"May, bete banget gue" ucap Rere sambil mengeringkan rambutnya.
"Bete kenapa lu Re?" tanya Maya dengan suapan terakhir nasi goreng buatannya.
"Cowok gue udah gak perhatian lagi sama gue May. Kesel gue"
"Elonya gak usah manja"
"Ya gak lah! itu kan udah jadi kewajiban laki gue buat nurutin gue. Katanya dia cinta sama gue . Cih!"
"Emang laki lo babu lo? Asal lo tau ya, kalo elo juga beneran cinta sama dia, elo juga gak mungkin ngelakuin hal-hal konyol ke dia, yang mungkin laki lo rasa gak mampu"
Rere terdiam.
"Coba lo pikir. Harusnya elo itu gak usah macem-macem. Masih untung laki lo bertahan sama elo. Masih cinta, masih sayang sama elo. Seandainya cowok lo tau kelakuan elo dibelakang dia,.." Maya tersenyum miring. Membayangkan hal-hal yang terjadi jika kekasihnya Rere mengetahui siapa Rere sebenarnya.
"Elo juga jarang quality time kan sama dia?"
Rere masih terdiam.
"Mungkin itu juga yang bikin lo ngerasa laki lo udah gak perhatian lagi sama elo"
"Perbaiki diri elo, Re"
Rere memicingkan matanya menatap Maya.
"Munafik banget lo May. Sok nasehatin gue. Sama-sama bitch juga"
"Haha.. " Mereka tertawa bersama.
***
"Yang, simpen dulu hapenya. Masa tangan aku dianggurin" Rere merajuk manja.
Elang memasukkan ponselnya ke saku celananya.
Sekarang Elang dan Rere sedang berada di pusat perbelanjaan. Suasana yang tidak terlalu ramai, menjadikan mereka leluasa untuk berjalan tanpa harus berpegangan. Tanpa perlu khawatir akan tertabrak orang ataupun terpisah. Karena mereka datang diwaktu para manusia sedang semangat-semangatnya mencari kertas segi panjang bergambarkan Soekarno-Hatta.
Hari Rabu siang. Yap!
Elang menghabiskan waktunya dengan Rere di siang hari. Elang rela bolos sekolah karena Rere yang memintanya.Elang jarang sekali menghabiskan waktunya dengan Rere. Apalagi di malam hari. Jadi, sekalinya Rere meminta, Elang tidak mungkin menolaknya.
"Yang, beli baju batik couple yuk!" ajak Rere semangat.
Kedua tangan Rere kini sudah memeluk lengan Elang. Rere yang tingginya tidak jauh dengan Elang, tidak perlu susah payah mendongakan kepalanya saat berbicara.
ga susah payah juga kalo ciuman, xixixi
"Yuk! " Elang tersenyum dan mengacak rambut Rere gemas.
Elang tidak paham bagaimana caranya menjadi lelaki romantis. Elang hanya tahu, cukup menuruti apa yang wanitanya minta. Selama uang masih ada. Itu bisa membuat wanitanya bahagia. Karena tidak jarang Elang mengeluarkan isi dompetnya untuk Rere.
"Iih, tangannya" Rere mengerucutkan bibirnya.
Elang hanya tertawa.
***
"Yang ini ya, yang" tawar Rere menunjukan sepasang baju kaos berwarna abu-abu."Gajadi batik?"
"Gak ah, kaos aja. Batiknya nanti aja kalo udah nikah punya anak dua" jawab Rere enteng tapi bersemu.
Elang tertawa renyah mendengar ucapan Rere.
"Kelamaan" ucap Elang sambil menarik pelan hidung Rere.
Mata mereka bertubrukan cukup lama.
Rerenya gue. Gue masih SMA, tapi gue gak pernah main-main kalo soal cinta. Gue gak bisa romantis tapi gue yakin gue bisa merjuangin elo nyampe masa termanis. Get married with you thats my wish.
Elang kemudian terkekeh. Menyadarkan Rere yang terus menatapnya tidak berkedip.
"Mana ATM?" Rere menadahkan tangan kanannya. Rere berusaha bersikap biasa saja, saat hatinya ingin berlari entah kemana.
Gue berharap gak berakhir dengan menyakiti elo
Elang membuka dompetnya.
Elang mengerutkan keningnya. Bolak-balik Elang mencari ATM di dompetnya.
Nihil.
"Gak ada Re"
"Loh kemana?"
"Gatau. Lupa" ucap Elang santai. Tidak ada rasa panik sedikit pun yang terpancar dari wajah Elang.
"Yah,. gajadi beli dong" ucap Rere sedih.
Rere meletakkan kembali dua kaos yang akan dibelinya tadi.
"Bentar.." Elang merogoh kunci mobil dari saku celananya.
Elang membuka gantungan seperti dompet berbentuk mini yang tergantung dikunci mobilnya.
"Nih,.." Elang menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan.
Mata Rere berbinar. Hatinya bersorak bahagia. Akhirnya, Rere kembali mengambil kaosnya dan menerima uang yang diberikan Elang.
Rere berjalan menuju kasir tanpa Elang.
"Kembaliannya buat aku ya?" teriak Rere dari kasir.
Elang tertawa dan menganggukan kepalanya. Untung pembeli di toko baju itu tidak begitu banyak.
Kasir yang menyaksikan mereka hanya tersenyum.
"Lucunya kakak beradik ini" batin si kasir.
Lelaki berperawakan tinggi, atletis dan berambut cepak tengah berlari mencari tempat berteduh. Hujan tidak terlalu lebat, namun cukup membasahi kaos oblongnya.Setelah berada didepan toko roti, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya karena terkena tetesan hujan. Lumayan dingin karena tidak memakai jaket."Oon Lang Lang!" umpatnya pada dirinya sendiri."Gue kan pake mobil, ngapain gue turun buat neduh"Elang mendesah kesal merutuki kebodohannya. Namun, sepertinya tidak sia-sia Elang melipir mencari tempat teduh. Kebetulan perutnya juga sangat lapar. Jadi Elang memutuskan untuk makan dulu sebelum menjemput Rere disalon.Akhirnya Elang pun memasuki kedai makanan khas Jepang. Karena hanya itu yang ada didepan mata Elang. Ia malas muter-muter mencari makanan lain. Takut keburu lemas cacing-cacing diperutnya.Setelah masuk kedalam resto, ia langsung memesan beberapa menu."Mas, soba satu. Aoijiru sama air mineralnya satu" pesan Elang pada pelayan resto tersebut."Ada lagi mas?"Elang menggel
"Lo niat kerja apa ngga si nyet?" tegur Elang pada Roney.Sedangkan Roney sedang asyik bersama ponsel ditelinganya. Entah apa yang Roney bicarakan, tapi sesekali Roney tertawa disela pembicaraannya."Oke, siap! Bisa diatur Don. Time and place lo yang atur deh" ucap Roney tanpa mempedulikan Elang.Elang melengos jengah. Kemudian berjalan cepat diremang-remangnya malam. Elang menyusuri bangunan yang sedang dalam tahap pembangunan.Terjun langsung ke lapangan di malam hari memang tidak efektif.Sulit.Tapi apadaya Elang yang berstatus pelajar hanya bisa menggunakan sisa waktunya yang sudah gelap. Namun, disela kegiatan sekolah, Elang tetap terhubung dengan bawahannya yang sedang dilapangan agar tidak ada yang teledor pada saat pengerjaan.Bau rokok menggelitik Indra penciuman Elang. Untung saja bukan rokok lintingan yang bercampur menyan. Bau-baunya sudah lama tidak Elang hirup namun tidak asing di hidungnya."Kumat lagi Lo?" tanya Elang pada orang yang kini sedang menghisap rokoknya.Ro
Maya sangat mengeluhkan kenapa di dunia ini ada hari Senin? Hari Senin terlalu zombie baginya. Bahkan malam Jumat kliwon pun kalah dengan yang namanya hari Senin.Seperti Senin sore kali ini."Jagain adek gue ya, May!" titah Roney dari balik kemudinya.Maya tidak menjawab. Hanya menyuguhkan wajah yang tertekuk berlipat-lipat. Roney terkekeh saat melihat Maya yang manyun sambil melihat jalanan."Nyampe kontrakan lo setrika tuh muka lo. Kusut amat" ucap Roney sambil tertawa.Maya tidak menjawab lagi.Roney kemudian terdiam karena hanya dirinya yang tertawa,"Euh, gak lucu ya?" ucap Roney kikuk.Maya tidak keberatan kalau saja hubungan antara dirinya dan adik Roney dalam kondisi baik. Maya masih menyimpan sedikit kesal dengan Melan yang cantik dan tidak sopan itu. Setelah kejadian salahpaham di rumah Elang dulu tentunya.Padahal sudah sangat lama. Tapi, Maya masih sulit berdamai."Dari tadi lo belom ada ngomong loh May. Gak gatel tu mulut dari tadi ham hem ham hem doang kek Nissa Sabyan?"
"Emhhh.."Tubuh Elang yang menggiurkan menggeliat di sela tidurnya. Tidak lama kemudian ia menguap dan perlahan membuka matanya yang terasa berat.Cahaya matahari yang begitu hangat menelisik masuk melalui jendela yang tertutup tirai putih. Rupanya hari sudah pagi. Ah, ataukah sudah siang?Elang tidak tahu."Pagi sayang" sapa seorang wanita dengan suara serak.Mata Elang menyipit mengadaptasikan dengan cahaya yang memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Agar terlihat jelas siapa kini wanita yang ada disampingnya.Wanita cantik dengan badan yang tertutupi selimut tebal. Pundaknya yang putih terlihat menggoda dengan hiasan rambut yang jatuh terurai.Elang terpana sebentar. Lalu akhirnya...Sadar.Elang tidak memakai celana kolor. Ia coba raba-raba sekali lagi memastikan memang tidak ada sehelai kainpun yang menempel diselangkangannya."Sial!"Elang memejamkan matanya sambil mengepal tanda menyesal."Re, pake baju kamu!" Ucap Elang tegas.Raut wajah Rere pucat pasi. Tidak menyangka sambuta
Tangan Elang yang terkepal ia pukul-pukulkan ke pahanya. Hatinya terasa panas. Nafasnya pun memburu. Apa yang tadi ia lihat sungguh diluar dugaan. Elang tidak rela Maya berpenampilan seperti itu. Elang juga tidak suka ketika Maya bermanja pada orang lain.Semua tentang Maya, Elang tidak suka."Ck... Sebenci ini gue sama dia" batin Elang.Elang masih tidak mengerti ini perasaan apa. Seperti benci namun tidak berkepanjangan. Elang benci hanya pada saat tertentu saja. Selebihnya...Nyaman."Door!!"Seorang wanita cantik menepuk pundak Elang lumayan keras dengan suara yang nyaring. Wanita itu kemudian memeluk leher Elang dan mencium pipi Elang dengan gemas."Kaget gak yang?" tanya Rere disertai tawa renyah."Jantung aku kaya mau turun ke usus tau Rere.." jujur Elang sambil berusaha melepaskan pelukan Rere."Haha... Lagian ngelamun aja si. Ngelamunin aku yah yang?" Rere mencium pipi Elang lagi.Elang mulai risih,"Udah ya Re. Malu diliat orang-orang" tegur Elang dengan lembut.Elang tidak b
"Apa jangan-jangan lo udah dimasukin sama dia Tan?"Maya melotot kaget,"Ngawur lo setan!"Jantung Maya hampir copot saat ditembak pertanyaan seperti itu. Bukan "udah" tapi "hampir". Setelah pengakuan malam itu...Maya dan Elang saling menikmati manisnya bibir-bibir mereka yang polos.Mereka awam dan belum pernah melakukan deep kissing.Sayang sekali.Maya menggeleng-gelengkan kepalanya berharap momen itu tersapu dari otaknya.Ngeri-ngeri sedepNgeri hamilNgeri ngeliat badan bugil laki-lakiMaya begidig sendiri membayangkannya."Lah kok mukanya merah?" skak Toro dengan tawa renyah."Ahhh.. udah sih ini mah anjir. Si Elang beruntung banget bangke" Toro tertawa lagi.Plak!"Apaan si Tor!" Maya memukul lengan Toro."Gue ga pernah anu sama Elang ya. So tau aja lo!" Maya kemudian mencubit lengan Toro karena merasa tidak puas kalau hanya memukulnya saja."Aaaa... deuh deuhh deuh! Sakit woy!""Ngapain kalian nyebut-nyebut pacar gue?"Toro dan Maya menoleh dengan terkejut. Rere sudah ada disa