Share

8

Maya kini sedang berada di kontrakannya. Tetapi, tidak sendiri.

Ada Roney yang menemaninya. Lebih tepatnya Roney yang memaksa ikut menemani Maya.

"Pengen tau kontrakan elo" Roney beralibi.

Maya tidak bisa melarang. Apalagi Roney berkata seperti itu disertai dengan senyuman polosnya. Maya jadi tidak tega. Walaupun rasa dongkol sedikit bersemayam di hatinya, Maya hanya bisa mengiyakan dan membiarkan Roney ikut bersamanya.

"Kontrakan lo kok kotor banget?" tanya Roney setelah masuk ke dalam kontrakan Maya.

Roney kemudian duduk lesehan di kasur lantai yang terbentang di depan televisi. Seragam pramuka masih melekat ditubuhnya. Dua kancing baju bagian atas, Roney biarkan terbuka.

Gerah

Roney kemudian mengambil remote TV yang tergeletak tak berdaya di sampingnya dan menyalakannya.

Maya sudah tidak heran lagi dengan kondisi kontrakannya. Kulit kacang berserakan dimana-mana. Bahkan, banyak kaleng-kaleng beer kosong yang sempat Maya tendang tadi.

"Maaf ya" ucap Maya tidak enak.

Maya bergegas membersihkan semuanya setelah mengambil sapu di dapur.

Roney mengeluarkan rokok dan pematiknya. Saat hendak menyalakannya, Roney melihat keganjalan dibalik kasur lantai yang dia duduki. Roney penasaran dan mengangkat sedikit kasur lantainya dan mengamati benda apa itu.

Tidak puas hanya mengamati, Roney mengambilnya.

"May..." panggil Roney pelan tanpa mengalihkan matanya dari benda yang kini diapit oleh ibu jari dan telunjuknya.

Maya yang sibuk membersihkan kulit kacang tidak mendengar panggilan Roney.

"May..." panggil Roney kedua kalinya dengan suara sedikit keras.

"Apa sih Ron?" tanya Maya tanpa menoleh. Maya sangat fokus dengan kresek hitam yang berisi sampah yang sedang Maya ikat. Maya berdiri hendak membuang kresek sampah yang ada ditangannya.

"Ini punya lo?"

Alis Roney terangkat sebelah sambil mengapit benda pink soft berenda putih.

Maya melotot melihat benda itu.

"Anjjj..." 

Maya menjatuhkan kantong kreseknya dan berlari menghampiri Roney untuk merebut benda itu.

"Bukan punya gue!" tegas Maya sedikit membentak.

Demi apapun Maya malu diatas malu sekarang.

Kini benda itu berada dalam genggaman Maya bersembunyi dibalik badan Maya. Tidak peduli benda itu kotor atau tidak.

"Serius?" Roney memainkan alisnya. Bibirnya mati-matian menahan tawa melihat ekspresi Maya yang gugup dihadapannya.

"BUKAN!" teriak Maya tidak terima dengan ledekan Roney.

Maya rasanya ingin kabur dan menyembunyikan wajahnya kedalam saku. Tapi, Roney menahan lengan Maya yang bebas. Sedangkan, satu tangan lagi Maya gunakan untuk menyembunyikan benda sialan itu dibalik badannya.

Maya memejamkan matanya berusaha meredam rasa malunya. Walaupun  benda itu bukan milik Maya, tetap saja malu karena Maya seorang wanita. Tidak bisa dibayangkan, benda yang selalu ditutup-tutupi wanita, berada ditangan lelaki.

Maya memang selebay itu. Karena Maya tidak berpengalaman. Maya terlalu polos.

Rere elo bikin harga wanita gue hancur porak poranda. Pengen rasanya gue nyungsep di dada hotnya Elang aja

"Haha, merah banget pipinya" Roney terbahak keras dan mencubit gemas pipi Maya.

"Jangan gigit bibir gitu. Nanti gue tergoda buat bantuin gigit bibir lo lagi" Roney mengedipkan matanya nakal.

Maya mengerjapkan matanya dan berusaha melepaskan genggaman Roney dilengannya.

Roney terus menatap intens Maya.

Sebenarnya Roney biasa saja melihat benda seperti itu. Karena dia juga punya adik perempuan. Toh, Roney malah sering melihat isinya. Tapi, kenapa Maya bisa sehisteris itu melihat benda pink berenda saat berada ditangannya.

"Roney! lepas gak?" bentak Maya kikuk dengan tatapan Roney.

Roney malah tertawa lepas.

"Isshh, lucu banget deh lo May. Kenapa malu sama barang milik sendiri?" tanya Roney masih dengan tawanya.

"Diem lu Ron! Sumpah ini bukan punya gue" bela Maya.

"Gue gak punya warna pink kaya gini"

jelas Maya tidak terima karena Roney tidak berhenti dari tertawanya.

Tawa Roney berubah jadi seringaian menyebalkan.

"Elo gak punya warna pink? Mau gue beliin hmm?"

Roney menjawil dagu Maya.

Mulut gak pernah di filter gini nih. Bisa-bisanya buka aib sendiri. Sialan!

"Gimana?"

Kini Roney mirip om-om yang sedang bernegosiasi dengan Maya. Seringaian nakal seakan merayu Maya agar Maya tergoda. Bukannya tergoda, justru Maya ingin mengusap wajah Roney agar berhenti dari tingkah konyolnya.

Tapi sayang, Maya tidak bisa. Lengan digenggam Roney. Lengan satunya memegang benda pink horror itu.  Tidak mungkin kan Maya mengusap wajah Roney dengan benda pink itu?

Bah! kesenangan dia.

Wajah Maya merah padam. Dengan sekuat tenaga Maya menghempaskan tangan Roney. Tapi, tidak bisa.

Roney semakin terkikik geli.

Maya berdesis samar mencoba mencari akal agar bisa terlepas dari genggaman Roney.

"Emm, benerin poni gue dong Ron," kedua mata Maya mendelik ke atas menunjukkan poninya.

Roney berteriak kegirangan dalam hati.

Kapan lagi bisa sweet-sweetan kaya gini?

Tidak sadar dibohongi, Roney  melepas genggamannya beralih menuju dahi Maya.

Bego!

Maya dengan segenap kekuatannya bangkit dan berlari sambil membawa kantong kresek yang berisi sampah untuk dibuangnya.

Roney tertawa lagi menyaksikan tingkah Maya.

"Aaaaa... SEMPAK LO RE! BIKIN GUE MALU!"  teriak Maya mengeluarkan rasa malu yang ditahannya.

Brugh!

Maya menjatuhkan kresek sampah ke tong sampah dengan segenap kekesalannya.

Roney tertawa lagi mendengar sayup-sayup teriakan Maya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status