Share

Bab 7

"Mbok! Aisyah dan anak-anak mana?" tanya Farhan begitu sampai di rumahnya, dan menemukan rumah dalam keadaan sepi, hanya ada Mbok Jum yang terlihat sedang membersihkan dapur, dan mengepelnya.

Mbok Jum yang sudah tahu dengan permasalahan majikannya itu, menatap penuh benci ke arah Farhan.

Mbok Jum begitu menyayangi Aisyah dan anak-anak, karena perlakuan Aisyah yang begitu baik kepadanya.

Bahkan tadi sebelum pergi, Aisyah masih sempat memberikannya uang yang cukup banyak, dan sebuah gelang emas, sebagai kenang-kenangan, katanya.

"Maafkan Aisyah ya Mbok, Aisyah tidak bisa memperkerjakan Mbok lagi, karena kami akan pergi." ucapnya tadi, sekitar 1 jam yang lalu.

"Tapi kenapa Mbak Aisyah? Mbok harus kerja dimana kalau Mbak Aisyah sudah tidak disini lagi?" tanya Mbok Jum, sangat sedih.

"Mbok bisa bilang ke Mas Farhan dan istri barunya nanti, buat tetap lanjutin kerja disini." ucap Aisyah tersenyum getir.

Mbok Jum langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Gak Mbak! Mbok jadi sangat benci sama Pak Farhan, apalagi istri barunya! lebih baik Mbok jadi pemulung saja, daripada kerja sama mereka." geleng Mbok Jum, ikut merasa sakit hati, dengan perbuatan suami majikannya.

"Jangan begitu Mbok, kita tidak boleh terlalu benci dengan seseorang, bisa-bisa nanti Mbok malah suka lo.." goda Aisyah, masih sempat mencandai perempuan paruh baya itu, sambil terkekeh geli.

"Ya Allah Mbak, kenapa bisa ya, Pak Farhan menikah lagi, padahal Mbak Aisyah cantik, sabar, baik, pinter masak lagi. Mbok sumpahin,  Pak Farhan bakalan nyesel, karena sudah menduakan cinta Mbak Aisyah!" Mbok Jum malah menangis tergugu, karena majikannya masih sempat menggodanya.

Aisyah hanya dapat menghela nafasnya pelan, kemudian memeluk wanita paruh baya yang sudah 3 tahun ini, membantunya di rumah.

"Saya pasti akan merindukan Mbok Jum, kelak." ucap Aisyah, lantas mengeluarkan amplop yang sudah ia sediakan tadi, untuk gaji dan pesangon Art nya itu.

"Jangan Mbak Aisyah, Mbok rela tidak di bayar. Lebih baik gunakan uang itu untuk bekal Mbak Aisyah dan anak-anak di sana." tolaknya tulus.

"Nggak Mbok, saya masih ada tabungan kok. Terima saja Mbok, bisa mbok gunakan untuk modal dagang makanan, seperti cita-cita Mbok selama ini." Aisyah memaksa Mbok Jum untuk menerimanya.

"Terimakasih banyak Mbak Aisyah, semoga Allah memberikan Mbak Aisyah dan anak-anak kesehatan dan rejeki yang melimpah.." doa tulus wanita paruh baya itu, menatap haru majikannya.

"Aamiin.. sudah ya Mbok, mobilnya sudah nungguin di depan. Jangan lupa, sebelum pergi, bersihkan dulu rumahnya Mbok, jangan sampai Mas Farhan merasa tak nyaman berada di rumah nya sendiri, karena kotor." ucapnya lirih.

Mbok Jum mengangguk sambil mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir.

Segera ia peluk Akbar dan Arash, anak-anak pintar yang sering ia asuh selama ini.

Aisyah pun masuk ke mobil. Akbar dan Arash tampak melambaikan tangan pada Mbok Jum, yang masih terus mengusap air matanya dengan kain yang ia bawa.

"Mbok, ambil ini sebagai kenang-kenangan." Aisyah menurunkan kaca jendela, dan memberikan sebuah gelang emasnya, ke tangan Mbok Jum, yang langsung kaget dengan pemberian majikannya itu.

"Jalan Pak..!" Aisyah langsung menutup kaca jendelanya, tanpa memberikan kesempatan kepada Mbok Jum, untuk menolak.

"Mbak Aisyah! terimakasih banyak Mbak!" 

**

"Mbok! ditanya kok malah diem? Aisyah dan anak-anak mana?" ulang Farhan, saat pertanyaannya seakan di abaikan begitu saja oleh pembantunya itu.

"Mbak Aisyah dan anak-anak sudah pergi dari rumah ini, dan tidak akan pernah kembali! Pak Farhan puas sekarang?! karena telah melukai hati Mbak Aisyah yang sangat baik seperti itu, sampai nekat pergi dari sini?!" seru Mbok Jum, yang selama ini tak pernah bersikap seperti itu.

Jangankan bicara kasar, berbicara pada Farhan saja, ia sangat jarang, karena merasa sungkan.

Entah mendapatkan keberanian dari mana, sehingga ia nekat berkata kasar pada majikannya.

Gendis terbelalak melihat sikap pembantu suaminya itu.

"Eh! jadi pembantu yang sopan dong! sama majikannya berani bentak-bentak begitu? mau di pecat kamu?!" Gendis tampak kesal sekaligus heran, karena berani juga pembantu suaminya itu, bersikap frontal seperti tadi.

Mbok Jum tak menjawab, dan segera membereskan barang-barang nya yang ada di rumah itu.

Sedangkan Farhan tak menanggapi, ia justru berlari ke kamar utama, dan kamar anak-anak untuk memastikan.

Dan benar saja, lemari pakaian istri dan anak-anaknya telah kosong, hanya menyisakan beberapa pakaian yang sudah tidak pernah di pakai lagi.

"Kemana mereka Mbok? Kapan perginya? Sama siapa?" tanya Farhan beruntun, mencekal kedua pundak Mbok Jum, meminta jawaban secepatnya.

Dada Farhan bergemuruh hebat, saat melihat kenyataan istrinya yang telah pergi, lelaki itu terlihat begitu panik.

Mbok Jum segera melepaskan cengkraman tangan Farhan dari pundaknya.

"Saya tidak tahu Mbak Aisyah mau kemana, karena dia juga tidak bilang.

Sekarang saya mau pulang Pak, dan maaf, saya juga sudah tidak akan bekerja disini lagi. Permisi." pamit Mbok Jum, tanpa menunggu jawaban dari Farhan.

Farhan tak dapat berkata apa-apa lagi.

Ia biarkan Mbok Jum pergi begitu saja, tanpa bertanya apapun lagi.

"Kemana kamu Aisyah...?" ucapnya, mengusap wajahnya kasar.

Gendis yang melihat suaminya terlihat begitu kehilangan itu, segera mengajak Farhan duduk.

"Tidak usah bingung Mas. Pasti sekarang ini ia pulang ke rumah orangtuanya, aku jamin itu." ucap Gendis, mencoba menenangkan .

"Kalau dia tidak ke sana bagaimana, Dis..?" tanya Farhan, tak yakin dengan ucapan istrinya itu.

"Coba sekarang Mas ingat-ingat, jika Aisyah sedang marah atau merajuk, dia perginya kemana?" tanya Gendis.

Farhan tampak tengah berpikir dan mengingat-ingat.

"Aisyah tidak pernah seperti itu Ndis, selama ini ia tak pernah pergi kemanapun, tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadaku." jawab Farhan menggeleng 

Gendis tampak terbelalak mendengar itu.

"Walaupun sedang marah, ataupun merajuk?" tanya Gendis, tak percaya.

"Aisyah tidak pernah marah berlebihan, apalagi merajuk Ndis, dia itu lain daripada yang lain, dia istimewa dan sholeha." ucap Farhan, membuat Gendis seakan tersengat ribuan tawon, sakit dan perih, mendengar suaminya tampak begitu memuja istrinya , yang menurutnya sangat sempurna itu.

"Ya udah?! kalau gitu kemana dong, istri Sholeha kamu itu Mas? Masih sah jadi istri, tapi pergi tanpa pamit kepada suaminya. Apa sekarang masih bisa di sebut sebagai istri Sholeha, kalau seperti itu?" nyinyir Gendis, tampak dongkol dan kesal.

"Aku akan coba ke rumah Abah dan Ummi, mungkin dia pulang ke sana, karena setahuku, dia tidak punya kerabat di daerah sini." jawab Farhan, kemudian menghubungi Mamanya, untuk mengabarkan bahwa Aisyah sudah tidak ada di rumah.

Bersambung...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bintang ponsel
bagus ksi surat cerai jgn maen tgl gtu aja, kmu brhak bhagia aisyah ya ampun gk nyangka yaa bgtu tipis iman mu farhan udh nikmati aja istri baru mu n khancuran mu
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
halah munafik farhan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status