Share

5

"Ngapa lu gak sekolah lagi?" tanya Roney sambil menyulut rokoknya dengan korek gas.

"Eh, monyet ni korek!" umpat Roney kesal karena apinya berkali-kali mati.

"Gue yang niup" ucap Elang tanpa dosa.

Roney memicingkan matanya pada Elang tanpa berkata-kata.

Dosa gak sih kalo gue cabik-cabik muka lo Lang?

Sesekali semilir angin menerpa mereka. Rambut Roney yang menutupi keningnya terbelah menjadi dua. Sedangkan rambut Elang tetap anteng karena tersisir rapi dilapisi pomade.

Rooftop adalah tempat favorit mereka berdua. Karena dibagian rumah Elang paling atas inilah mereka bisa menghirup angin kebebasan. Dingin yang menyentuh kulit seakan ketenangan yang menghangatkan hati mereka.

"Gimana kabar papa lo?"

Roney mengedikkan bahunya.

"Masih sering nyari tante girang kali" jawab Roney tidak peduli.

Elang menghembuskan nafasnya pelan. Elang sedikit bersyukur masih memiliki kedua orang tua walaupun tidak tinggal bersama.

Roney hanya memiliki seorang ayah. Ibunya sudah meninggal sejak Roney kelas 3 SMP.

"Adek lo?"

"Dia minta duit ke gue buat bayar SPP" jawab Roney hampa.

Isi otak Roney penuh dengan kata "seandainya...", tapi saat ini Roney belum bisa mengatasinya. Akal sehat Roney menyesalinya. Hati Roney selalu mengingatkan bahwa dia punya tanggungan. Adik perempuan satu-satunya yang harus dia urus.

"Duit yang gue kasih buat gaji lo dipake buat apa?!" tanya Elang sedikit meninggi. Kesal.

Roney tidak menjawab.

Elang bangkit dari duduknya. Elang terlalu kesal dengan Roney. Sebenarnya, Elang heran dengan Roney. Uang yang Elang berikan pasti habis entah kemana. Sedangkan SPP adiknya Roney, Elang yang bayar tiap bulannya.

Elang bisa menebak ada yang tidak Elang ketahui dari diri Roney. Tapi, Elang tidak akan memaksa Roney untuk bercerita. Biar Roney yang menceritakannya sendiri.

"Gue mau ngelembur. Sekalian nemuin adek lo" ucap Elang sebelum benar-benar pergi.

"Serius lo Lang?"

"Ck.. ya serius lah" ucap Elang kesal.

"Sekarang jam duabelas kurang, adek gue jam segini udah tidur Lang" jelas Roney.

Elang merutuki dirinya didalam hati.

Iya ya. Ko gue bego. Bisa-bisanya gue nyamain anak SMP kaya anak SMA

"Yaudah,. gue nemuin nya pas gue mau berangkat sekolah kan bisa" balas Elang jutek untuk menutupi kebodohannya.

Roney menatap Elang dengan bingung.

"Emang lo yakin besok mau masuk sekolah?" tanya Roney ragu.

Karena biasanya kalau Elang sudah bekerja sampai pagi. Elang tidak akan berangkat sekolah.

"Emang gue ada bilang besok ya?"

jawab Elang diakhiri dengan smirknya.

Roney mencebikkan bibirnya.

Roney besok berangkat sekolah jalan kaki lagi

"Design apartemen yang diminta Pak Broto bulan lalu, besok lusa harus selesai. Jadi, elo bantuin gue buat nyelesain yang kemarin.." titah Elang.

Bos mah sabeb

"Elo kalo bikin garis yang bener, yang lurus. Milimeter nya yang teliti" omel Elang

"Jangan cuma ukuran BH ayam kampus aja yang bisa elo teliti" tambah Elang tidak berekspresi.

Kemudian Elang pergi meninggalkan Roney yang cengo dengan mulut setengah terbuka.

Ngena Men!!

***

Dentuman musik yang dipandu dengan disk jockey seksi membuat siapapun yang mendengarnya tidak tahan untuk berjoget, meliuk-liukkan badan kesana kemari.

Aroma alkohol menjadi parfum yang memanjakan hidung penikmatnya.

Maya yang sedang asyik berbincang-bincang dengan bartender, sedikit terganggu dengan kehadiran wanita yang kini duduk disampingnya.

"May, elo nanti gak ada job kan?" tanya Rere di sisa kesadarannya.

"Ngga"

"Gue nanti nginep dikontrakan elo ya"

"Sejak kapan lo ijin dulu kalo mau nginep?"

Rere terkekeh kemudian bersendawa.

"Mau dimana lo malam ini?" tanya Maya dengan menahan nafasnya.

"Di.." ucapan Rere terputus karena sendawa lagi.

Aroma alkohol menyeruak masuk ke hidung Maya tanpa permisi.

"Aishhh,.. elo kebiasaan banget si. Kalo gak bisa minum banyak, gak usah sok-sokan. Mau jadi jagoan lo?" omel Maya percuma. Karena Rere pasti tidak peduli dengan ucapan Maya.

" Ngerepotin orang aja. Mending kalo gue punya duit banyak. Elo mabuk tinggal pesen go car. Nah, ini jangankan buat bayar go car, buat beli paket datanya aja gak ada." omel Maya tambah panjang.

Rere menyandarkan kepalanya ke meja bar. Matanya terpejam tidak sadar. Entah Rere mendengar omelan Maya atau tidak.

"Re, ayoo.." ajak seorang pria yang kini menyelipkan rambut Rere yang menutupi wajah cantiknya.

Maya terus memandangi pria itu. Tidak terlalu tua juga tidak terlalu muda. Pas untuk ukuran hot daddy.

Pria itu memapah Rere tanpa basa-basi pada Maya. Maya diabaikan. Bahkan, pria itu menoleh pun tidak.

"Pak! Dimana?" teriak Maya.

Pria yang memapah Rere pun menoleh.

"Sialan! gue kok nengok dipanggil bapak" batin pria itu menyesali.

"Elo manggil gue?" tanya pria itu meyakinkan.

"Iyalah"

"Sialan!" umpat pria itu pelan.

"Mau kemana?" tanya Maya setelah berada didekat pria itu.

"Restu Adira hotel"

Maya mencerna jawaban pria itu.

Restu Adira hotel?

Gila! itukan sewanya jutaan perhari.

"Oh.. oke."

"Jaga Rere baik-baik"

Pria itu hanya berdehem.

Maya harus tetap menjaga Rere. Walaupun Rere tidak selalu bersamanya. Karena berkat Rere lah, Maya bisa mendapatkan pekerjaan.

Ya.. walaupun pekerjaannya jelas bukan yang Maya inginkan. Tapi, mau bagaimana lagi. Mencari pekerjaan di kota metropolitan itu sulit.

Pekerjaannya sangat menguras otak. Kelihaian dalam merayu harus Maya maksimalkan. Itu tidak mudah.

Kalau kata orang "mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan "

Tapi, berbeda untuk Maya "mempertahankan lebih sulit daripada melepaskan"

Maya berniat menjemput Rere jika pria itu tidak mengembalikan Rere ke kontrakannya. Tapi, sepertinya itu tidak perlu dilakukan. Karena pasti Rere pulang besok siang. Rere sadar dan tidak mungkin tersesat.

Maya akhirnya bergegas pulang setelah memastikan Rere dibawa dan dimasukkan kedalam mobil pria itu dengan baik-baik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status