"Mbok! Aisyah dan anak-anak mana?" tanya Farhan begitu sampai di rumahnya, dan menemukan rumah dalam keadaan sepi, hanya ada Mbok Jum yang terlihat sedang membersihkan dapur, dan mengepelnya.
Mbok Jum yang sudah tahu dengan permasalahan majikannya itu, menatap penuh benci ke arah Farhan.Mbok Jum begitu menyayangi Aisyah dan anak-anak, karena perlakuan Aisyah yang begitu baik kepadanya.Bahkan tadi sebelum pergi, Aisyah masih sempat memberikannya uang yang cukup banyak, dan sebuah gelang emas, sebagai kenang-kenangan, katanya."Maafkan Aisyah ya Mbok, Aisyah tidak bisa memperkerjakan Mbok lagi, karena kami akan pergi." ucapnya tadi, sekitar 1 jam yang lalu."Tapi kenapa Mbak Aisyah? Mbok harus kerja dimana kalau Mbak Aisyah sudah tidak disini lagi?" tanya Mbok Jum, sangat sedih."Mbok bisa bilang ke Mas Farhan dan istri barunya nanti, buat tetap lanjutin kerja disini." ucap Aisyah tersenyum getir.Mbok Jum langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat."Gak Mbak! Mbok jadi sangat benci sama Pak Farhan, apalagi istri barunya! lebih baik Mbok jadi pemulung saja, daripada kerja sama mereka." geleng Mbok Jum, ikut merasa sakit hati, dengan perbuatan suami majikannya."Jangan begitu Mbok, kita tidak boleh terlalu benci dengan seseorang, bisa-bisa nanti Mbok malah suka lo.." goda Aisyah, masih sempat mencandai perempuan paruh baya itu, sambil terkekeh geli."Ya Allah Mbak, kenapa bisa ya, Pak Farhan menikah lagi, padahal Mbak Aisyah cantik, sabar, baik, pinter masak lagi. Mbok sumpahin, Pak Farhan bakalan nyesel, karena sudah menduakan cinta Mbak Aisyah!" Mbok Jum malah menangis tergugu, karena majikannya masih sempat menggodanya.Aisyah hanya dapat menghela nafasnya pelan, kemudian memeluk wanita paruh baya yang sudah 3 tahun ini, membantunya di rumah."Saya pasti akan merindukan Mbok Jum, kelak." ucap Aisyah, lantas mengeluarkan amplop yang sudah ia sediakan tadi, untuk gaji dan pesangon Art nya itu."Jangan Mbak Aisyah, Mbok rela tidak di bayar. Lebih baik gunakan uang itu untuk bekal Mbak Aisyah dan anak-anak di sana." tolaknya tulus."Nggak Mbok, saya masih ada tabungan kok. Terima saja Mbok, bisa mbok gunakan untuk modal dagang makanan, seperti cita-cita Mbok selama ini." Aisyah memaksa Mbok Jum untuk menerimanya."Terimakasih banyak Mbak Aisyah, semoga Allah memberikan Mbak Aisyah dan anak-anak kesehatan dan rejeki yang melimpah.." doa tulus wanita paruh baya itu, menatap haru majikannya."Aamiin.. sudah ya Mbok, mobilnya sudah nungguin di depan. Jangan lupa, sebelum pergi, bersihkan dulu rumahnya Mbok, jangan sampai Mas Farhan merasa tak nyaman berada di rumah nya sendiri, karena kotor." ucapnya lirih.Mbok Jum mengangguk sambil mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir.Segera ia peluk Akbar dan Arash, anak-anak pintar yang sering ia asuh selama ini.Aisyah pun masuk ke mobil. Akbar dan Arash tampak melambaikan tangan pada Mbok Jum, yang masih terus mengusap air matanya dengan kain yang ia bawa."Mbok, ambil ini sebagai kenang-kenangan." Aisyah menurunkan kaca jendela, dan memberikan sebuah gelang emasnya, ke tangan Mbok Jum, yang langsung kaget dengan pemberian majikannya itu."Jalan Pak..!" Aisyah langsung menutup kaca jendelanya, tanpa memberikan kesempatan kepada Mbok Jum, untuk menolak."Mbak Aisyah! terimakasih banyak Mbak!" **"Mbok! ditanya kok malah diem? Aisyah dan anak-anak mana?" ulang Farhan, saat pertanyaannya seakan di abaikan begitu saja oleh pembantunya itu."Mbak Aisyah dan anak-anak sudah pergi dari rumah ini, dan tidak akan pernah kembali! Pak Farhan puas sekarang?! karena telah melukai hati Mbak Aisyah yang sangat baik seperti itu, sampai nekat pergi dari sini?!" seru Mbok Jum, yang selama ini tak pernah bersikap seperti itu.Jangankan bicara kasar, berbicara pada Farhan saja, ia sangat jarang, karena merasa sungkan.Entah mendapatkan keberanian dari mana, sehingga ia nekat berkata kasar pada majikannya.Gendis terbelalak melihat sikap pembantu suaminya itu."Eh! jadi pembantu yang sopan dong! sama majikannya berani bentak-bentak begitu? mau di pecat kamu?!" Gendis tampak kesal sekaligus heran, karena berani juga pembantu suaminya itu, bersikap frontal seperti tadi.Mbok Jum tak menjawab, dan segera membereskan barang-barang nya yang ada di rumah itu.Sedangkan Farhan tak menanggapi, ia justru berlari ke kamar utama, dan kamar anak-anak untuk memastikan.Dan benar saja, lemari pakaian istri dan anak-anaknya telah kosong, hanya menyisakan beberapa pakaian yang sudah tidak pernah di pakai lagi."Kemana mereka Mbok? Kapan perginya? Sama siapa?" tanya Farhan beruntun, mencekal kedua pundak Mbok Jum, meminta jawaban secepatnya.Dada Farhan bergemuruh hebat, saat melihat kenyataan istrinya yang telah pergi, lelaki itu terlihat begitu panik.Mbok Jum segera melepaskan cengkraman tangan Farhan dari pundaknya."Saya tidak tahu Mbak Aisyah mau kemana, karena dia juga tidak bilang.Sekarang saya mau pulang Pak, dan maaf, saya juga sudah tidak akan bekerja disini lagi. Permisi." pamit Mbok Jum, tanpa menunggu jawaban dari Farhan.Farhan tak dapat berkata apa-apa lagi.Ia biarkan Mbok Jum pergi begitu saja, tanpa bertanya apapun lagi."Kemana kamu Aisyah...?" ucapnya, mengusap wajahnya kasar.Gendis yang melihat suaminya terlihat begitu kehilangan itu, segera mengajak Farhan duduk."Tidak usah bingung Mas. Pasti sekarang ini ia pulang ke rumah orangtuanya, aku jamin itu." ucap Gendis, mencoba menenangkan ."Kalau dia tidak ke sana bagaimana, Dis..?" tanya Farhan, tak yakin dengan ucapan istrinya itu."Coba sekarang Mas ingat-ingat, jika Aisyah sedang marah atau merajuk, dia perginya kemana?" tanya Gendis.Farhan tampak tengah berpikir dan mengingat-ingat."Aisyah tidak pernah seperti itu Ndis, selama ini ia tak pernah pergi kemanapun, tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadaku." jawab Farhan menggeleng Gendis tampak terbelalak mendengar itu."Walaupun sedang marah, ataupun merajuk?" tanya Gendis, tak percaya."Aisyah tidak pernah marah berlebihan, apalagi merajuk Ndis, dia itu lain daripada yang lain, dia istimewa dan sholeha." ucap Farhan, membuat Gendis seakan tersengat ribuan tawon, sakit dan perih, mendengar suaminya tampak begitu memuja istrinya , yang menurutnya sangat sempurna itu."Ya udah?! kalau gitu kemana dong, istri Sholeha kamu itu Mas? Masih sah jadi istri, tapi pergi tanpa pamit kepada suaminya. Apa sekarang masih bisa di sebut sebagai istri Sholeha, kalau seperti itu?" nyinyir Gendis, tampak dongkol dan kesal."Aku akan coba ke rumah Abah dan Ummi, mungkin dia pulang ke sana, karena setahuku, dia tidak punya kerabat di daerah sini." jawab Farhan, kemudian menghubungi Mamanya, untuk mengabarkan bahwa Aisyah sudah tidak ada di rumah.Bersambung...Sore itu Hanan langsung mengantar sang istri ke dokter spesialis kandungan, untuk periksa. Umi Hanan dan Aminah juga ikut, ingin mengantar dan mengetahui perkembangan kandungan Aisyah. "Semoga saja kembar Ya Mi, Abang kan dulu anak kembar kan?" ucap Aminah, kepada Uminya. Umi Hanan mengangguk, Aisyah yang duduk di sebelah ibu mertuanya itu, segera menoleh. "Benarkah Umi?" tanya Aisyah, yang baru mendengar hal itu. "Iya Nak, dulu suami kamu ini, adalah anak kembar. Tapi sayang, adik kembarnya meninggal dalam kandungan." ucap Umi Hanan, teringat dengan masa lalunya dulu. Aisyah mengangguk-angguk. Di selingi obrolan, tak terasa kini mereka telah sampai di tempat praktek dokter. Aminah dan Umi nya tampak antusias menggandeng lengan Aisyah, hingga membuat Aisyah merasa tak enak sendiri. Hanan hanya terkekeh melihat pemandangan itu di depannya. Setelah mengantri sebentar, akhirnya Aisyah di panggil masuk. "Alhamdulillah, semuanya baik, dan usia kandungan sudah memasuki 4 minggu."
"Silahkan tunggu disini, sebentar lagi Pak Roy akan hadir bersama istrinya." ucap asisten sang bos, mempersilahkan Farhan dan rekannya, untuk duduk menunggu di tempat makan hotel. Farhan dan para rekannya mengangguk, mengerti. Selama ini mereka belum pernah tahu siapa istri sebenarnya bos mereka itu, karena setahu mereka, sang bos selalu membawa perempuan yang berbeda saat acara keluar, seperti ini. "Kira-kira kali ini siapa ya yang jadi istri si Bos.. " ucap bu Leni, yang menjadi rekan kerja Farhan di kantor baru, dan sudah cukup lama menjadi anak buah Roy. Johan dan Anita menggedikkan bahu mereka, karena memang sudah bukan rahasia lagi, tentang kelakuan bos mereka itu, yang selalu bergonta ganti pasangan. Farhan tak menggubris pembicaraan para rekannya, dan memilih sibuk dengan ponselnya, menanyakan kabar kedua orang tuanya. "Selamat malam teman-teman! Maaf sudah menunggu lama." suara bariton Pak Roy terdengar, membuat semua orang yang ada di situ seketika mengangkat kepalanya,
Farhan akhirnya memutuskan untuk hadir di acara pernikahan mantan istrinya, karena tak ingin di anggap tidak menghargai undangan mereka.Karena setelah Hanan memberinya surat undangan, Aisyah juga mengundang dirinya, dan juga Papa Mamanya untuk hadir, melalui sambungan telepon.Walau dengan hati yang hancur berkeping keping, tapi Farhan berusaha keras untuk terlihat kuat, dan biasa saja.Sengaja ia tidak memberi tahu Papa Mamanya, tentang pernikahan Aisyah.Ia takut, Mamanya akan bersedih mendengar berita itu, mengingat Mamanya itu masih sangat berharap, jika Aisyah mau kembali menjadi menantunya.Dengan mengenakan hem yang dulu di pilihkan oleh Aisyah ketika masih menjadi istrinya dulu, Farhan berangkat menuju kota tempat Aisyah dan anak-anak nya berada.Ia berharap, setidaknya Aisyah bisa mengenang kebersamaan mereka dulu, tentang kehidupan mereka yang membahagiakan, dan juga harmonis.Sungguh, Farhan sangat merindukan masa-masa indah saat bersama Aisyah dulu.Andai ia tahu, jika de
"Mas Farhan cepat pulang! Bapak Mas, Bapak!" seru Mbok Karsih pembantu di rumah Mama Papanya, meneleponnya dengan panik."Papa kenapa Mbok?!" seru Farhan yang tadinya baru bangun tidur dan masih di dalam mobilnya, karena semalaman tak pulang, hanya berkeliling tak tentu arah tujuan, segera membuka matanya dengan sempurna, saat Mbok Karsih dengan panik, menelepon dan mengabarkan tentang kondisi Papanya sekarang."Bapak di bawa ke rumah sakit Mas, gara-gara jatuh di kamar mandi subuh tadi." ucap Mbok Karsih, terdengar hendak menangis dari suaranya.Tanpa bertanya lagi, Farhan segera mematikan ponselnya, dan menyalakan mesin mobilnya, untuk segera berangkat pulang, menuju rumahnya.Pikirannya benar-benar kalut sekarang, dengan kecepatan tinggi, dia melajukan mobil Pajero keluaran terbaru miliknya, dengan rasa cemas yang menyelimuti dirinya."Ya Allah, apa lagi ini..?" keluhnya dalan hati, berharap sang Papa baik-baik saja.Selama ini Papanya jarang sakit, dan selalu terlihat bugar.Baru
Gendis masih belum tahu, akan pergi kemana dia sekarang?Ia sudah tak lagi mempunyai siapa-siapa, karena kedua orangtuanya juga sudah tidak ada.Ada rasa menyesal, kenapa harus pergi dari rumah mertuanya.Haruskah sekarang ia kembali saja,? "Tidak! aku tidak akan pernah kembali lagi ke rumah itu!" geramnya masih merasa sangat jengkel terhadap sikap Farhan kepada nya."Mau kemana ini Mbak?" tanya sopir taksi, yang belum juga mendapatkan perintah arah tujuan.Gendis segera teringat dengan salah satu sahabatnya dulu, sahabat SMA nya, yang konon telah sukses di kota ini.Ia masih ingat, sahabatnya itu tinggal di sebuah kawasan elit, di pusat kota."Apa aku coba hubungi Salsa aja ya?" gumamnya, merasa buntu karena tak punya saudara di kota ini.Gendis segera mengambil ponselnya dalam tas, dan mencari kontak teman lamanya itu."Ah..ini dia!" serunya saat menemukan nomor kontak Salsa, teman nongkrong nya dulu.Teman yang sudah lama tidak saling kontak, karena kesibukan masing-masing.Sebena
Sepanjang perjalanan menuju kantor, Farhan jadi kepikiran dengan ucapan istrinya tadi."Benarkah Gendis sedang hamil?!" gumamnya merasa jengkel sendiri, hingga memukul kemudi mobilnya keras."Bagaimana jika dia benar-benar hamil? itu artinya aku tidak bisa segera menceraikan nya, dan kembali rujuk kepada Aisyah!" gumamnya, bermonolog sendiri.Ia segera teringat, kapan terakhir kalinya mereka melakukan hubungan suami istri. Saat itu mereka melakukan nya di hotel Singapore, saat mengantarkan Putra berobat.Farhan tak dapat menahan hasratnya kala itu, dan mengajak istrinya bercinta, walau sedang lelah mengurus Putra yang sakit.Shiit!! Kenapa waktu itu aku harus menyentuhnya!Dengan kesal, Farhan melajukan mobilnya, menuju kantor.Untung nya, meski saat ini ia sedang banyak beban pikiran, tapi ia masih bisa menghandel semua pekerjaan nya dengan baik.Sesampainya di kantor, Farhan menatap lama ke foto keluarga nya dulu, saat masih bersama Aisyah.Sedang apa mereka sekarang? gumamnya, mera