

Ini adalah cara Revan untuk peduli. Cara yang paling aneh, paling kaku, paling tidak romantis, tapi entah kenapa… terasa paling jujur.

Ia tidak menawarkan pelukan palsu atau kata-kata manis yang kosong.

Ia menawarkan sebuah solusi, sebuah fakta ilmiah. Ia menawarkan pertolongan pertama dengan caranya sendiri.

Perlahan, Alina berjalan dan duduk di sofa. Tangannya yang masih sedikit gemetar mengambil cokelat itu.

Melihat Alina menurut, Revan sepertinya merasa tugasnya sudah selesai.

"Kita pulang ke Jakarta besok pagi," katanya, suaranya kembali ke nada bisnis yang biasa. "Misi kita di sini sudah selesai."

Ia berhenti, menatap Alina yang sedang membuka bungkus cokelat itu dengan pelan.

"Kau melakukannya dengan baik hari ini, Alina."

Itu adalah pujian kedua.

Dan yang ini, setelah semua yang terjadi, terasa jauh lebih berarti.

Alina tidak menjawab. Ia hanya menggigit sepotong kecil cokelat itu.

Rasa pahit dan manis yang meleleh di lidahnya terasa begitu kontras dengan semua kekacauan di dalam hati dan kepalanya.

Sama seperti pria yang kini berdiri di hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 26 : Pertolongan Pertama

    Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.Satu bantingan pintu yang keras.Setelah itu? Hening. Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu. Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar. Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.Alina sudah siap untuk apa pun. Siap

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

    Perjalanan kembali ke suite hotel di dalam lift terasa begitu berbeda.Jika tadi pagi lift ini terasa seperti sebuah kotak sempit yang menyesakkan, kini lift yang sama terasa seperti podium kemenangan yang sunyi.Alina tidak berkata apa-apa. Revan pun diam.Tapi keheningan di antara mereka tidak lagi canggung. Ada sebuah pemahaman baru yang menggantung di udara. Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka baru saja melewati sebuah pertempuran bersama.Dan mereka menang.Begitu pintu suite tertutup di belakang mereka, Alina akhirnya bisa bernapas dengan lega. Adrenalin yang sejak tadi membuatnya berdiri tegak kini mulai surut, meninggalkan perasaan lelah yang memuaskan.Ia melepaskan sepatunya yang berhak tinggi dan berjalan ke arah jendela, menatap lampu kota Singapura yang kini terasa lebih ramah."Kerja bagus," sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan.Alina menoleh.Revan berdiri di

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 24 : Konsep yang Jujur

    Boardroom itu terasa dingin, bukan hanya karena pendingin ruangan yang disetel rendah, tapi juga karena atmosfer di dalamnya.Di satu sisi meja panjang yang mengilap, duduklah Leo Santoso, dengan senyum percaya diri yang seolah sudah memenangkan pertempuran bahkan sebelum dimulai.Di sisi lain, duduklah Alina. Jantungnya berdebar kencang, tapi ia memaksakan punggungnya untuk tetap tegak. Di sampingnya, Revan duduk dengan tenang, wajahnya adalah topeng netralitas yang sempurna. Ia benar-benar memposisikan diri sebagai klien, sebagai juri.Selain mereka bertiga, ada dua orang lain di ruangan itu. Dua investor dari Singapura yang mewakili pihak penanam modal.Yang pertama adalah Mr. Chen, seorang pria paruh baya dengan pembawaan tenang dan tatapan mata yang bijak.Yang kedua adalah Ms. Yuo, seorang wanita muda yang terlihat sangat cerdas dan kritis, dengan kacamata berbingkai tipis dan tatapan yang seolah bisa memindai setiap kebohongan."Baik, terima kasih atas kehadirannya," Revan mem

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 23 : Dua Jenderal

    Alina tidak bisa tidur nyenyak.Pikirannya terlalu pusing, terjebak di antara bayang-bayang Revan yang berbaring di sofa dan tulisan tangan di atas sticky note kuning itu.Pelajari musuhmu.Saat fajar pertama kali menyingsing di ufuk Singapura, Alina sudah duduk di sofa yang sama tempat Revan tidur semalam. Map tebal berwarna cokelat itu terbuka di atas pangkuannya.Ia membacanya.Bukan hanya membaca, tapi menelannya bulat-bulat.Ini bukan sekadar portofolio. Ini adalah sebuah pembedahan total terhadap Leo Santoso.Di dalamnya ada semua proyek yang pernah Leo tangani, lengkap dengan foto-foto indah, data bujet, dan daftar klien. Tapi bukan itu yang membuat Alina terpaku.Di antara data-data yang berkilauan itu, terselip analisis mendalam yang jelas-jelas bukan buatan Leo. Ada catatan-catatan kecil di pinggir halaman, ditulis dengan pulpen tinta hitam.Analisis tentang pilihan material Leo yang cenderung murah tapi dibungkus dengan fasad yang mewah. Analisis tentang bagaimana ia serin

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 22 : Pelajari Musuhmu

    Kalimat itu menggantung di udara, terasa penuh makna."...itu juga yang membuatnya tak ternilai."Setelah itu, keheningan mengambil alih. Tapi ini bukan keheningan yang dingin atau canggung. Ini adalah keheningan yang terasa rapuh, seolah sebuah gelas kristal baru saja diletakkan di tepian meja, dan keduanya menahan napas, takut jika satu gerakan yang salah akan membuatnya jatuh dan pecah berkeping-keping.Revan adalah orang pertama yang memecah kontak mata.Ia berdeham pelan, sebuah suara kecil yang terdengar begitu keras di tengah kesunyian. Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kaca yang besar, memunggungi Alina.Ia menatap kerlip lampu kota Singapura di bawah sana. Sebuah cara untuk membangun kembali dindingnya yang baru saja retak.Alina hanya bisa diam, mengamati punggung pria itu. Punggung yang selalu terlihat tegap dan kokoh, tapi entah kenapa, saat ini terlihat sedikit... berbeda.Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?Pikiran itu melintas di benak Alina.Apa aku bar

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 21: Aku Menjual Cerita

    Revan berdiri menjulang di hadapannya, tatapannya menuntut, tidak memberikan ruang untuk alasan."Tunjukkan padaku strategimu."Udara di dalam suite mewah itu terasa menipis. Ini adalah momen penentuan. Momen di mana Alina harus membuktikan bahwa klausul yang ia perjuangkan mati-matian semalam bukan hanya gertakan sambal.Alina menarik napas dalam-dalam.Ia menatap tumpukan coretan dan diagram di buku sketsanya. Data, studi kasus, analisis kompetitor. Semua ada di sana. Ia bisa saja menyajikan argumen yang sangat teknis, sangat logis, sangat… Revan.Tapi ia tahu, itu adalah permainan yang tidak akan pernah bisa ia menangkan. Melawan Revan dengan logika adalah seperti mencoba memadamkan api dengan bensin.Maka, ia melakukan sesuatu yang tidak terduga.Ia menutup buku sketsanya. Dengan satu gerakan pelan yang terasa begitu final.Revan mengangkat sebelah alisnya. Sebuah gestur kecil yang menunjukkan ketertarikan.Alina bangkit berdiri, menyejajarkan tatapan matanya dengan pria itu."Str

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status