Mag-log inSetelah berbicara dengan papa Sudono, Ryan tidak sabar untuk menghubungi mama Tyas.Tuuut... tuuut... tuuut...Mama Tyas: (menjawab telepon) Halo, Ryan sayang?Ryan: (gembira) Halo, mama! Apa kabar?Mama Tyas: Kabar baik, Nak. Ada yang bisa mama bantu?Ryan: Aku berencana mengajak papa dan mama berlibur ke Bali akhir pekan ini. Kita bisa kumpul bersama-sama.Mama Tyas: Oh, itu akan menjadi liburan yang menyenangkan, sayang. Papa sudah memberitahuku juga.Ryan: Iya, papa setuju untuk berangkat Jumat sore dan kembali Minggu malam. Aku juga ingin mbak Isti dan kang Dimas ikut. Mereka kan bagian dari keluarga kita juga.Mama Tyas: Tentu saja, sayang. Aku senang mereka bisa ikut serta.Ryan: Makasih, mama! Aku sudah sangat bersemangat untuk liburan ini.Mama Tyas: Aku juga bersemangat, Nak. Kita akan punya waktu yang indah bersama.Percakapan itu membawa kebahagiaan bagi Ryan. Dia tahu bahwa keluarga adalah anugerah yang luar biasa dan setiap momen yang dihabiskan bersama sangat berarti ba
Perasaan Robi sungguh berkecamuk saat itu mendengar bagaimana Tania memposisikan dirinya sebagai istri yang bertanggungjawab untuk mengurusi suaminya. Sebuah kecemburuan berat merasuki hati Robi namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena itu memanglah hal yang wajar bagi seorang istri yang wajib melayani sang suami.“Ehhmm...sekarang bagaimana kondisi suamimu?” tanya Robi“Mesti harus terus dipantau khawatir saat sedang berkerja di kampusnya kalo-kalo nge-drop lagi. Makanya aku selalu kontak suami beberapa kali untuk sekedar pastikan kondisinya,” balas Tania dengan nada keprihatinan.Untuk beberapa saat mereka saling terdiam seolah tak tau harus membicarakan apa di telpon itu. Namun, akhirnya Robi lah yang memulai lagi pembicaraan mereka.“Ehmm...Tania, aku sebenarnya masih pengen bertemu kamu,” ucap Robi lirih.“Ehmm....kan mas Robi lagi Bandung, aku khawatir mas ngedrop lagi kondisinya kalo sekedar hanya untuk mengejar pertemuan kita di kota ini!” timpal Tania“Maksudku nanti saat aku
Robi duduk di tepi ranjang kamarnya dengan perasaan campur aduk. Ia menatap kosong ke arah jendela, mencoba merenungkan situasi yang tengah ia hadapi. Hatinya dipenuhi rasa penasaran yang sulit diungkapkan, namun juga diikuti kegelisahan yang mendalam.Sejak Tania datang mengunjunginya di kamar hotel, segala rencananya hancur berantakan. Selama ini, Robi berharap bisa berbicara berdua dengan Tania, mengenang masa lalu mereka di SMA. Namun, sayangnya, Robi tiba-tiba sakit beberapa hari belakangan ini dan belum bisa keluar dari kamar hotel itu.Robi berusaha mencari tahu apa yang membuatnya jatuh sakit, dan selama prosesnya itu, ia tak bisa melepaskan kenangan tentang Tania. Mereka adalah sahabat terbaik semasa SMA, dan dalam hati Robi, perasaan itu tak pernah berubah. Setelah lulus, Tania telah menikah dengan Ryan, sementara Robi belum bisa melepaskan memori cinta lamanya."Hari ini rasanya begitu aneh," gumam Robi pada dirinya sendiri. "Tania datang, dan aku sakit. Apa ini pertanda da
Tania merasa lega mendengar kabar itu, tapi di balik leganya, rasa bersalahnya semakin menggelayut di hati. Ia merasa semakin tak tega untuk menyembunyikan rahasia dari Ryan."Hmm, itu bagus kalau tidak serius. Tapi kamu harus lebih berhati-hati, ya?" kata Tania dengan nada khawatir.Ryan mengangguk, tapi matanya tetap curiga saat melihat reaksi istrinya. "Tania, ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dari ku, kan?"Tania terdiam sejenak, lalu dengan berat hati, ia memutuskan untuk tidak mengungkapkan kebenaran kepada Ryan. Ia hanya tersenyum dan menggeleng, mencoba mengalihkan perhatian suaminya."Enggak kok, Ryan. Aku tidak menyembunyikan apa-apa," jawab Tania.Ryan mencoba percaya pada ucapan istrinya, tapi kecurigaannya tetap ada. Ia merasa ada yang berbeda dengan Tania, namun tidak dapat memastikan apa.Hari berikutnya ketika Robi di kamar hotel dan membeitahukan Tania bahwa Robi sudah mulai pulih namun demikian Robi memutuskan untuk kembali menginap satu hari lagi di hotel Bun
Robi mengangguk, meskipun dalam hati ia merasa teriris mendalam. "Ya, aku tahu itu. Tapi rasanya sulit untuk melupakan perasaan ini, Tania. Aku masih mencintaimu, sejak dulu hingga sekarang."Hatinya Tania berkecamuk antara rasa bahagia dan perasaan bersalah. Ia tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk membahas hal seperti ini, namun dia juga tidak bisa menyangkal bahwa ada perasaan yang tak terucapkan dalam hatinya."Robi, kita harus berbicara tentang hal ini nanti. Saat kamu sudah sembuh dan kita berdua tenang," ucap Tania dengan hati-hati.Robi mengangguk, mengerti bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk membahas perasaan mereka. Dia tidak ingin membuat Tania bingung atau bahkan menyakiti perasaannya lebih jauh.Hari itu, Tania menemani Robi hingga sore hari karena Tania sudah dapat kabar dari Ryan kalo suaminya itu bakal pulang telat karena ada rapat hingga malam di kampusnya.. Mereka tertawa dan berbicara seperti dulu, seolah-olah tak ada yang berubah. Namun, dalam hati masing-m
Di pagi yang cerah itu, sekitar pukul 6 pagi Tania masih dengan penuh semangat sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya, Ryan. Aroma masakannya yang harum dan hangat mengisi dapur mereka. Ryan adalah seorang dosen pengajar di Universitas Bakti Bangsa dan setiap harinya dia harus berangkat ke kampus untuk melaksanakan tugasnya. Tania selalu berusaha memberikan dukungan dan kebahagiaan bagi suaminya.Setelah dirasa masakannya sudah lengkap untuk persiapan menu sarapan paginya, Tania kembali ke kamar untuk melihat apakah sang suami sudah terbangun atau belum. Ternyata sampe saat itu Ryan masih terlelap tidur di ranjang kamar mereka.“Hemmm...benar-benar ini suamiku, semalem sih abis-abisan menggempurku, jadinya gini deh!” ucap Tania dalam hati sambil menghela nafasnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.Tania duduk di pinggir kasur dan membelai rambut Ryan.“Masss....masss....Mas Ryan, bangun mas! Sudah siang ini!” ucap Tania dengan lembut sambil mengecup pipi sang suami.“Ehmmm....







