Maya kini sedang berada di kontrakannya. Tetapi, tidak sendiri.
Ada Roney yang menemaninya. Lebih tepatnya Roney yang memaksa ikut menemani Maya."Pengen tau kontrakan elo" Roney beralibi.
Maya tidak bisa melarang. Apalagi Roney berkata seperti itu disertai dengan senyuman polosnya. Maya jadi tidak tega. Walaupun rasa dongkol sedikit bersemayam di hatinya, Maya hanya bisa mengiyakan dan membiarkan Roney ikut bersamanya.
"Kontrakan lo kok kotor banget?" tanya Roney setelah masuk ke dalam kontrakan Maya.
Roney kemudian duduk lesehan di kasur lantai yang terbentang di depan televisi. Seragam pramuka masih melekat ditubuhnya. Dua kancing baju bagian atas, Roney biarkan terbuka.
Gerah
Roney kemudian mengambil remote TV yang tergeletak tak berdaya di sampingnya dan menyalakannya.
Maya sudah tidak heran lagi dengan kondisi kontrakannya. Kulit kacang berserakan dimana-mana. Bahkan, banyak kaleng-kaleng beer kosong yang sempat Maya tendang tadi.
"Maaf ya" ucap Maya tidak enak.
Maya bergegas membersihkan semuanya setelah mengambil sapu di dapur.
Roney mengeluarkan rokok dan pematiknya. Saat hendak menyalakannya, Roney melihat keganjalan dibalik kasur lantai yang dia duduki. Roney penasaran dan mengangkat sedikit kasur lantainya dan mengamati benda apa itu.
Tidak puas hanya mengamati, Roney mengambilnya."May..." panggil Roney pelan tanpa mengalihkan matanya dari benda yang kini diapit oleh ibu jari dan telunjuknya.
Maya yang sibuk membersihkan kulit kacang tidak mendengar panggilan Roney.
"May..." panggil Roney kedua kalinya dengan suara sedikit keras.
"Apa sih Ron?" tanya Maya tanpa menoleh. Maya sangat fokus dengan kresek hitam yang berisi sampah yang sedang Maya ikat. Maya berdiri hendak membuang kresek sampah yang ada ditangannya.
"Ini punya lo?"
Alis Roney terangkat sebelah sambil mengapit benda pink soft berenda putih.
Maya melotot melihat benda itu.
"Anjjj..."
Maya menjatuhkan kantong kreseknya dan berlari menghampiri Roney untuk merebut benda itu.
"Bukan punya gue!" tegas Maya sedikit membentak.
Demi apapun Maya malu diatas malu sekarang.
Kini benda itu berada dalam genggaman Maya bersembunyi dibalik badan Maya. Tidak peduli benda itu kotor atau tidak.
"Serius?" Roney memainkan alisnya. Bibirnya mati-matian menahan tawa melihat ekspresi Maya yang gugup dihadapannya.
"BUKAN!" teriak Maya tidak terima dengan ledekan Roney.
Maya rasanya ingin kabur dan menyembunyikan wajahnya kedalam saku. Tapi, Roney menahan lengan Maya yang bebas. Sedangkan, satu tangan lagi Maya gunakan untuk menyembunyikan benda sialan itu dibalik badannya.
Maya memejamkan matanya berusaha meredam rasa malunya. Walaupun benda itu bukan milik Maya, tetap saja malu karena Maya seorang wanita. Tidak bisa dibayangkan, benda yang selalu ditutup-tutupi wanita, berada ditangan lelaki.
Maya memang selebay itu. Karena Maya tidak berpengalaman. Maya terlalu polos.
Rere elo bikin harga wanita gue hancur porak poranda. Pengen rasanya gue nyungsep di dada hotnya Elang aja
"Haha, merah banget pipinya" Roney terbahak keras dan mencubit gemas pipi Maya.
"Jangan gigit bibir gitu. Nanti gue tergoda buat bantuin gigit bibir lo lagi" Roney mengedipkan matanya nakal.
Maya mengerjapkan matanya dan berusaha melepaskan genggaman Roney dilengannya.
Roney terus menatap intens Maya.
Sebenarnya Roney biasa saja melihat benda seperti itu. Karena dia juga punya adik perempuan. Toh, Roney malah sering melihat isinya. Tapi, kenapa Maya bisa sehisteris itu melihat benda pink berenda saat berada ditangannya.
"Roney! lepas gak?" bentak Maya kikuk dengan tatapan Roney.
Roney malah tertawa lepas.
"Isshh, lucu banget deh lo May. Kenapa malu sama barang milik sendiri?" tanya Roney masih dengan tawanya.
"Diem lu Ron! Sumpah ini bukan punya gue" bela Maya.
"Gue gak punya warna pink kaya gini"
jelas Maya tidak terima karena Roney tidak berhenti dari tertawanya.Tawa Roney berubah jadi seringaian menyebalkan.
"Elo gak punya warna pink? Mau gue beliin hmm?"
Roney menjawil dagu Maya.
Mulut gak pernah di filter gini nih. Bisa-bisanya buka aib sendiri. Sialan!
"Gimana?"
Kini Roney mirip om-om yang sedang bernegosiasi dengan Maya. Seringaian nakal seakan merayu Maya agar Maya tergoda. Bukannya tergoda, justru Maya ingin mengusap wajah Roney agar berhenti dari tingkah konyolnya.
Tapi sayang, Maya tidak bisa. Lengan digenggam Roney. Lengan satunya memegang benda pink horror itu. Tidak mungkin kan Maya mengusap wajah Roney dengan benda pink itu?
Bah! kesenangan dia.
Wajah Maya merah padam. Dengan sekuat tenaga Maya menghempaskan tangan Roney. Tapi, tidak bisa.
Roney semakin terkikik geli.
Maya berdesis samar mencoba mencari akal agar bisa terlepas dari genggaman Roney.
"Emm, benerin poni gue dong Ron," kedua mata Maya mendelik ke atas menunjukkan poninya.
Roney berteriak kegirangan dalam hati.
Kapan lagi bisa sweet-sweetan kaya gini?
Tidak sadar dibohongi, Roney melepas genggamannya beralih menuju dahi Maya.
Bego!
Maya dengan segenap kekuatannya bangkit dan berlari sambil membawa kantong kresek yang berisi sampah untuk dibuangnya.
Roney tertawa lagi menyaksikan tingkah Maya.
"Aaaaa... SEMPAK LO RE! BIKIN GUE MALU!" teriak Maya mengeluarkan rasa malu yang ditahannya.
Brugh!
Maya menjatuhkan kresek sampah ke tong sampah dengan segenap kekesalannya.
Roney tertawa lagi mendengar sayup-sayup teriakan Maya.
Lelaki berperawakan tinggi, atletis dan berambut cepak tengah berlari mencari tempat berteduh. Hujan tidak terlalu lebat, namun cukup membasahi kaos oblongnya.Setelah berada didepan toko roti, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya karena terkena tetesan hujan. Lumayan dingin karena tidak memakai jaket."Oon Lang Lang!" umpatnya pada dirinya sendiri."Gue kan pake mobil, ngapain gue turun buat neduh"Elang mendesah kesal merutuki kebodohannya. Namun, sepertinya tidak sia-sia Elang melipir mencari tempat teduh. Kebetulan perutnya juga sangat lapar. Jadi Elang memutuskan untuk makan dulu sebelum menjemput Rere disalon.Akhirnya Elang pun memasuki kedai makanan khas Jepang. Karena hanya itu yang ada didepan mata Elang. Ia malas muter-muter mencari makanan lain. Takut keburu lemas cacing-cacing diperutnya.Setelah masuk kedalam resto, ia langsung memesan beberapa menu."Mas, soba satu. Aoijiru sama air mineralnya satu" pesan Elang pada pelayan resto tersebut."Ada lagi mas?"Elang menggel
"Lo niat kerja apa ngga si nyet?" tegur Elang pada Roney.Sedangkan Roney sedang asyik bersama ponsel ditelinganya. Entah apa yang Roney bicarakan, tapi sesekali Roney tertawa disela pembicaraannya."Oke, siap! Bisa diatur Don. Time and place lo yang atur deh" ucap Roney tanpa mempedulikan Elang.Elang melengos jengah. Kemudian berjalan cepat diremang-remangnya malam. Elang menyusuri bangunan yang sedang dalam tahap pembangunan.Terjun langsung ke lapangan di malam hari memang tidak efektif.Sulit.Tapi apadaya Elang yang berstatus pelajar hanya bisa menggunakan sisa waktunya yang sudah gelap. Namun, disela kegiatan sekolah, Elang tetap terhubung dengan bawahannya yang sedang dilapangan agar tidak ada yang teledor pada saat pengerjaan.Bau rokok menggelitik Indra penciuman Elang. Untung saja bukan rokok lintingan yang bercampur menyan. Bau-baunya sudah lama tidak Elang hirup namun tidak asing di hidungnya."Kumat lagi Lo?" tanya Elang pada orang yang kini sedang menghisap rokoknya.Ro
Maya sangat mengeluhkan kenapa di dunia ini ada hari Senin? Hari Senin terlalu zombie baginya. Bahkan malam Jumat kliwon pun kalah dengan yang namanya hari Senin.Seperti Senin sore kali ini."Jagain adek gue ya, May!" titah Roney dari balik kemudinya.Maya tidak menjawab. Hanya menyuguhkan wajah yang tertekuk berlipat-lipat. Roney terkekeh saat melihat Maya yang manyun sambil melihat jalanan."Nyampe kontrakan lo setrika tuh muka lo. Kusut amat" ucap Roney sambil tertawa.Maya tidak menjawab lagi.Roney kemudian terdiam karena hanya dirinya yang tertawa,"Euh, gak lucu ya?" ucap Roney kikuk.Maya tidak keberatan kalau saja hubungan antara dirinya dan adik Roney dalam kondisi baik. Maya masih menyimpan sedikit kesal dengan Melan yang cantik dan tidak sopan itu. Setelah kejadian salahpaham di rumah Elang dulu tentunya.Padahal sudah sangat lama. Tapi, Maya masih sulit berdamai."Dari tadi lo belom ada ngomong loh May. Gak gatel tu mulut dari tadi ham hem ham hem doang kek Nissa Sabyan?"
"Emhhh.."Tubuh Elang yang menggiurkan menggeliat di sela tidurnya. Tidak lama kemudian ia menguap dan perlahan membuka matanya yang terasa berat.Cahaya matahari yang begitu hangat menelisik masuk melalui jendela yang tertutup tirai putih. Rupanya hari sudah pagi. Ah, ataukah sudah siang?Elang tidak tahu."Pagi sayang" sapa seorang wanita dengan suara serak.Mata Elang menyipit mengadaptasikan dengan cahaya yang memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Agar terlihat jelas siapa kini wanita yang ada disampingnya.Wanita cantik dengan badan yang tertutupi selimut tebal. Pundaknya yang putih terlihat menggoda dengan hiasan rambut yang jatuh terurai.Elang terpana sebentar. Lalu akhirnya...Sadar.Elang tidak memakai celana kolor. Ia coba raba-raba sekali lagi memastikan memang tidak ada sehelai kainpun yang menempel diselangkangannya."Sial!"Elang memejamkan matanya sambil mengepal tanda menyesal."Re, pake baju kamu!" Ucap Elang tegas.Raut wajah Rere pucat pasi. Tidak menyangka sambuta
Tangan Elang yang terkepal ia pukul-pukulkan ke pahanya. Hatinya terasa panas. Nafasnya pun memburu. Apa yang tadi ia lihat sungguh diluar dugaan. Elang tidak rela Maya berpenampilan seperti itu. Elang juga tidak suka ketika Maya bermanja pada orang lain.Semua tentang Maya, Elang tidak suka."Ck... Sebenci ini gue sama dia" batin Elang.Elang masih tidak mengerti ini perasaan apa. Seperti benci namun tidak berkepanjangan. Elang benci hanya pada saat tertentu saja. Selebihnya...Nyaman."Door!!"Seorang wanita cantik menepuk pundak Elang lumayan keras dengan suara yang nyaring. Wanita itu kemudian memeluk leher Elang dan mencium pipi Elang dengan gemas."Kaget gak yang?" tanya Rere disertai tawa renyah."Jantung aku kaya mau turun ke usus tau Rere.." jujur Elang sambil berusaha melepaskan pelukan Rere."Haha... Lagian ngelamun aja si. Ngelamunin aku yah yang?" Rere mencium pipi Elang lagi.Elang mulai risih,"Udah ya Re. Malu diliat orang-orang" tegur Elang dengan lembut.Elang tidak b
"Apa jangan-jangan lo udah dimasukin sama dia Tan?"Maya melotot kaget,"Ngawur lo setan!"Jantung Maya hampir copot saat ditembak pertanyaan seperti itu. Bukan "udah" tapi "hampir". Setelah pengakuan malam itu...Maya dan Elang saling menikmati manisnya bibir-bibir mereka yang polos.Mereka awam dan belum pernah melakukan deep kissing.Sayang sekali.Maya menggeleng-gelengkan kepalanya berharap momen itu tersapu dari otaknya.Ngeri-ngeri sedepNgeri hamilNgeri ngeliat badan bugil laki-lakiMaya begidig sendiri membayangkannya."Lah kok mukanya merah?" skak Toro dengan tawa renyah."Ahhh.. udah sih ini mah anjir. Si Elang beruntung banget bangke" Toro tertawa lagi.Plak!"Apaan si Tor!" Maya memukul lengan Toro."Gue ga pernah anu sama Elang ya. So tau aja lo!" Maya kemudian mencubit lengan Toro karena merasa tidak puas kalau hanya memukulnya saja."Aaaa... deuh deuhh deuh! Sakit woy!""Ngapain kalian nyebut-nyebut pacar gue?"Toro dan Maya menoleh dengan terkejut. Rere sudah ada disa
"Eh, boss! Ketemu di sini" Toro terkekeh melihat Elang yang sedang duduk santai di depan bar Cambria. Tepatnya sebuah cafe berornamen ala Eropa yang sangat ramai pembeli. Elang menggerling sedetik. Kemudian fokus kembali ke ponselnya,"Musibah gue ketemu lo" tutur Elang.Tanpa beban Toro ikut duduk diseberang meja yang Elang duduki."Sensi amat boy. PMS lo ya?""Gak usah sok akrab gitu. Jijik gue""Yaudah, mari kenalan. Biar makin sayang" Toro tersenyum sambil menyodorkan tangannya."Najis!"Toro menarik kembali tangannya sambil terkekeh,"Gue Riantoro. Satu angkatan sama elo""Gak nanya!""Ya Tuhan. Jutek amat" Elang diam."Nunggu siapa lo?" tanya Toro dengan ramah."Bukan urusan lo"Toro mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Kemudian berdehem,"Gue mau ketemu my baby Maya nih"Elang mendelik sesaat dan bertingkah seolah tak peduli."Bodoamat!""Gak cemburu?""Gak!""Oh!"Toro kemudian ikut memainkan ponsel yang menganggur di dalam sakunya. Toro melirik sekilas Elang lagi sebelum menata
Maya tidak bisa memejamkan matanya sejak kejadian memeluk Elang. Bibirnya tidak berhenti tersenyum malu. Untung saja kini dia berada di dalam kamar yang dulu ia tempati. Jikalau tidak, entahlah seperti apa bentuk muka Maya saat ini. Bak tomat busuk mungkin.Ada rasa hangat yang berbeda. Bukan berasal dari teh panas yang baru saja diseduh. Ini sejenis hangat yang mampu membuncahkan rasa bahagia yang tidak Maya kira. Lebih dari yang Maya harapkan.Luar biasa."Gila sih! Gue cablak banget" gumam Maya pada langit-langit kamar.Untung saja Elang menganggap ungkapan Maya itu hanya candaan saja. Sehingga tidak membuat Maya merasa rendah sekali. Walaupun dalam hati Maya sedikit sedih karena Elang menganggapnya sedang mabuk komik gopek-an.Tringgg...Maya terperanjat."Siapa sih jam segini nelpon-nelpon segala. Kan gue udah close orderan" Maya mengumpat kesal karena dering ponselnya membuyarkan khayalannya.Maya kemudian mencebikkan bibirnya setelah melihat siapa yang menelponnya."Apa?" tanya
Untung saja Elang menggunakan kacamata minusnya. Sehingga dari jarak jauh pun Elang bisa melihat Melan yang sedang berdiri menghadapnya.Elang melambaikan tangannya agar Melan mengetahui keberadaan dirinya. Detik ini Elang sangat terburu-buru ingin mengejar Maya. Jadi Elang memutuskan untuk tidak menghampiri Melan.Dalam genggaman Elang terdapat kunci mobil yang siap ia luncurkan lewat lantai agar bisa tiba di hadapan Melan tanpa harus dilempar."Kunci" gumam Elang tanpa suara.Slurrr...Kunci mobil tersebut meluncur dengan sempurna.Setelah itu Elang kembali berbalik berlari dengan cepat. Elang harus bisa mengejar Maya. Dan Elang memastikan Maya akan segera pergi dari mall ini."Udah kek belut aja dia, licin bet susah dipegang" batin Elang seraya berlari.Elang berlari menuju toilet wanita yang mana tempat tersebut adalah temp